Kendengsidialit, Desa Sumber Atlet Takraw di Jepara

Di Desa Kendengsidialit, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, banyak anak bercita-cita jadi atlet sepak takraw. Bukan dokter, polisi.
Mandeg Suharno (kanan) menyemangati juniornya yang hendak bertanding pada kejuaraan provinsi Jawa Tengah, di GOR Welahan. Foto diambil Sabtu, 14 Desember 2019. (Tagar/Padhang Pranoto).

Jepara Bicara soal cita-cita, dokter dan polisi selalu menjadi favorit jawaban bagi anak-anak. Namun, di Desa Kendengsidialit, Kecamatan Welahan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, ada alternatif jawaban, yakni menjadi atlet sepak takraw.

Ya, menjadi atlet sepak takraw adalah mimpi bagi sebagian anak di wilayah agraris ini. Bukan tanpa sebab, dari desa ini banyak lahir pemain sepak bola rotan, yang mendunia. ‎

Viktoria Eka Prasetyo, Mandeg Suharno, Dini Mitasari, dan Evana Rahmawati. Empat nama itu, wakil kontingen Jawa Tengah itu, belakangan kondang, lantaran membawa pulang medali emas, perak dan perunggu, saat mengikuti ajang SEA Games XXX di Filipina. ‎Nah, empat atlet itu berasal dari Desa Kendengsidialit, dan atlet sepak takraw.

Tagar berbincang dengan Mandeg Suharno, akhir pekan lalu. Saat itu ia mengaku baru saja pulang dari Filipina. Memakai jaket biru dan celana pendek, ia nampak tanpa beban bercanda dan menyaksikan pertandingan sepak takraw di GOR Welahan. Maklum, hasil latihannya selama ini terbayar lunas. Ia dan rekannya Andi Saputra, menyabet medali emas di nomor double event.‎

Warga RT 06 RW 02 Desa Kendengsidialit itu menyebut, mulai mengenal takraw saat masih duduk di kelas 3 sekolah dasar. Awalnya, ia hanya melihat teman-teman dan kakaknya bermain, di lapangan desa.

Lalu saat di sekolah, guru olahraganya, Rifai, memberikan tantangan.

"Waktu itu, Pak Rifai memberikan tantangan pada saya dan anak-anak sekolah. Yang bisa timang-timang bola takraw, dapat hadiah sepatu. Wah dari situ saya tertarik dan mencoba. Eh bisa. Padahal sebelumnya tidak pernah. Mungkin terbiasa lihat ya," kenang Mandeg. ‎

Dulu takraw dianggap sebelah mata. Bahkan ada orang tua yang tak setuju anaknya bermain takraw.

Sepak Takraw JeparaKejuaraan sepak takraw tingkat Provinsi Jawa Tengah di GOR Welahan, Sabtu, 14 Desember 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Ia mengaku, sempat punya tiga pasang sepatu yang diberikan oleh pelatih dan sekolah karena memenangi event takraw. ‎

‎Dari tantangan dan iming-iming hadiah sepatu itulah, Mandeg akhirnya serius menekuni takraw. ‎Sampai akhirnya, ia masuk dalam program beasiswa takraw di Kota Salatiga. Sambil bersekolah di SMP, ia fokus mengikuti porsi latihan.

Hingga SMA, ritme latihan dan bertanding menjadi keseharian Mandeg. Medali demi medali pun ia peroleh dari ketekunannya. Hingga akhirnya, ia pun bisa berkuliah di jurusan keolahragaan Universitas Negeri Semarang (Unnes), berbekal prestasinya.

"Di Unnes itu sampai semester lima. Setelah itu, saya mendaftar di ketentaraan. Alhamdulillah diterima di Angkatan Darat,"‎ tuturnya.

Di dunia militer, ia sempat mandek beberapa tahun dari dunia takraw. Latihan dan kewajibannya sebagai tentara, menyita waktunya.

Tiga tahun lamanya Mandeg, nyaris tidak pernah menyentuh bola rotan. Hingga akhirnya pada 2016, ia kembali berlaga di PON mewakili kontingen Jawa Tengah.

"Sempat berhenti sekitar tiga tahun, lalu akhirnya bermain lagi. Dapat emas. Akhirnya sejak itu saya pindah ke satuan tugas, ke Kodim 0719 Jepara. Setahunan sudah saya bertugas di Kodim Jepara," ujarnya.

Sepak Takraw JeparaKejuaraan sepak takraw tingkat Provinsi Jawa Tengah di GOR Welahan, Sabtu, 14 Desember 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Cerita hampir serupa dialami Evana Rahmawati. Pesepak takraw perempuan itu, kini bertugas sebagai polisi di Polres Jepara. Menurutnya, olahraga ini sudah mendarah daging di keluarganya.

Bak peribahasa, ala bisa karena biasa, Evana awalnya menyukai takraw karena pengaruh keluarganya.

"Kakak saya juga menekuni takraw. Jadi saya tertarik," ucap warga Kendengsidialit itu.

Awalnya Tak Didukung

Kemunculan sepak takraw di Desa Kendengsidialit, berawal di awal tahun 1980. Diawali dari sebuah sosialisasi olahraga sepak bola rotan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kemudian terjadilah demam olahraga itu. Lantaran, wilayah Kecamatan Welahan, dikenal sebagai pusat kerajinan rotan.

Desa Kendengsidialit sendiri dapat ditempuh dengan perjalanan darat, sekitar 45 menit, dari pusat Kota Jepara. Wilayah ini lebih dekat ke perbatasan Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Secara kontur wilayah, desa ini dikelilingi areal persawahan. ‎Luas areal persawahan di desa itu mencapai 107 hektare. Selain bertani, sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai perajin besek atau tusuk sate.

Sepak Takraw JeparaRifai (baju merah) pelatih senior sepak takraw asal Welahan, yang menjadi pionir permainan ini di wilayah Jepara. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Rifai, seorang guru SD di Kendengsidialit, yang juga pionir atlet takraw di kampung itu, bercerita. ‎

"Waktu itu di tahun 1982 ada penataran tentang sepak takraw di sini, di Welahan, lalu bolanya dari rotan saya bawa ke Desa Teluk penghasil kerajinan rotan dan saya suruh membuat persis seperti itu. Nah, karena kemudahan menjangkau bola, sehingga olahraga ini cenderung meluas ke seluruh daerah di Jepara. Dulunya yang main hanya di lingkungan keluarga saya kemudian ya sampai sedesa," tutur pria 56 tahun itu.

Menurutnya, kini hanya Kecamatan Welahan, khususnya Desa Kendengsidialit yang masih mempertahankan tradisi sepak takraw. Selain kemudahan dalam mendapatkan bola, fasilitas olahraga ini juga sudah cukup memadai.

"Kalau dulu bolanya dari rotan, orang Welahan kan gampang dapatnya, beli dari tetangga murah. Tidak seperti di kecamatan lain. Ya satu di antaranya karena itu alasannya mengapa hingga kini takraw berkembang di Kendengsidialit," ujarnya.

Hal itu diamini Sekretaris PSTI Jepara, Suko Hartono. Namun, tidak lantas olahraga takraw berjalan mulus.

"Dulu takraw dianggap sebelah mata. Bahkan ada orang tua yang tak setuju anaknya bermain takraw. Karena pulangnya pasti pas Magrib. Kan di sini budaya ngaji masih kental. Nah kalau latihan, pasti telat ngajinya. Namun, sekarang tidak demikian. Banyak orang tua yang mendukung, karena takraw bisa menjadi jembatan karier. Banyak contohnya," tutur Suko, yang juga mantan pesepak takraw nasional itu.

Sepak Takraw JeparaGOR Sepak Takraw Kabupaten Jepara. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Ia mencontohkan, dari empat atlet yang pernah membela timnas sepak takraw, kini sudah mendapatkan pekerjaan mapan. Mandeg dan Dini kini bertugas sebagai tentara, Evana menjadi polisi dan Viktor menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Kemenpora.

Di luar itu, penghargaan kepada atlet berprestasi, kini dirasa cukup layak. Di tahun ini saja, peraih emas di nomor double, bisa mendapatkan bonus hingga Rp 300 juta.

‎Ia mengatakan banyak atlet takraw yang kini mendapatkan pekerjaan tetap berkat olahraga ini. Selain itu, penghargaan terhadap prestasi atlet kini semakin membaik. Oleh karenanya, banyak orang tua yang mendukung anak-anak mereka bermain takraw.

Terkait pembibitan atlet, menurutnya tidak ada masalah. Bahkan, atlet dari Jawa Tengah terhitung cukup kuat diantara di wilayah-wilayah lain di provinsi itu.

‎Hingga kini, setidaknya sudah ada belasan atlet dari Kecamatan Welahan, khususnya Desa Kendengsidialit yang pernah memperkuat tim nasional. Di tahun ini, Provinsi Jawa Tengah mengirimkan empat wakil atlet takraw, yang seluruhnya berasal dari Kendengsidialit.

Gunawan Budi Santoso, 11 tahun, seorang pesepaktaraw cilik asal Kendengsidialit mengaku termotivasi prestasi senior-seniornya. Mulai berlatih sejak umur tujuh tahun, ia kini memperkuat tim senior kontingen Kecamatan Welahan.

Saat ditemui di GOR Welahan, ia mengatakan, "Cita-cita saya ya bisa menyamai Mas Viktor (Viktor Eka Prasetyo) dan Mas Mandeg. Menjadi pemain nasional, prestasinya juga bagus." []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Kisah Lettu Erizal, Tiga Alumni Akmil Satu Keluarga
Lettu Inf Erizal Zuhri Sidabutar adalah putra dari anggota Polri yang bertugas di Polres Dairi, Aiptu Rukur Sidabutar.
Memburu Sunset di Taman Tebing Breksi Sleman
Ada yang asyik berfoto dengan spot pahatan naga raksasa. Ada yang sabar menanti sunset tiba. Ikuti perjalanan Tagar di Taman Tebing Breksi Sleman.
Rumah Angker Bekas Tempat Pembunuhan di Bantaeng
Tinggal bersebelahan dengan rumah bekas tempat pembunuhan di Bantaeng, berdampak psikologis luar biasa bagi pasangan suami istri, Robi dan Ira.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.