Referendum Aceh, Wiranto: Motifnya Kalah Pemilu

Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf melontarkan isu referendum kepada masyarakat Aceh. Pisah atau ikut NKRI.
Mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf. (Foto: Antara/Irwansyah Putra)

Banda Aceh - Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf melontarkan isu referendum kepada masyarakat Aceh. Pisah atau ikut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menyikapi referendum ini, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyebut karena Muzakir Manaf kalah dalam pemilu. 

Isu referendum ini mendapat tanggapan masyarakat Aceh bernama Muzakir MK (31). Dia warga Aceh Utara. Dia mengatakan mendukung langkah eks Panglima GAM tersebut untuk melakukan referendum.

Muzakir mengaku kecewa terhadap pemerintah pusat Indonesia karena sejumlah butir MoU (memorandum of understanding) Helsinki tak kunjung terealisasi.

Lebih lanjut, dia menjelaskan satu di antara MoU yang belum terwujud yaitu Qanun dan Bendera Aceh. Hingga kini bendera tersebut belum dapat dikibarkan. 

"Kami tidak ingin Aceh kembali dikhianati oleh pemerintah Indonesia, cukup yang sudah-sudah," ujarnya.

Muzakir menilai referendum sudah menjadi hal yang harus dipertimbangkan untuk mendapat solusi terbaik bagi rakyat Aceh. Dia meminta pemerintah pusat tidak khawatir dengan wacana referendum.

"Pemerintah Indonesia tidak perlu ketakutan karena wacana referendum ada dua kemungkinan, pisah atau tetap bersama NKRI, ketika rakyat banyak memilih pisah berarti pisah. Kami meminta pisah secara demokratis, tidak secara kekerasan dengan mengangkat senjata," kata Muzakir.

Sementara itu, Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Rizki Ardial mengatakan pihaknya mendukung referendum jika memang itu kehendak rakyat Aceh bukan kepentingan elite tertentu.

"Apalagi referendum itu dibenarkan secara undang-undang, tidak ada yang salah dari gagasan tersebut. Jadi referendum tersebut merupakan hak konstitusional rakyat dalam hal ini rakyat Aceh sebagai bagian dari NKRI," kata Rizki, Jumat 31 Mei 2019.

Rizki menilai, wacana referendum itu bukan persoalan siapa yang harus berbicara. Akan tetapi bagaimana gagasan dan konsep yang ingin dijalankan jika memang hari ini sepakat untuk menggelarnya maka sah-sah saja dilakukan.

"Namun harus kami pastikan dulu kesiapan dan kesigapan dari rakyat Aceh sendiri," ujarnya.

Menilik masa lalu, kata Rizki, pada 1999 mahasiswa Aceh yang mendeklarasikan referendum mampu mencuri perhatian dunia internasional. Saat itu, tidak ada yang mengatakan mahasiswa tidak pantas mendeklarasikannya.

"Saat itu (tahun 1999) tidak ada pernyataan dari siapa pun bahwa referendum harus dideklarasi oleh pihak ini atau pihak itu," ujar Rizki.

Rizki menilai jika memang sudah saatnya referendum dideklarasikan maka sah-sah saja, sesuai kebutuhan dan keinginan Rakyat Aceh.

Apalagi, kata dia, sampai hari ini sudah berjalan 14 tahun perjanjian MoU Helsinki antara GAM dan RI yang belum ada kejelasannya. Banyak sekali turunan dari MoU Helsinki yang belum disahkan oleh pemerintah pusat.

"Oleh sebab itu, butuh itikad baik dari pemerintah pusat dalam mewujudkan setiap butiran yang tertuang dalam MoU Helsinki tersebut untuk mengantisipasi terjadinya referendum di Aceh," kata Rizki.

Muzakir Manaf Kalah Pemilu 2019

Menko Polhukam Wiranto mempertanyakan motif di balik munculnya wacana referendum Aceh. Wiranto menilai wacana yang dimunculkan oleh Muzakir Manaf ini tak terlepas dari hasil Pemilihan Umum 2019 .

"Ya sangat boleh jadi lah (karena Pemilu kalah). Mungkin ada kekecewaan karena Pilgub kalah," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat, 31 Mei 2019.

Muzakir Manaf memang diketahui merupakan presiden dari Partai Aceh. Partai ini telah berpartisipasi di Pemilu Aceh sejak 2009. Wiranto mengatakan partai ini terus mengalami penurunan jumlah suara dari sejak dibentuk hingga saat ini.

"Kalau enggak salah pemilu pertama dia ikut tahun 2009 itu kursinya 33, lalu 2014 tinggal 29. Sekarang kalau gak salah tinggal 18 kursi. Sangat boleh jadi (karena pemilu) saya katakan," kata Wiranto.

Wiranto menegaskan saat ini referendum sudah tak mungkin dilakukan di Indonesia. Beberapa payung hukum telah dibentuk sejak lama, yang membuat dasar referendum tak lagi relevan jika dilaksanakan sekarang.

"Jadi ruang untuk referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tak ada, jadi enggak relevan lagi," kata Wiranto.

Diwartakan sebelumnya, wacana referendum Aceh ini mencuat setelah mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf menyerukan masyarakat Aceh segera melakukan referendum menentukan tetap atau lepas dari Indonesia.

Muzakir menilai kondisi Indonesia saat ini sudah diambang kehancuran. Dia berujar tak lama lagi Indonesia akan dijajah oleh asing. Maka dari itu, menurut dia, lebih baik Aceh melakukan referendum seperti Timor Timur. []

Baca juga:

Berita terkait
0
KTT G7 di Jerman Pertemuan Puncak di Tengah Krisis
Pembahasan KTT G7 di Jerman akan didominasi tema perang di Ukraina, masalah pangan global dan perlindungan iklim