Hari Kedua di LP Cipinang, Seharian Kami Tak Makan

Hangatnya mentari telah membangunkanku dari tidur lelap, hari kedua di LP Cipinang. Sinarnya begitu leluasa menerobos ke ruang sel.
Ilustrasi penjara (Foto: Slate)

Oleh: Petrus Hariyanto*

Hangatnya mentari telah membangunkanku dari tidur lelap. Sinarnya begitu leluasa menerobos ke ruang sel karena nyaris tanpa penghalang. Pintu dan jendelanya terbuka karena terbuat dari jeruji besi. Lagi pula, sel menghadap ke Timur.

Kulihat gembok di pintu sudah dibuka. Entah kapan sipir penjara membukanya. Di luar sel sudah begitu ramai, para napi terlihat lalu lalang. Kucoba membuka pintu, lalu pandangan kuarahkan ke kiri dan kanan.

Beberapa napi terlihat sedang mencuci pakain di tempat yang dibuat khusus untuk itu. Ada juga yang sedang bermain gitar tepat di seberang selku. Mereka memetik senar gitar itu sambil duduk di taman.

Di tengah taman terdapat fasilitas kursi dan meja terbuat dari semen bercat warna-warni. Lumayan asri, di sekelilingnya tumbuh tanaman hias yang indah dan menawan.

Sebelah kirinya terdapat kolam ikan, di pinggirnya berjejer pot dengan tanaman bonsai yang baru setengah jadi.

LP CipinangDi dalam sel, latar belakang kamar tidur (Foto: Dok. Petrus Hariyanto)

Ternyata blok ini mempunyai halaman, lebarnya sekitar tiga meter bila ditarik dari ruang sel. Sedangkan panjangnya mengikuti panjang deret sel lebih beberapa meter. Lalu terdapat tembok tinggi sebagai pembatas dengan areal lain di dalam LP.

Sungguh beruntung dapat menikmati indahnya halaman depan sel. Sewaktu aku ditahan di Gedung Kejaksaan Agung, hanya berkutat di dalam sel. Keluar jika diperiksa atau ke kamar mandi, itupun dengan pengawalan ketat.

Aku jadi paham kalau di LP Cipinang para penghuninya bisa keluar dari kamar dan melakukan aktivitas. Tidak suntuk seharian di dalam sel.

Hari ini hari kedua, aku masih ragu keluar sel dan berjalan-jalan untuk menjumpai napi lain. Aku harus mempelajari terlebih dahulu situasi di sini. Aku memilih memberesi barang yang dibawa dari Kejagung. Tak banyak, selain pakaian ada juga alat mandi.

"Pukul berapa ya kita dipanggil makan? Perutku sudah keroncongan. Ataukah mereka akan antar makanan ke sini? Kalau di Rutan Kejagung, jatah makanan dikirim ke sel," tanyaku ke Putut dan Ken Ndaru yang baru bangun tidur.

Mereka langsung menggelengkan kepala. Walau baru bangun tidur, tampak wajah mereka adalah wajah orang kelaparan seperti diriku.

"Kalau aku melihat film-film produksi Hongkong, saat makan para napi dikumpulkan dalam satu ruangan. Film Barat juga, bahkan digambarkan sering terjadi keributan sesama napi di ruang makan karena berebut jatah makan," ujarku.

Mereka berdua sama pikirannya denganku. Kata mereka di LP Cipinang napinya begitu banyak, makannya dikumpulkan jadi satu, tidak mungkin dikirim ke masing-masing sel.

"Aku sudah bosan dengan menu penjara. Di tempat kami, di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sampai terkumpul telur asin satu ember. Sudah bosen makan telur asin melulu. Telur asin itu malah sering kita jadikan bahan lempar-lemparan," ujar Ken Ndaru sambil tertawa kecil.

Nama lengkap mahasiswa IPB dan pengurus SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi) Cabang Jabotabek ini adalah Ken Budha Kusuma Ndaru. Sebelum ditahan di LP Cipinang, Ia bersama Putut Ariontoko (SMID Purwokerto) dan Viktor da Costa Pinto (SMID Jabotabek) ditahan di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 

Selain mereka bertiga, ada juga Suroso (Pengurus SMID Cabang Jabotabek), Yokobus Eko Kurniawan (Pengurus Pusat PRD), Ignatius Damianus Pranowo (Sekjen Pusat Perjuangan Buruh Indonesia). Mereka dipindah ke Rutan Salemba menemani Budiman Soedjatmiko dan Garda Sembiring (Ketua SMID Cabang Jabotabek). Sedangkan Anom Astika (Pengurus Pusat PRD) dan Wilson (Pengurus PPBI) masih ditahan di Kejagung.

"Kalian satu sel ya? Enak dong tidak sendirian?" tanyaku dengan nada iri.

"Kami ditempatkan di beberapa sel, tapi ruang sel kami saling berhadap-hadapan. Bisa saling melihat, hanya berjarak satu meter," jawab Putut.

"Hampir setiap malam, selepas diperiksa kami main catur. Papan caturnya harus dua buah. Masing-masing pemain meletakan papan catur di depan sel mereka masing-masing. Bila salah satu pemain menggerakan kuda, lawannya yang di seberangnya juga menggerakan kuda yang sama, begitu sebaliknya. Asyik, kan?" kata Ndaru sambil tertawa.

Aku sendiri sempat ditahan bareng dengan Garda Sembiring dan Budiman Soedjatmiko, tapi hanya sebulan. Lantas dipindah, ditahan seorang diri di Gedung Bundar selama tiga bulan.

Kami bertiga ditempatkan di ruang bawah tanah, Gedung Pidana Umum (Pidum). Ruangan selku bersebelahan dengan Garda. Sel Budiman ada di seberang sel kami berdua. Kami bisa saling melihat dan menyapa.

LP CipinangPara napi saat foto bersama di LP Cipinang (Foto: Dok. Petrus Hariyanto)

Setiap malam kami melakukan rapat walau ngomongnya harus sedikit berteriak. Rapat menentukan skenario menghadapi pemeriksaan BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

Kadang kalau jenuh, kami bernyanyi bareng. Tak peduli suara kami begitu keras dan mengganggu Pamdal (Pengamanan Dalam) Kejagung. Dengan menyanyi rasa stres berkurang.

Ternyata, di ruang sel Garda ada ventilasi kecil. Dia mendengar suara Mochtar Pakpahan (Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia), tapi tidak bisa melihat. Bila Mochtar main gitar, Garda ikut bernyanyi. Lantas mendorong aku dan Budiman ikut bernyanyi pula, sambil berdiri dengan kedua tangan memegang jeruji besi.

Itulah bentuk komunikasi kita dengan Mochtar Pakpahan yang selnya beda ruangan.

Kamar mandi ada di luar. Kalau mau mandi dan BAB (Buang Air Besar) tinggal teriak pak petugas. Mereka muncul dan akan mengawal kami ke kamar mandi

Aku sering diam-diam mampir ke ruangan sel mereka berdua, tanpa mereka sadari. Kalau Garda seringnya melakukan olahraga push up dan baca buku. Aku sering memergoki Budiman memakai peci dan sarung, duduk bersila dengan khusuk melantunkan ayat suci Alquran. Suaranya lirih nyaris tak terdengar, malu kalau aku dan Garda mengetahuinya.

Menunggu Makan Siang

Barang-barang sudah aku rapikan. Tiba saatnya mandi. Kamar mandinya ada di dalam sehingga tak perlu keluar.

Sedangkan WC berada di luar. WC-nya cukup unik, berderet memanjang. Satu dengan lainnya hanya dipisahkan tembok, tapi tetap tidak sepenuhnya. Bila sedang BAB, sesama napi bisa saling memandang, bahkan ngobrol. Kira-kira ada sepuluh deret.

Setelah selesai mandi, yang bisa kami lakukan hanya menunggu datangnya panggilan makan. Perut sudah tidak bisa diajak kompromi. Batas akhir jam makan pagi sudah lewat jauh. Kini menunggu panggilan makan siang. Tapi panggilan tak juga ada.

Aku putuskan pergi ke sel sebelah. Mencoba bertanya Pak Mochtar. Dia katakan tak menunggu makanan dari penjara.

"Aku tak mau makan dari sini. Di Kejagung aku juga tidak mau menerima pemberian mereka. Istriku yang akan bawa dari rumah untuk diantar ke sini. Mungkin dia belum tahu kalau aku dipindah kemari," ujar Pak Mochtar ketika kutanya kapan dipanggil makan oleh petugas.

Akhirnya Pak Mochtar mempersilahkan aku makan biskuit Khong Guan, sisa bekal dari Rutan di Kejagung. Lumayan buatku, bisa mengganjal perut.

Tiba-tiba ada napi masuk ke ruang sel kami. Dia menyapa dengan ramah. Orangnya hitam, berkumis. Badannya gede. Kesan pertama seram sekali mukanya. Ketika dia mulai berbicara, seketika runtuh kesan pertamaku. Bicaranya halus dan perangainya ramah.

"Bang mau tanya. Kapan kita dipanggil makan bersama-sama? Apa di Cipinang ini tidak ada jatah makan pagi?" tanyaku dengan mimik serius.

Sang napi bernama Hengky ini lantas tertawa terpingkal-pingkal mendengar pertanyaanku.

"Mas, di sini kita masak sendiri. Jatah dari sini nggak diambil sama kurve-nya (napi yang hidupnya menghamba kepada seluruh penghuni blok). Nggak ada yang mau," ujarnya sambil masih tertawa.

Lalu ia bercerita lagi kalau masakan penjara tidak layak dimakan. Menurutnya, cara memasaknya sungguh menyedihkan, hanya sayur dipotong-potong lalu dimasukan ke dalam tong besar yang airnya sudah mendidih.

"Cukup diberi garam. Sedangkan nasinya, dari beras yang kualitasnya paling jelek,"

"Sudah bau apek banyak kutunya lagi," katanya.

"Mas kepingin tau cara masaknya? Berasnya tanpa dicuci terlebih dahulu langsung dimasukkan ke dalam tong besar yang apinya menyala. Lalu disiram air lewat pipa plastik. Lantas diaduk sampai matang. Tapi sebagian matang sebagian tidak. Rasa nasinya apek sekali," ujarnya.

Lantas Hengky mengajak aku ke sel kamarnya. Dia sedang menunjukkan kalau dirinya sedang memasak. Ada kompor, wajan, panci. Peralatan masaknya lengkap.

"Mas bisa beli sayur dan bumbu ke blok 3F, sebelah kita. Kalau kita kan blok 3E. Yang punya warung juga napi, namanya Bang Jon. Dia orang Padang," ucapnya sambil mengupas bawang putih.

Aku kembali ke kamar selku. Kuceritakan ke Putut dan Ken Bunda. Kami bertiga langsung lemas. Dalam pikiran kami, hari ini jelas tak makan lagi. Tak punya alat masak, tak punya beras dan sayur. Uang sepersenpun tak ada pada kami.

Kenapa pihak Kejagung tidak memberitahu akan hal ini, sehingga pas pindah ke LP Cipinang sudah ada persiapan. Di tengah rasa lapar yang mendera aku teringat perkataan Pak Mochtar kalau istrinya mungkin mengirim makanan ke penjara. Tapi sudah pukul empat sore tak ada kabar beritanya.

Dalam situasi kelaparan begini, aku memilih tidur. Siapa tahu dalan mimpi aku ketemu makanan yang lezat. []

*Petrus Hariyanto, Mantan Sekjen PRD

*Bagian 2 dari cerita berseri "Kisah-kisah di Balik Jeruji Besi"

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.