Kelompok berita Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang disahkan DPR menjadi undang-undang.
Perppu disahkan menjadi undang-undang melalui mekanisme voting, karena seluruh fraksi pada Rapat Paripurna gagal mencapai musyawarah mufakat meskipun telah dilakukan forum lobi.
Sebanyak tujuh fraksi yang menerima Perppu tersebut sebagai undang-undang, yaitu Fraksi PDI-P, PPP, PKB, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Hanura.
"Nah jangan sampai kemudian publik memahami seolah Pak Menteri kok diskriminatif tidak memahami perppu, tidak memahami undang undang, karena undang undang di perppu itu jelas tekstual,"
Fraksi ini pun, mengambil inisiatif untuk mengajukan revisi perubahan Undang Undang (uu) atas pengesahan Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 menjadi Undang Undang.
Jika ada individu, kelompok, organisasi masyarakat (ormas), yang akan melakukan judicial review, fraksinya pun akan mendorong dan mendukung penuh pelaksanaannya.
"Terbitnya Perppu Ormas ini adalah legal dan konstitusional. Hak Presiden untuk menerbitkan Perppu Ormas adalah hak konstitusional Presiden," jelas Sugeng
Gerindra yang konsisten sejak awal menolak, hingga disahkan menjadi undang-undang pun tetap menolaknya. Ada dua cara yang akan dilakukan Gerindra untuk menolak.
'Aliansi Praktisi Hukum Kawal Perppu Ormas' mendesak DPR RI mengesahkan Perppu Ormas sebagai payung hukum menghadang munculnya ideologi yang bertentangan Pancasila.
penolakan Fraksi PAN bukan anti Pancasila, tapi pada proses persidangan yang dihilangkan dari Perppu. Jika disahkan menjadi UU pun, Fraksinya akan menerima.
Suteki mempertanyakan kesesuaian hukuman pidana dalam Perppu Ormas dengan Pasal 28 E UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat.