Pedagang Aceh Memburu Rezeki, Menentang Maut Corona

Pedagang di Aceh berharap pemerintah dapat mencari solusi supaya pengunjung kembali normal seperti biasanya dan para pedagang kembali bergairah.
Karyawan memasukkan telur ayam ke dalam lempeng di salah satu toko grosir di Pasar Tradisional Peunayong, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 24 Maret 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Banda Aceh - Wajah Ramli tampak lesu saat membereskan berbagai jenis pakaian dagangannya di lantai 2 Pasar Aceh, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Banda Aceh, Selasa, 24 Maret 2020.

Pria berusia 38 tahun itu hendak menutup tokonya. Kekecewaan terpancar dari wajahnya. Bukan hanya Ramli, raut wajah yang ikut kecewa juga terlihat dari pegadang lainnya.

“Jangankan keuntungan, untuk makan siang saja belum ada, sudah jam segini belum ada yang laku,” kata Ramli saat ditemui Tagar, Selasa, 24 Maret 2020.

Ramli menjelaskan, setelah virus corona atau covid-19 merambak ke Indonesia, dan Pemerintah Aceh mengeluarkan imbauan agar tak berkunjung ke lokasi keramaian, dagangannya sangat sulit laku.

Dalam sehari, kata Ramli, ia hanya memperoleh omzet ratusan ribu rupiah. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pendapatan beberapa bulan lalu.

“Biasanya kami mendapatkan omzet Rp 2 juta, Rp 2,5 juta bahkan sampai Rp 3 juta, tetapi baru-baru ini tidak sampai satu juta pun,” ujarnya.

Menurut Ramli, dagangannya sulit laku karena pengunjung di Pasar Aceh turun drastis dari biasanya. Hal ini terjadi karena masyarakat mulai menghindari lokasi-lokasi keramaian untuk mencegah virus corona.

“Cukup terasa memang sepinya, tetapi bagaimana lagi, memang sudah begini,” ujar Ramli.

Jangankan keuntungan, untuk makan siang saja belum ada, sudah jam segini belum ada yang laku.

Ramli berharap pemerintah dapat mencari solusi supaya pengunjung di Pasar Aceh kembali normal seperti biasanya dan para pedagang kembali bergairah.

Solusi yang dimaksud Ramli adalah bagaimana upaya pemerintah dalam mengubah pola pikir pada masyarakat agar mereka tak takut mengunjungi pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan.

Kata Ramli, perubahan pola pikir itu juga harus sejalan dengan prosedur kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga, pusat-pusat perbelanjaan terbebas dari virus corona.

“Jika beberapa hari ke depan tetap sepi, bisa jadi kami akan menutup toko dan memilih mudik ke kampung halaman,” tutur Ramli.

Pasar AcehSuasana sepi terlihat di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh, Aceh pada Selasa, 24 Maret 2020. Hal ini akibat merambaknya wabah virus corona dan penghentian sejumlah aktivitas oleh pemerintah. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Amatan Tagar, suasana di pusat perbelanjaan di Kota Banda Aceh memang tidak seperti biasanya sejak sepekan terakhir. Setelah wabah virus corona merambak ke Indonesia, masyarakat lebih mengurungkan diri di rumah.

Bukan hanya pusat perbelanjaan di Pasar Aceh, kondisi yang sama juga terjadi di sejumlah toko-toko ponsel dan aksesoris handphone di pusat ibu kota provinsi itu. Hal ini seperti yang terlihat di sejumlah toko ponsel di Jalan Panglima Polem, Peunayong.

Zulfahmi, 25 tahun, salah satu karyawan aksesoris handphone menyebutkan, setelah isu virus corona tiba di Aceh, omzet di tokonya turun drastis. Sebelumnya, ia mendapatkan omzet Rp 4 hingga Rp 5 juta per hari.

Setiap hari, Zulfahmi membuka toko mulai pukul 10.00 WIB dan tutup pada pukul 01.00 WIB dini hari. Dalam kurun waktu ini, para pembeli tak seramai seperti biasanya.

“Setelah heboh virus corona ini, setengah omzet kami hilang, sekarang rata-rata per hari hanya Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta,” kata Zulfahmi.

Ia belum tahu sampai kapan kondisi sepi itu akan bertahan. Sebagai karyawan, ia hanya berharap agar virus corona tak sampai ke Aceh dan aktivitas masyarakat kembali normal.

“Sebagai orang yang jualan, tentu harapannya segera normal kembali, sehingga omzet di toko kembali seperti biasa,” tutur dia.

Kondisi yang sama juga mendera pengusaha suvenir dan kue di Kota Banda Aceh. Mereka mengeluhkan sepi pembeli karena omzet dagangan mereka terus menurun sejak merebaknya virus corona.

Ihfatul Sea, 24 tahun, seorang karyawan toko suvenir di Banda Aceh mengatakan, semenjak isu corona merambak ke provinsi ini, pengunjung yang membeli hasil dagangannya menurun drastis. Namun, ia tak merincikan berapa omzet penurunan yang dimaksud.

“Menurun drastis tajam ke bawah pengunjungnya kali ini,” kata Sea.

Toko Handphone AcehKaryawan toko aksesoris handphone merapikan dagangannya di toko setempat di Jalan Panglima Polem, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 24 Maret 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Pemburu Sembako Meningkat

Saat toko pakaian, aksesoris handphone, dan suvenir terlihat sepi, justru pusat perbelanjaan seperti toko-toko sembako di Kota Banda Aceh terlihat ramai. Masyarakat bahkan banyak menyempatkan diri berkunjung ke pasar-pasar tradisional di kota tersebut. Mereka datang berbondong-bondong untuk membeli sembako.

Seperti amatan Tagar di Pasar Tradisional Peunayong, Kota Banda Aceh, Selasa, 24 Maret 2020 sore, kondisinya tampak lebih ramai daripada pusat perbelanjaan pakaian.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh Haji Ramli, seorang pemilik toko grosir di kawasan tersebut. Pria berusia 54 tahun ini mengaku, sejak wabah isu corona merambak ke Aceh, warga berbondong-bondong memburu sembako.

“Jadi dengan ada virus corona ini, kita melihat masyarakat berbondong-bondong untuk membeli sembako. Tetapi Alhamdulillah, sembako seperti seperti beras, kebetulan kita di Aceh ini baru siap panen dan itu panen besar, tidak ada kenaikan harga, malah turun,” kata Haji Ramli.

Ia mengatakan, untuk saat ini beras dijual dengan harga Rp 155 ribu per sak. Dengan harga itu, pembeli sudah mendapatkan beras berkualitas yang bernama Beras Keumala.

“Beras Keumala biasanya harga 155 ribu atau 190 ribu, sekarang bervariasi, jadi yang saya jual di toko ini seharga Rp 155 ribu per sak, dan ini masih cukup stabil khusus untuk beras,” tutur Haji Ramli.

Jadi dengan ada virus corona ini, kita melihat masyarakat berbondong-bondong untuk membeli sembako.

Di sisi lain, Haji Ramli menilai, stabilnya harga beras di Aceh juga tak terlepas dengan adanya produksi kilang padi modern. Sehingga, masyarakat yang bekerja sebagai petani dapat langsung menggiling padi menjadi beras.

“Sekarang di Aceh, dengan adanya produksi kilang padi sudah modern, maka hasilnya juga bagus, jadi tidak ketergantungan pada Sumatera Utara,” katanya.

Selain beras, masyarakat umumnya juga memburu sembako jenis telur ayam. Di pasaran, telur ayam saat ini masih tergolong stabil dengan harga Rp 41 ribu per lempeng dan Rp 385 ribu untuk 300 butir.

“Telur ayam ini adalah kita memang pemasok dari Medan, kita adalah agen, tetapi kita mengontrol itu harga di Aceh, jadi kita tidak berspekulasi dalam hal ini, dengan hal ini kita bisa juga membantu masyarakat, agar masyarakat jangan membeli terlur ini terlalu tinggi,” ujarnya.

Hal sama juga berlaku untuk sembako jenis minyak goreng yang masih dijual dengan harga Rp 11 ribu per kilogram. Jumlah ini turun dari pekan lalu yang dijual dengan harga Rp 12 ribu.

Haji Ramli menjelaskan, minyak goreng yang dijual tersebut bukanlah minyak kemasan seperti merek bimoli. Menurutnya, minyak goreng jenis kemasan memang saat ini sangat sulit ditemui di pasaran.

“Minyak goreng kemasan, seperti bimoli itu sudah hilang di pasaran, kita tidak mengerti kenapa ini, makanya ini tugas pemerintah Aceh, pemerintah harus benar-benar melihat ini,” katanya.

Pedagang Eceran Semakin Menjerit

Pasar Peunayong AcehSuasana aktivitas jual beli di Pasar Tradisional Peunayong, Kota Banda Aceh, Aceh, Rabu, 24 Maret 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Berbeda dengan pedagang grosir, pedagang eceran di kabupaten/kota bahkan merasakan hal yang cukup sulit di tengah kelangkaan bahan-bahan sembako. Beberapa jenis sembako saat ini melonjak tinggi pasca merambaknya virus corona.

Di tingkat pedagang eceran di Kabupaten Bireuen, Aceh, mereka terpaksa membeli gula pada grosir dengan harga Rp 1,1 juta per sak. Dengan harga ini, maka pedagang di tingkat eceran harus menjual kepada pelanggan dengan harga Rp 24 ribu per kilogram.

“Dengan jumlah itu, kami telah memperoleh keuntungan sekitar Rp 2 ribu. Walaupun kami jual Rp 24 ribu per kilogram, bukan berarti labanya semakin tinggi,” kata Afdhal pada Tagar, Rabu, 25 Maret 2020.

Selain gula pasir, sembako lainnya yang terasa melonjak di Kabupaten Bireuen adalah cabai kering. Jika sebelumnya para pegadang menjual Rp 5 ribu per ons, maka saat ini terpaksa dijual Rp 12 ribu.

“Cabai kering ini sudah lama naik, sejak awal-awal isu corona,” ujarnya.

Langkah Pemerintah

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Aceh, Muslem Yacob mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kelanggaan gula pasir di Tanah Rencong.

Kata Muslem, kelangkaan gula pasir di pasaran akibat adanya kebijakan dari Sumatera Utara tentang pelarangan pengeluaran gula dari provinsi tersebut untuk sementara waktu selama masa pencegahan virus corona covid-19.

“Terkait gula, ini yang agak sedikit mengkhawatirkan. Karena biasanya pedagang membeli dari Medan. Namun untuk saat ini ada kebijakan yang tidak mengizinkan keluarnya gula dari Sumatera Utara,” kata Muslem.

Gula PasirKaryawan membereskan sembako di salah satu toko grosis di Pasar Peunayong, Kota Banda Aceh, Aceh, Selasa, 24 Maret 2020. (Foto: Tagar/Muhammad Fadhil)

Meski demikian, kata Muslem, masyarakat Aceh saat ini masih bisa tersenyum. Sebab, masih ada sisa gula dari Medan yang khusus diperuntukkan untuk Aceh. Gula itu sebelumnya dibeli oleh pengusaha Aceh.

Cabai kering ini sudah lama naik, sejak awal-awal isu corona.

“Sudah tidak ada problem, stoknya masih mencukupi,” katanya.

Kata Muslem, untuk kebutuhan harga pangan lainya, seperti minyak goreng, telor, kemudian bawang dan cabe Disperindag Aceh memastikan tidak ada permasalah dan stok masih mencukupi.

“Kalau persoalan harga, bila kita bandingkan dengan harga Het memang jauh, namun sudah beberapa minggu ini harganya masih stabil,” tutur Muslem.

Ia mengatakan, dalam menghadapi permasalah terkait kelangkaan gula. Disperindag Aceh telah melakukan langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi hal tersebut.

Disperidag Aceh, kata Ramli, akan terus berkoordinasi dengan para pengusaha gula agar suplai gula yang sudah dibeli di Medan tersebut secepatnya dapat dibawa ke Aceh.

"Hari Kamis nanti juga akan datang lagi gula sebanyak 8 kontainer,” ujar Muslem. []

Baca juga: 

Berita terkait
Tiga Lagi Pasien PDP Aceh Positif Corona
Sebanyak tiga pasien dalam pengawasan (PDP) di Aceh kembali dinyatakan positif terpapar virus corona (Covid-19).
Warga Aceh Diminta Tak Mengolok-olok Wabah Corona
Ustaz Kafrawi mengajak masyarakat Aceh untuk tidak menganggap sepele dan mengolok-olok wabah virus corona atau covid-19.
Keluarga Buka Plastik Jenazah PDP Corona di Aceh
Plastik pembungkus jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Aceh dibuka oleh pihak keluarga dan dimandikan.
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.