LP Cipinang, Kisah Saat Dibesuk, Kopi Campur Autan, dan Kebutuhan Seks

Kisah Petrus Hariyanto, mantan Sekjen PRD, ketika mendekam di LP Cipinang sebagai tahanan Orde Baru karena dituding makar.
Para narapidana politik, termasuk Budiman Sudjatmiko dan Xanana Gusmao, bersama pembezuk berselfie ria di ruang besukan. (Foto: Dok. Petrus Hariyanto)

Ruangan menyerupai aula itu sudah terlihat rapi. Meja dan kursi panjang sudah ditata apik. Satu sap merapat ke tembok kiri, satu sap ke tembok kanan, satunya lagi berada di tengah ruangan. Di atas setiap meja diletakkan secarik kertas dengan tulisan nama masing-masing napol (narapidana politik).

Ruangan itu sudah siap menerima tamu yang akan membesuk para napol. Jadwal besukan seminggu dua kali, hari Rabu dan Minggu.

"Bung, PRD di sap pinggir kanan bersama Nuku Sulaiman ya," ujar bapak beramput putih tinggi agak gemuk itu kepadaku.

Satunya lagi lebih memprihatinkan, minum kopi dicampur autan. Pikiran bisa tenang karena mabuk zat yang terdapat dalam krim anti gigitan nyamuk tersebut.

Bapak itu lalu memperkenalkan dirinya Pak Asep Suryaman, Napol PKI (Partai Komunis Indonesia). Sedangkan Nuku Sulaiman yang disebutnya aku sudah mengenalnya. Sebelum tertangkap pada tahun 1993, karena kasus stiker "Soeharto Dalang Segala Bencana (SDSB)", aku pernah dua kali berjumpa dengannya.

Baca juga: Saat Pertama Masuk LP Cipinang

Nuku Sulaiman berbadan tinggi besar, mahasiswa Unas (Universitas Nasional) Jakarta, aktif di gerakan mahasiswa. Dia adalah salah satu pendiri Pijar.

Hari Rabu ini, pertama kalinya kami berada di ruang besukan. Kami berlima diantar Fauzi Isman. Fauzi mengatakan kalau Pak Asep ini koordinator besukan napol.

"Sejak pagi tadi beliau sudah berada di tempat ini untuk mengawasi tamping besukan menyapu ruangan, menata meja dan kursi," katanya.

Semakin lama semakin banyak napol yang berdatangan. Selain Fauzi Isman hadir pula Darsono dan Nur Hidayat, napol peristiwa Talangsari Lampung. Tiga napol Timor Leste yakni Fernando, Joao Freitas Da Camara, dan Xanana Gusmao juga sudah datang.

Hari ini pertama kalinya aku bertemu dengan Xanana Gusmao dan Joao Freitas Da Camara. Kami saling memperkenalkan diri.

Selain Pak Asep, ada empat Napol G30S lainnya. Yang paling terkenal dan sering nongol di media massa adalah Pak Latief. Pak Latief yang saat itu berpangkat Kolonel adalah salah satu pimpinan penculikan para jenderal angkatan darat dalam Peristiwa G30S pada tahun 1965.

Ada satu anggota Pasukan Cakrabirawa, yang saat itu menculik dan menembak MT Haryono, namanya Pak Bungkus. Saat peristiwa itu pangkatnya sersan mayor.

Ada juga prajurit angkatan udara, Pak Natanael Marsudi. Pak Bungkus dan Pak Natanael Marsudi divonis hukuman mati, seperti Pak Asep.

Yang keempat adalah mantan Sekjen (Sekretaris Jenderal) Pemuda Rakyat (PR), ormas undebrouw PKI. Beliau bernama Pak Sukatno. Tidak datang ke ruang bezukan karena terkena stroke, keseharian berbaring di tempat tidur.

Yang paling membahagiakan bagi para napol ketika keluarga atau teman datang membesuk. Nuku Sulaiman langsung undur diri dari kami semua ketika pacarnya datang. Mereka berdua langsung melepas kangen, mojok ngobrol berdua.

Ketiga napol Kasus Lampung hari ini juga dikunjungi oleh masing-masing istrinya. Darsono membawa kendi berisi air putih dari sel untuk disuguhkan kepada istrinya. Aku membayangkan betapa nikmat dan segarnya menenggak air kendi yang dinginnya alami itu. Sudah lama aku tak menjumpai tempat air minum orang kampung di Jawa itu.

Fauzi langsung melahap kue yang dibawa istrinya. Sebelumnya, Fauzi pernah bercerita kalau awal-awal di LP Cipinang dia sering memberi istrinya uang setiap kali dibesuk. Jumlahnya lumayan banyak, mencapai Rp 300.000, hasil jualan gorengan di dalam penjara.

"Walau saya di penjara, tapi masih bisa menafkahi istri," ujarnya ke aku dengan tertawa.

Pak Mochtar dikunjungi oleh Istri dan anak perempuannya yang masih belia. Bagi Ketua SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) ini, hidup dipenjara sudah tidak asing lagi. Pada tahun 1994 ia pernah mendekam di LP Tanjung Gusta Medan dengan dakwaan melakukan pemogokan buruh.

Sedangkan Fernando dikunjungi pacarnya. Tempat meja besukannya paling pojok, sehingga terbebas dari gangguan napol lain yang berlalu lalang.

Tak Jadi Ditembak Mati

Semua Napol G30S hari ini tidak dibesuk oleh keluarganya. Keluarga mereka tinggal sangat jauh dari Jakarta. Seperti Pak Asep keluarganya tinggal di Tasikmalaya, sedangkan Pak Bungkus ada di Besuki, Jatim. Rata-rata mereka datang berkunjung saat hari raya.

Tetapi, hari ini mereka tetap bahagia karena kedatangan Ibu Ade Rostina Sitompul. Bagi mereka Ibu Ade adalah keluarganya. Mereka berbicara begitu lepas dan hangat.

Ibu Ade Rostina adalah penerima Yam Thiam Hiem Award tahun 1995. Sudah bertahun-tahun, Ibu Ade Rostina sangat gigih merawat para napol, khususnya Napol G30S. Bukan hanya di LP Cipinang saja, ia juga rajin mengunjungi berbagai penjara lainnya.

Baca juga: Disiksa Dulu Sebelum Masuk ke LP Cipinang

Ibu Ade, begitu para napol memanggilnya, juga seorang aktivis HAM yang sangat gigih menentang hukuman mati. Setahun kemarin (1995), Pak Bungkus dan Pak Natanael Marsudi akan dieksekusi mati di hadapan regu tembak. Bu Ade dan aktivis HAM lainnya gencar menentang eksekusi tersebut. Nyatanya, hari ini kedua napol itu masih tertawa lepas.

Atas segala pengapdiannya yang tak kenal lelah itu, pada tahun 1995 ia mendapat Yap Thiam Hiem Award dari Yapusham.

Sedangkan kami sendiri dikunjungi Pak Lilik dan istrinya. Mereka berdua adalah orang tua Ken Budha. Tangan kanan kiri mereka berdua menenteng tas plastik, berisi bahan sembako untuk diberikan kepada kami. Sembago itu sangat kami butuhkan di dalam penjara.

Pak Lilik dan istrinya menjadi orang tua baru bagi kami bertiga. Sampai hari ini aku belum dibezuk. Ibu dan saudaraku tinggal jauh di Ambarawa. Putut juga sama, orang tuanya ada di Wonosobo. Sedangkan Victor diasuh orang tua angkat, tapi mereka tidak mengetahui kalau dirinya saat ini ditahan di LP Cipinang.

Walau kami bertiga jauh dari orang tua, tapi banyak yang membantu kehidupan kami di dalam penjara. Setelah Pak Lilik, kemudian datang Pak Gustav Dupe.

Pak Gustav Dupe adalah pekerja sosial dari Pokja Pelayanan Penjara PGI (Persekutuan Gereja Indonesia). Misi lembaga tersebut menolong para orang-orang yang sedang menjalani kehidupan di penjara, termasuk pelayanan rohani bagi yang beragama Kristen.

Pak Gustav Dupe sendiri mantan napol. Kehidupannya kini diabdikan untuk kegiatan kerohanian dan sosial. Beliau juga aktif mengkampanyekan pembebasan tapol/napol.

LP CipinangSri Bintang Pamungkas setelah dibebaskan Presiden Habibie membesuk para napol di LP Cipinang. Sri Bintang sedang orasi di ruang besukan. (Foto: Dok. Petrus Hariyanto)

Selain Pokja Pelayanan Penjara PGI, hari itu juga kedatangan Mindo Rajagukguk dari Yayasan Hidup Baru. Yayasan ini dipimpin oleh Yopie Lasut, aktivis angkatan '74. Yayasan ini membantu napol, baik yang dipenjara atau sudah bebas.

Lembaga-lembaga semacam ini, kata Fauzi, akan memberi suport logistik kepada para napol. "Nanti kalian akan banyak dibantu dari luar, baik institusi maupun perorangan," kata Fauzi beberapa hari yang lalu.

Berbagai informasi keadaan di luar penjara bisa kami dengar dari para pembezuk. Kami sangat haus akan informasi yang sedang terjadi, utamanya tentang perkembangan politik.

Di ruang besukan inilah sejenak kami ingin melupakan kehidupan di dalam penjara. Empati dan perhatian berbagai pihak sungguh membuat kami bahagia.

Kolektifitas

Setelah selesai waktu sholat magrib, voorman (napi pemuka blok) dan juru tulis sibuk meminta para napi untuk segera masuk kamar. Satu persatu pintu sel ditutup dan digembok dari luar.

Setelah selesai semuanya, giliran vaste (sipir penjara) blok mulai mengabsen jumlah napi yang ada di masing-masing sel.

"Kamar ini sudah lengkap," tanya vaste kepada kami berempat sambil membawa alat tulis dan kertas.

Kami langsung menampakan diri di hadapan vaste yang berdiri di luar pintu sel dan menjawab lengkap.

Mulailah semua penghuni LP Cipinang, yang disebut warga binaan, menjalani kehidupan malam di dalam sel. Terkurung, tidak bisa kemana-mana, bahkan untuk melihat bulan dan bintang di malam hari pun tidak bisa.

Selama 12 jam ke depan mereka akan disekap dalam kamar sel. Dituntut pandai-pandai berinteraksi dengan sesama anggota sel. Bersikap sembrono akan memicu keributan sesama penghuni.

Rata-rata mereka baru bertemu di dalam penjara, belum saling mengenal karakter satu dengan lainnya. Perbedaan karakter ini sering memancing pertengkaran di dalam sel.

Biasanya, bila susah didamaikan, voorman akan memindahkan salah satu dari mereka yang dianggap buat keributan ke sel lain. Bila masih tetap membuat keributan, akan dibuang ke penjara lain. Rata-rata napi takut kalau dipindah ke LP Cirebon atau LP Nusakambangan.

Malam ini kami berembug untuk mencari pola mengatur kehidupan kami di dalam sel. Kami sepakat semua barang yang diperoleh di ruang besukan adakah milik bersama, perlu diatur penggunaan barang.

Tadi sore, Putut membeli lemari kayu dari napi yang esok hari akan bebas. Agar tertib, seluruh barang ditaruh di dalam lemari. Putut dipercaya memegang kunci dan mengatur keluar masuk barang.

Khusus napi Afrika kasus narkoba, yang membesuk biasanya perempuan seksi. Kata para napi mereka adalah perempuan bayaran

Kami berempat juga sepakat tidak akan membawa uang. Uang dikumpulkan jadi satu dan menjadi milik bersama. Ken Budha dipercaya memegang keuangan. Rokok juga diatur, setiap hari masing-masing mendapat jatah sebungkus.

Bersih-bersih ruangan dan memasak makanan juga dijadwal. Semua mendapat tugas dan tanggung jawab yang sama.

Semua itu kami tetapkan demi kebersamaan dan kolektifitas, agar tidak terjadi kecemburuan karena yang satu memiliki uang dan barang begitu banyak sementara yang lain tidak.

Kopi Campur Autan

Sebagai tahanan politik, kami sangat beruntung mendapat suport dari luar penjara. Sedangkan napi kasus pidana umum (kriminal) banyak yang terlantar di dalam penjara.

Yang terlantar biasanya sudah dibuang oleh keluarganya, tidak pernah dibesuk sama sekali. Para napi menyebutnya "anak buangan". Yang masih dibesuk tapi jarang sekali, bahkan ada yang setahun sekali disebut "anak ilang".

Tanpa uang dan tanpa pasokan logistik mereka menjadi napi "kasta rendah". Makannya tergantung pasokan dari dapur, istilahnya makan nasi cadongan.

Mereka harus mengambil dari dapur sehari tiga kali. Sekali ambil langsung satu drum besar, untuk dibagi satu blok. Harus diangkat minimal dua orang dengan cara dipikul dengan kayu.

Jangan ditanya rasanya, yang penting bagi mereka perut tidak keroncongan. Ironisnya, daging yang mereka peroleh seminggu dua kali dijual untuk membeli rokok.

LP CipinangBudiman Sudjatmiko memberi sambutan kepada tamu tamu yang membesuk. (Foto: Dok. Petrus Hariyanto)

Tanpa asupan protein tubuh mereka pucat dan kurus. Tapi mereka lebih memilih menghisap rokok kretek cap "Minak Jinggo" daripada kecukupan gizi. Asupan asap tembakau bagi mereka lebih berguna. Asap itu bila masuk ke tubuh membuat pikiran mereka lebih tenang di penjara.

Bila ingin mencari ketenangan lebih dalam lagi mereka mabuk. Ada dua cara paling populer mabuk di dalam penjara dengan biaya murah. Mereka bisa melakukan dengan cara menghirup lem aibon. Caranya, ketika tutup kaleng lem aibon dibuka langsung dihirup isinya ke dalam hidung, membuat mereka fly.

Satunya lagi lebih memprihatinkan, minum kopi dicampur autan. Pikiran bisa tenang karena mabuk zat yang terdapat dalam krim anti gigitan nyamuk tersebut. Jangan ditanya bahayanya, zat tersebut berdampak merusak ginjal.

Kalau yang berduit bisa menggunakan narkoba untuk menenangkan diri. Rata-rata sudah kecanduan sebelum mereka dipenjara. Berbagai cara mereka mendapatkan barang itu dengan cara-cara kladestin atau bawah tanah.

Baca juga: Hari Kedua di LP Cipinang, Seharian Kami Tak Makan

Mabuk adalah sarana bagi mereka melupakan sementara kepedihan hidup di penjara.

Bagi yang susah tidur di malam hari tapi tak punya duit, biasanya mereka datang berobat ke rumah sakit yang ada dalam LP Cipinang.

Banyak napi mengatakan sakit apapun dokter LP hanya akan memberi obat CTM. CTM diminum agar ngantuk, bisa tidur di malam hari.

Kebutuhan Seks

Di blok kami (3E) ada dua napi "anak ilang". Mereka berdua beruntung tidak hidup di blok yang ganas. Tapi, konsekuensinya mereka harus menjadi kurve blok kami.

Kurve itu semacam pembantu umum di blok. Mengerjakan semua pekerjaan yang disuruh voorman. Semakin tega dan kejam si voorman semakin berat kerja si kurve. Kalau aku menilai itu menyerupai perbudakan, karena tenaganya diperas, tidak digaji hanya diberi makan semata.

Yang satu bernama Slamet, satunya lagi bernama Piyik. Dua-duanya ditembak polisi ketika tertangkap. Si Slamet, sopir bajaj, berkelahi mengakibatkan lawannya mati. Di bawah tempurung kaki kanannya ditempel pistol lalu didor. Akibatnya, kakinya sampai sekarang bengkok.

Si Piyik ditembak di bagian dada persis dekat engsel tangan kanannya. Sampai hari ini, nanah tak henti-hentinya keluar dari bekas luka tembakan. Aku sebenarnya heran luka bernanah itu tidak membuat dia terinfeksi. Si Piyik hidupnya normal-normal saja. Bahkan, Piyik sanggup melakukan pekerjaan yang sangat berat.

Ada juga napi yang tidak pernah dibesuk, karena dia jagoan akhirnya punya pengaruh, menjadi penguasa di lingkungan bloknya. Bahkan, mampu menjadi voorman, yang menerima "pajak" dari para napi yang dipimpinnya. Atau melakukan pemerasan kepada napi yang lain, yang tidak punya kekuatan tapi banyak duit.

Ada juga napi yang beruntung karena punya duit, atau juga karena disuport oleh keluarganya secara berlimpah. Hidupnya sangat kontras dibandingkan napi "anak buangan" dan "anak ilang".

Seperti napi warga negara Afrika, biasanya terkena kasus narkoba. Hukuman mereka rata-rata berat, tapi mereka umumnya sejahtera. Mereka berkelimpahan uang di penjara.

Biasanya, jam besuknya di sore hari, di luar aturan waktu besukan. Tentu saja mereka harus membayar tarif tinggi, sekitar Rp. 50.000,-.

Jam besukan umum dari Pukul 09.00 sampai Pukul 15.00. Pengunjung hanya membayar Rp 2.000. Tapi, tempat bezukannya padat dan tidak nyaman.

Napi Afrika dan napi kaya lainnya bisa dibezuk setelah jam itu dengan tempat khusus, lebih nyaman. Tempat besukannya disebut "besukan portir".

Khusus napi Afrika kasus narkoba, yang membesuk biasanya perempuan seksi. Kata para napi mereka adalah perempuan bayaran, seperti pacar bayaran. Bahkan, pada malam hari ada besukan untuk melepas kebutuhan seks.

Uang dan kuasa sangat menentukan kehidupan di penjara. Yang kuasa dan berduit bisa mendapatkan fasilitas lebih dan kehidupan yang nyaman di penjara dengan cara menyuap para sipir dan pejabat LP.

Sementara yang lemah dan tak berduit, mereka ditindas yang kuat. Benar-benar menderita hidup dalam penjara.

Walau kami tahanan politik dan narapidana politik, kami tinggal bersama dengan mereka. Tak ada jaminan kami akan aman-aman saja di dalam penjara. Harus pandai-pandai membawakan diri hidup di dalam penjara. []

*Petrus Hariyanto, Mantan Sekjen PRD

*Bagian 7 dari cerita berseri "Kisah-kisah di Balik Jeruji Besi"

Berita terkait
LP Cipinang dan Kisah 3 Pejuang Timor Timur
Kisah Petrus Hariyanto, mantan Sekjen PRD, ketika mendekam di LP Cipinang dan pertemuannya dengan para pejuang Timor Timur.
Dari LP Cipinang, Aku Mulai Sidang Perdana dengan Tuntutan Berlapis
Ketika mata terbuka yang terlihat tembok kumuh dan jeruji besi. Ternyata aku ada di penjara, LP Cipinang.
Hari Ketiga di LP Cipinang dan Cerita Pembantaian Talangsari
Hari ini hari ketiga aku mendekam di penjara Cipinang. Aku sudah berani keluar dari sel. Sudah mulai bersapa dengan sesama napi.
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.