Jakarta, (Tagar 2/10/2017) - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Profesor Suteki menilai ketentuan pidana dalam Perppu Ormas perlu dikritisi lebih lanjut. Hal itu ia sampaikan saat memberikan keterangan selaku ahli yang dihadirkan oleh Pihak Pemohon dalam sidang pengujian formil dan materiil Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dalam Pasal 82A ayat (2) Perppu Ormas ditentukan sanksi pidana penjara seumur hidup atau sanksi pidana minimum berupa pidana penjara minimal lima tahun dan maksimal dua puluh tahun, ini perlu dikritisi," jelasnya di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (2/10).
Suteki mempertanyakan kesesuaian antara ancaman hukuman pidana dalam Perppu Ormas dengan Pasal 28 E UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat secara lisan maupun tertulis.
"Apakah kemudian kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat bisa ditempatkan sebagai hak asasi manusia?" tanyanya.
Rentang waktu pidana penjara dalam Perppu Ormas yang dilihatnya, sama dengan kejahatan dalam menjual, membeli, dan mengedarkan narkotika golongan I, bahkan sanksinya sama dengan kejahatan pembunuhan berencana.
Ancaman pidana tersebut dinilai terlalu kejam bila disamakan dengan dua kejahatan yang lain tersebut.
"Kejahatan dan ancaman sanksi pidana dalam Perppu Ormas ini serasa kejahatan dan ancaman tindak pidana subversi yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1963 yang kini sudah tidak berlaku lagi," pungkasnya. (nhn/ant)