Memburu Sunset di Taman Tebing Breksi Sleman

Ada yang asyik berfoto dengan spot pahatan naga raksasa. Ada yang sabar menanti sunset tiba. Ikuti perjalanan Tagar di Taman Tebing Breksi Sleman.
Area wisata Taman Tebing Breksi dulunya merupakan lokasi tambang Batu Breksi, kini menjadi objek wisata. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman - Pahatan berbentuk naga di tebing batu Breksi menjadi spot favorit pengunjung. Mereka silih berganti berpose dengan latar belakang naga batu tersebut. Posisi naga batu itu seperti sedang meluncur turun. Kepalanya berada di bawah, layaknya ular yang siap melahap mangsa di bawahnya.

Mungkin khayalanku terlalu tinggi, atau bisa jadi itu akibat tubuhku yang mulai dehidrasi. Wajar saja, sore itu matahari bersinar cukup terik. Peluhku mengucur deras, dan tenggorokanku terasa kering.

Hari itu, Kamis, 12 Desember 2019, beberapa unit mobil jip melintas di depan relief naga dan para pengunjung. Gesekan antara rodanya dengan tanah kering menimbulkan debu, yang kemudian melayang tertiup angin.

Beberapa pengunjung yang berpose di depan mulut naga, menutup wajah mereka dengan ujung jilbab. Sebagian lain menutupnya menggunakan telapak tangan. Lalu, mereka kembali berpose setelah butir-butir debu menjauh terbawa angin.

Setelah puas berpose dengan naga batu, tak jarang para pengunjung menaiki tangga di samping naga itu, menuju lokasi patung semar berperut buncit, lalu kembali berfoto.

Kita lagi menunggu sunset. Saya sama dia sudah sering ke sini, tapi memang khusus untuk lihat sunset.

Breksi SlemanRelief berbentuk naga menjadi spot foto favorit pengunjung Taman Tebing Breksi, Kamis, 12 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dari lokasi patung semar, kolam ikan dengan air berwarna hijau lumut terlihat apik. Sepasang pengunjung berswafoto di jembatan di atas kolam itu. Bayangannya terpantul pada air.

Seperti tak puas hanya menaiki anak tangga di samping relief naga, mereka juga menapaki anak tangga di belakang naga batu.

Aku tertawa dalam hati, saat seorang perempuan muda terpekik kecil melihat burung hantu di tiang dekat tangga. Burung itu bukan burung liar. Pemiliknya sengaja menaruhnya di situ sebagai objek foto dengan pengunjung.

Di bagian atas tebing batu, tidak ada pahatan atau patung-patung. Hanya pepohonan dan spot foto dengan latar belakang pemandangan alam. Cukup indah, terlebih saat matahari perlahan turun ke sebelah barat.

Di bawah sana, masih ada spot indah lain untuk berswafoto, berupa panggung terbuka berbentuk lingkaran. Tapi, kakiku mulai enggan menapak untuk menuju ke sana. Aku cuma memandanginya dari kejauhan.

Breksi SlemanJembatan di atas kolam ikan di Taman Tebing Breksi sering dijadikan spot foto. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bekas Tambang Batu Breksi

Aku memilih untuk melangkah menuju kantor pengelola Taman Tebing Breksi. Letaknya di ujung area wisata, di bawah musala dan food court.

Saat Ketua Pengelola Taman Tebing Breksi, Kholik Widianto, menjelaskan kondisi awal tebing sebelum dipahat, aku membayangan tebing bebatuan yang luas dan memanjang. Aku yakin itu tidak akan menarik untuk dikunjungi.

Sambil berkisah, Kholik menyulut sebatang rokok kretek, lalu menyilakan aku untuk meminum sebotol air kemasan. Aku menolak halus, tapi dia tertawa. Sepertinya peluh di wajahku tak mampu berbohong bahwa aku sedang kehausan dan dehidrasi.

Dengan sedikit malu, aku membuka tutup botol dan meminum airnya. Rasa dingin dan sejuk mengalir di tenggorokanku.

Kholik melanjutkan ceritanya. Kata dia, dulunya, pada tahun 1980-an, lokasi itu merupakan tambang batu Breksi, yang ditambang oleh warga sekitar. Batu Breksi adalah sejenis batuan sedimen.

"Ditambang sejak tahun 1980-an. Sampai sekarang pun masih ditambang, tapi dalam skala penataan atau pembentukan tempat. Jadi kita buat jadi lebih rapi," ucapnya.

Batu breksi digunakan untuk pondasi, batako rumah, buis sumur, serta bahan dasar relief atau patung. Bahkan, isian candi di sekitar lokasi juga menggunakan batu breksi. "Bahkan sampai ke Kotagede dan Borobudur. Patung breksi kebanyakan pangsa pasarnya ke Eropa, seperti Belanda," lanjutnya.

Breksi SlemanKepala Pengelola Taman Tebing Breksi, Kholik. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Waktu itu, tambang batu Breksi di situ sering dijadikan sebagai lokasi penelitian geologi. Hingga pada 2014, dirumuskan oleh tim perumus dari UPN Veteran, dan kawasan itu ditetapkan menjadi geoheritage di Yogyakarta, melalui SK Kementerian ESDM pada 2 Oktober 2014.

Setelah menjadi geoheritage, pertambangan harus dihentikan. Tapi muncul pro dan kontra, karena itu merupakan pekerjaan pokok warga setempat. Hanya saja, pro dan kontra itu tidak sampai mencuat. Semua diselesaikan dengan cara musyawarah.

Pemerintah pun memberi tenggat waktu selama setahun untuk menghentikan penambangan. Sambil beberapa warga mulai memahat tebing yang masih ada.

Pemerintah kemudian membangunkan sarana dan prasarana saat melihat potensi untuk dijadikan destinasi wisata, termasuk panggung terbuka. "Setelah itu pengunjung semakin banyak, dan dianggap ini prospeknya bagus, jadi dibangunkan masjid, food court, toilet, dan infrastruktrur yang lain," ujarnya.

Saat ini dari sekitar 20 hektare lokasi yang ada, baru sekitar 6,5 hektare yang sudah dikelola dan ditata, sehingga masih ada kurang lebih 6,5 hektare yang akan dibangun.

Breksi SlemanPengunjung Taman Tebing Breksi berpose dengan latar belakang pahatan berbentuk wayang, Kamis, 12 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Tarif Masuk Hanya Rp 5 Ribu

Lokasi Taman Tebing Breksi yang cukup jauh dari jalan utama, tidak menyurutkan niat wisatawan untuk berkunjung. Apalagi tarif masuk ke tempat itu sangat terjangkau.

Kata Kholik, saat awal dibuka, warga setempat sebagai pengelola destinasi wisata itu tidak mematok tarif masuk. Pengunjung hanya wajib membayar tarif parkir. Sedangkan untuk tarif masuk, pengunjung memberikan seikhlasnya.

"Awal pengelolaan kita, tahun 2015-2018, cukup bayar parkir dan tiket masuknya sukarela," tuturnya.

Hanya saja, mulai banyak yang menyangsikan transparansi pencatatan pendapatan dari uang sukarela yang dibayarkan oleh pengunjung. Selain itu, pihak pengelola pun merasa tidak enak dan tidak mau dicurigai.

Akhirnya, sejak awal 2019 pengelola mulai memberlakukan tarif masuk, agar administrasi menjadi lebih tertib, dan pendapatan bisa dihitung dengan pasti.

"Makanya sepakat di tahun 2019 diberlakukan tarif masuk, Rp 5 ribu per orang, parkir motor Rp 2 ribu, mobil Rp 5 ribu, minibus Rp 15 ribu, dan bus Rp 25 ribu," tambahnya.

Pendapatan dari destinasi wisata ini kemudian dikelola Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat, yakni Bumdes Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman.

Breksi SlemanPengunjung Taman Tebing Breksi di antara tebing bebatuan Breksi, Kamis, 12 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Dikunjungi 1,2 Juta Orang

Empat tahun sejak Taman Tebing Breksi menjadi objek wisata, lokasi itu semakin dikenal. Hampir setiap hari pengunjung membludak. Mereka bukan hanya berasal dari Yogyakarta dan sekitarnya, tapi juga dari luar Jawa.

Kata Kholik, mayoritas wisatawan berasal dari Jawa Barat dan Jabodetabek. Tapi sejak awal 2019 merambah ke Jawa Timur, mulai Surabaya, Jombang, Lamongan, Banyuwangi,dan beberapa daerah lain. Bahkan beberapa berasal dari luar Jawa, yakni Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Sulawesi.

Pengelola merasa optimistis bahwa pada akhir Desember 2019, jumlah pengunjung mencapai 1,5 juta orang.

"Jumlah pengunjung sejak Januari sampai Oktober 1,2 juta pengunjung. Prediksinya sampai akhir Desember bisa 1,5 juta orang," ujarnya.

Selain menikmati keindahan Taman Tebing Breksi, pengelola juga menyiapkan paket wisata untuk pengunjung yang ingin menikmati keindahan objek wisata lain di sekitar tempat itu. Paket wisata itu dikemas dalam bentuk trip menggunakan jip.

Ada tiga trip reguler yang bisa dinikmati wisatawan, yakni paket short trip atau pendek, dengan rute Taman Tebing Breksi, Candi Ijo, Watu Papal, dan Watu Payung.

Breksi SlemanKolam ikan yang ada di area Taman Tebing Breksi, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Kamis, 12 Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

"Kalau di Breksi bisa lihat sunset, kalau di Watu Patung yang bagus sunrise-nya. Tarifnya Rp 300 ribu," tuturnya.

Kemudian medium trip, dengan rute Taman Tebing Breksi, Embung Pandanrejo, Candi Barong, Spot Riyadi, Tebing Banyunibo, Candi banyunibo, dan Candi Ijo, dengan tarif Rp 400 ribu.

Yang terakhir adalah long trip, dengan rute Taman Tebing Breksi, Candi Banyunibo, Tebing Banyunibo, Rumah Dome, Bukit Teletubbies, Jati Plumprit, Bukit Plumprit, Watu Payung, dan Candi Ijo. Tarif untuk long trip sebesar Rp 550 ribu.

Tarif tersebut belum termasuk tiket masuk masing-masing objek wisata, kecuali tiket masuk Taman Tebing Breksi. Destinasi wisata yang sudah menetapkan tarif masuk adalah Candi Ijo, Candi Barong, Candi banyunibo dan Rumah Dome, besarannya Rp 5 ribu. Sedangkan lokasi lain memberlakukan pembayaran secara sukarela.

Kholik menambahkan, pihaknya memberlakukan aturan yang ketat terkait jumlah penumpang pada masing-masing trip, yakni hanya memuat empat jiwa, baik itu dewasa, anak-anak maupun bayi.

"Ini supaya sesuai standar keselamatan, karena asuransi kami hanya meng-cover empat jiwa," ujarnya.

Breksi SlemanPengunjung Taman Tebing Breksi ditargetkan mencapai 1,5 juta orang pada akhir Desember 2019. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sunset Jadi Daya Tarik

Seusai mendengarkan penjelasan Kholik, aku melangkah keluar dari kantor pengelola. Mataku memandang sekeliling, berharap ada sesuatu yang menarik untuk dikisahkan. Mungkin orang yang sedang memahat atau hal lain.

Tapi, pemandangan itu tidak kutemui. Hanya para pengunjung yang berfoto serta pengunjung lain yang menikmati kuliner di food court. Sejurus kemudian aku melihat sepasang pria dan wanita duduk di salah satu gazebo. Di atas meja mereka hanya ada dua botol air mineral.

Sebetulnya sejak tadi aku melihat mereka, tepatnya sejak keduanya memarkir sepeda motor. Tapi mereka sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya. Keduanya asyik mengobrol, tanpa memedulikan orang yang lalu lalang.

Seperti biasanya, aku mencoba berbasa-basi pada keduanya, berharap peruntunganku hari itu sedang baik. Aku menanyakan, kenapa mereka tidak berfoto atau menikmati keindahan tebing sore itu.

Rupanya mereka sengaja menunggu matahari tenggelam untuk memotret dan menikmati suasana romantis.

"Kita lagi menunggu sunset, Mas. Saya sama dia sudah sering ke sini, tapi memang khusus untuk lihat sunset," ucap si pria yang mengaku bernama Riki.

Pasangannya membenarkan. Kata dia, sunset di tebing Breksi sulit ditemui di tempat lain, karena di situ lokasinya sangat terbuka dan bisa melihat lampu-lampu yang menyala di kejauhan. []

Baca cerita menarik lain:

Berita terkait
Kenken, Burung Seharga Lebih Mahal dari Mobil Avanza
Belasan ekor burung beraneka warna itu terbang menuju langit biru. Satu di antaranya bernama Kenken, burung seharga lebih mahal dari mobil Avanza.
Eceng Gondok Bantul dan Lembah Pengangguran
Tikar dan tas keranjang beragam model dengan warna khas coklat eceng gondok itu menggunung di teras rumah di Bantul. Itu hasil keringat anak muda.
Jumat Soren, Ngepit Wanci Longgar di Yogyakarta
Komunitas pecinta sepeda ontel, Jumat Soren, kegiatannya tidak sekedar bersepeda. Di komunitas ini juga menjadi ajang paseduluran antar anggota.
0
Pemerintah Bentuk Satgas Penanganan PMK pada Hewan Ternak
Pemerintah akan bentuk Satgas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk menanggulangi PMK yang serang hewan ternak di Indonesia