Kerumunan Warung Kopi di Aceh Saat Wabah Corona

Setelah pemberlakuan jam malam dicabut warga Aceh saat ini mulai bebas kembali menikmati warung kopi tanpa rasa takut akan wabah virus corona.
Suasana tempat parkir salah satu warung kopi di Kota Banda Aceh, Aceh pada Sabtu, 11 April 2020 malam, dipenuhi kendaraan para pelanggan. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh - Sejumlah ruas jalan di Kota Banda Aceh terlihat ramai, Selasa, 8 April 2020 malam. Kiri kanan jalan Panglima Nyak Makam tampak disesaki berbagai jenis kendaraan terparkir berjajar rapi.

Kendaraan roda dua tampak mendominasi, sementara roda empat bisa dihitung jari. Di dalam sebuah warung di jalan itu, warga dengan berbagai usia tampak bersenda gurau.

Mereka ada yang duduk sendiri dan ada pula yang berkerumunan (berkelompok). Sesekali mereka menghisap merokok, menyeruput kopi sambil bercerita.

Sekilas, tak ada beban di antara mereka meski negeri sedang dilanda wabah virus corona atau Covid-19. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB malam, namun mereka masih betah di atas kursi, bahkan duduk hingga berjam-jam.

Itulah sekilas gambaran aktivitas di Kota Banda Aceh, Aceh saat warung kopi diizinkan buka kembali. Ini juga karena maklumat pemberlakuan jam malam dicabut oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Aceh pada Jumat, 3 April 2020 lalu.

Saat maklumat itu masih berlaku, Kota Banda Aceh pada malam hari bagaikan kota mati. Sebab, setelah pukul 20.30 WIB, berbagai aktivitas masyarakat dipaksa berhenti. Bahkan, beberapa desa tampak mengurung diri, lorong-lorong ditutup dan gerbang dikunci.

Penutupan Jalan di AcehSeorang warga sedang melintas di depan jalan yang ditutup warga untuk mencegah virus corona di kawasan Cot Irie, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Aceh Besar, Rabu 1 April 2020. (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Selama jam malam berlaku, aparat keamanan dikerahkan untuk menghalau masyarakat yang membandel. Mereka ditempatkan di setiap persimpangan akses masuk ke Kota Banda Aceh.

Tetapi saya khawatir dengan kondisi seperti ini sebentar lagi kita akan menjadi daerah terjangkit.

Setiap warga yang berkeliaran, maka akan dihadang dan diinterogasi, lalu diberikan peringatan agar tetap di rumah. Aturan itu kemudian mendapat protes dari berbagai kalangan, sehingga jam malam terpaksa dicabut.

Pasca pencabutan, kini Kota Banda Aceh dan Aceh secara umum sudah bebas lagi. Mereka sudah bisa kembali melakukan aktivitas tanpa batas seperti sebelum virus corona tiba ke Bumi Serambi Mekkah.

Seiring pencabutan jam malam, pemerintah juga memberi izin operasi kembali warung kopi, tetapi dengan beberapa catatan. Catatan tersebut adalah seperti menjaga jarak antar pengunjung dan berbagai protokol kesehatan lainnya.

Namun ternyata, aturan tersebut tak diindahkan oleh masyarakat Aceh secara umum. Mereka seakan mengabaikan aturan tersebut dan menganggap seperti angin berlalu.

Warung Kopi AcehBeberapa pelanggan tampak sedang mengobrol sambil menikmati kopi di salah satu warung kopi di, Banda Aceh, Aceh, Kamis, 9 April 2020. (Foto: Tagar/Ahmad Mufti)

Padahal, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh per Jumat, 17 April 2020 pukul 22.00 WIB, jumlah PDP di Tanah Rencong mencapai 59 orang, 1 meninggal, 3 masih dirawat dan 55 lainnya sudah dinyatakan sembuh dan dibolehkan pulang.

Sementara ODP mencapai 1532 orang. Dari jumlah ini, 1277 sudah selesai pemantauan dan 255 orang dalam proses pemantauan. Sedangkan pasien yang positif adalah 5 orang, 4 orang dinyatakan sembuh dan 1 orang meninggal dunia.

Khawatir Kelalaian Masyarakat

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, Safrizal Rahmat mengaku prihatin dengan kondisi seperti itu. Ia bahkan khawatir kelalaian masyarakat Aceh akan membawa petaka di Tanah Rencong.

“Saya khawatir ini menjadi rebound nantinya, artinya kita saat ini Aceh belum merupakan daerah terjangkit, karena kita belum punya kasus local transmisi. Tetapi saya khawatir dengan kondisi seperti ini sebentar lagi kita akan menjadi daerah terjangkit,” kata Safrizal saat dihubungi Tagar, Selasa, 7 April 2020 malam.

Safrizal menilai, seluruh pemangku kepentingan di Aceh harus duduk kembali untuk mencari solusi agar masyarakat patuh terhadap prosedur kesehatan untuk pencegahan virus corona.

Idi AcehKetua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh, Safrizal Rahman. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Menurut Safrizal, apabila imbauan-imbauan pemerintah tak dijalankan oleh masyarakat, maka aturan atau kedisiplinan yang telah dijalani selama beberapa pekan lalu hanya sia-sia.

Apalagi setelah pemberian pencabutan jam malam kemarin seperti euforia, dia pikir sudah terbebas dari virus corona, padahal tidak seperti itu.

“Artinya, kesiagaan kita tidak boleh kendor. Waktu yang telah kita lalui sekitar tiga minggu atau satu bulan ini bisa sia-sia kalau kita tidak dengan terus menerus mengikuti anjuran pemerintah,” ujar Safrizal.

IDI Aceh, kata Safrizal, menilai Pemerintah Aceh sudah tergolong maksimal dalam menerapkan aturan untuk pencegahan Covid-19, hanya saja masyarakat belum mematuhi sepenuhnya.

“Saya pikir imbauan pemerintah sudah jelas, artinya boleh membuka usaha, seperti warung kopi, kemudian mengatur tempat duduk, dengan jarak yang telah ditetapkan,” kata Safrizal.

Ia menambahkan, melihat kondisi seperti sekarang ini, maka pemerintah harus menegaskan kembali kepada pemilik usaha warung kopi dan rumah makan agar memperhatikan soal physical distancing.

“Dalam kenyataannya banyak saya lihat banyak pengusaha, rumah makan, warung kopi tidak mengindahkan ini (aturan physical distancing),” ujar Safrizal.

Ia menyarankan pemerintah untuk lebih tegas pada persoalan tersebut. Apabila ada pemilik usaha warkop yang bandel dan mengabaikan protokol kesehatan, maka sudah sepantasnya diberikan sanksi.

“Saya pikir ini harus ada upaya-upaya penyadaran kembali. Bahkan kalau perlu, upaya-upaya peringatan dari pada otoritas, pemerintah kota, pemerintah daerah untuk menegaskan kepada semua pihak agar ini disadari,” kata Safrizal.

Kewalahan Imbauan

Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh menanggapi santai soal masih banyaknya warga yang bandel dan tidak menjaga jarak saat nongkrong di warung kopi.

Kepala Bagian Humas Pemko Kota Banda Aceh, Irwan mengaku bahwa pihaknya seperti kewalahan saat mengingatkan masyarakat agar menjadi physical distancing. Menurutnya, kesadaran masyarakat terhadap jaga jarak masih minim.

“Kita kan mengimbau, seperti halnya juga warung kopi, tetapi masyarakat kita, apalagi setelah pemberian pencabutan jam malam kemarin seperti euforia, dia pikir sudah terbebas dari virus corona, padahal nggak seperti itu,” ujar Irwan.

Warung Kopi AcehTim gabungan melakukan razia warung kopi yang tak menerapkan physical distancing kepada para pelanggan di Kota Banda Aceh, Aceh, Sabtu, 11 April 2020 malam. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Karena itu, Pemerintah Kota Banda Aceh kembali mengeluarkan maklumat atau seruan bersama untuk pencegahan virus corona. Maklumat itu dirancang dengan berbagai pemangku kepentingan di Kutaraja.

“Makanya kita kembali mengeluarkan maklumat dalam hal ini, seruan bersama dari forkopimda untuk menjaga jarak, social distancing, physical distancing, dan wajib memakai masker,” kata Irwan.

Pemko Banda Aceh, kata Irwan, sudah sangat gencar melakukan sosialisasi pada masyarakat demi pencegahan virus corona. Sosialisasi ini berupa pembuatan video dan imbauan melalui pengumuman di jalan raya.

“Kita mungkin dalam beberapa hari ke depan, bakal menggalang masker, untuk memberi ke masyarakat, untuk memberi pengertian bahwa virus ini sekarang mulai meningkat, tersebar tidak hanya melalui droplet, tetapi juga melalui udara,” ujarnya.

Di samping melalukan sosialisasi, pemerintah juga melakukan razia di sejumlah warung kopi di Banda Aceh. Kegiatan ini melibatkan Satpol PP dan WH, Polri dan TNI. Bagi mereka yang melanggar, maka akan dinasehati.

“Kita menganjurkan warga untuk menggunakan masker, baik di warung kopi maupun pasar. Di samping itu juga harus menjaga sosial distancing,” kata Irwan.

Warung Kopi AcehTampak suasana tempat parkir warung kopi yang dipenuhi kendaraan, Banda Aceh, Aceh, Kamis, 9 April 2020. (Foto: Tagar/Ahmad Mufti)

Apa itu PSBB?

Dalam menyadarkan masyarakat, tim gabungan terdiri dari Polri, TNI dan Satpol PP dan WH Aceh saat ini sedang gencar melakukan sosialisasi tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait antisipasi penyebaran virus corona atau Covid-19.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, Komisaris Besar Polisi Ery Apriyono mengatakan, personel gabungan itu diturunkan ke tempat-tempat keramaian seperti warung kopi dan pasar di Kutaraja.

Selain di Banda Aceh, sosialisasi juga dilakukan di sejumlah daerah lainnya. Dalam kegiatan ini, tim gabungan juga mengimbau masyarakat agar memakai masker untuk melindungi diri dari penyebaran virus corona corona.

“Sebanyak 43 personel Polda Aceh terlibat dalam tim gabungan ini, sementara dari Satpol PP dan WH melibatkan personelnya sebanyak 50 orang, kegiatan ini akan terus dilakukan selama masa darurat corona,” ujarnya.

Bagaimana Bandara dan Pelabuhan

Salah seorang pemilik warung kopi di Kota Banda Aceh, Luqmanul Hakim mengatakan, imbauan pemerintah soal physical distancing di warung kopi harus diiringi dengan komitmen bersama dalam pencegahan virus corona.

Komitmen bersama itu, kata Luqmanul Hakim, di antaranya pemerintah juga harus memperhatikan tempat-tempat lainnya yang berpotensi tersebarnya virus corona, seperti bandara atau pelabuhan.

Warung Kopi AcehBeberapa pekerja di salah satu warung kopi di Banda Aceh tampak membawa pesanan para pelanggan, Banda Aceh, Aceh, Kamis, 9 April 2020. Warung kopi di Banda Aceh, Aceh kembali ramai pengunjung setelah di cabutnya jam malam akibat pandemi Corona tanpa memperhatikan jaga jarak sesuai protokol kesehatan, para pelanggan masih duduk berkerumunan dalam satu meja. (Foto: Tagar/Ahmad Mufti)

“Komitmen bersama ini juga harus didasari dari keberanian pemerintah menutup sementara Bandara SIM, jalur laut dan perbatasan Aceh-Sumut yang menjadi penyebab utama penyebaran covid-19 di Aceh khususnya,” ujar Luqman.

Apabila hal tersebut telah dipenuhi, kata Luqman, maka ia cukup yakin pemilik usaha warung kopi di Kota Banda Aceh dan Aceh umumnya akan mengindahkan intruksi pemerintah soal pencegahan virus corona.

“Karena semua tempat itu berisiko tersebar virus corona, bukan hanya di warung kopi,” ujarnya.

Membudayakan Patuh Aturan

Pemerhati Sejarah dan Budaya Aceh, Tarmizi Abdul Hamid menilai, dalam adat istiadat masyarakat Tanah Rencong, aturan-aturan dari pemerintah supaya tercegah dari wabah penyakit harus dipatuhi dan dibudayakan.

Aturan tersebut, kata Tarmizi, salah satunya adalah soal menghindari tempat keramaian, termasuk warung kopi. Anjuran ini memang harus diindahkan untuk demi kemaslahatan umat.

Keberanian pemerintah menutup sementara Bandara SIM, jalur laut dan perbatasan Aceh-Sumut yang menjadi penyebab utama penyebaran covid-19 di Aceh.

AcehSuasana salah satu warung kopi di kawasan Lampineung, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 7 April 2020 malam. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

“Jadi keluarnya aturan-aturan, hukum-hukum pemerintah karena situasi seperti ini ya harus dibudayakan dan harus dipatuhi,” ujar Cek Midi, sapaan akrab Tarmizi Abdul Hamid kepada Tagar, belum lama ini.

Ia menjelaskan, aturan tersebut seyogyanya tidak hanya harus dipatuhi oleh pemilik usaha warkop, tetapi juga semua lapisan masyarakat termasuk pedagang kaki lima.

“Semua harus mematuhi termasuk orang jualan dan kaki lima, karena ini sebagai dari budaya juga,” kata Cek Midi.

Menurut Cek Midi, pemerintah mengeluarkan kebijakan dilarang adanya keramaian tentu sudah melalukan kajian lebih dalam. Artinya, aturan yang dikeluarkan tersebut bukan asal-asalan. Sebagai warga, maka wajib menaatinya.

“Di suatu daerah ada pemimpin dan ahli masing-masing, jadi warga hanya mengikuti saja aturan tersebut,” ujar Cek Midi. []

Baca cerita menarik lainnya: 

Berita terkait
Warung Kopi dan Objek Wisata di Banda Aceh Ditutup
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman meminta untuk segera menutup tempat-tempat keramaian di Banda Aceh guna mengantisipasi Corona.
Instruksi Tutup, Warkop di Aceh Banyak yang Nakal
Masih banyak warung kopi di Banda Aceh yang buka secara diam-diam meski sudah ada larangan guna mengantisipasi virus corona di Aceh.
Bungkoih Kupi, Budaya Baru Aceh di Tengah Corona
Semenjak wabah virus corona atau Covid-19 masuk ke Indonesia dan Aceh khususnya, warkop di Tanah Rencong ini dipaksa tutup oleh pemerintah.