Jakarta - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari meminta agar wabah virus corona atau Covid-19 tidak dijadikan alasan terselubung pembebasan napi koruptor.
Dia menduga dalam masa darurat pandemi yang terjadi seperti saat ini ada sebagian pihak yang berkepentingan ingin mendompleng kebijakan melalui aturan yang dibuat, termasuk melalui langkah-langkah taktis lainnya.
"Covid-19 jangan ditunggangi kepentingan terselubung dan jangan jadi alasan pembebasan koruptor," kata Ahmad melalui siaran pers yang diterima Tagar, Minggu, 5 April 2020.
Baca juga: Pengamat Berharap Napi Koruptor Membusuk di Sel
Tak hanya itu, potensi penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang yang tanpa kontrol dan batasan, menurutnya nampak jelas di beberapa peraturan hukum yang berlaku.
"Kemudian muncul lagi rencana revisi PP No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang disampaikan oleh Yasonna Laoly dan menuai polemik di publik terkait adanya potensi pemerintah untuk mempermudah napi kasus korupsi mendapatkan remisi," kata dia.
Dia menyepakati bahwa tindakan korupsi tidak dapat disamakan dengan perbuatan melawan hukum lainnya di Indonesia.
"Kita semua sepakat bahwa korupsi adalah extraordinary crime; seperti halnya terorisme, narkoba, human trafficking, dsb; sehingga tidak bisa disamakan seperti kejahatan lain, karena telah merugikan keuangan negara, merusak sistem demokrasi, bahkan melanggar HAM," ucapnya.
Covid-19 jangan ditunggangi kepentingan terselubung dan jangan jadi alasan pembebasan koruptor.
Baca juga: Yasonna Laoly Geram Disebut Loloskan Napi Koruptor
Lantas, dia kembali menegaskan agar Covid-19 tidak dijadikan alasan bagi pemerintah untuk membebaskan para pelaku korupsi.
"Jadi jangan jadikan alasan kemanusiaan tanpa dasar dengan mempermudah napi korupsi untuk terbebas dari masa hukumannya, dan sikap kami tegas menolak hal tersebut!" kata dia.
Fathul meminta publik terus menyoroti isu pembebasan napi koruptor yang digulirkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, termasuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, seperti omnibus law.
"Baru saja kita melihat banyaknya catatan mengenai Perppu 1/2020 yang sebagian isinya sarat dengan kepentingan pihak tertentu, menjadi sarana memasukkan pasal omnibus law RUU Perpajakan yang banyak diperdebatkan," ujarnya. []