Pematangsiantar - Anggota Komisi I DPR Sukamta menyayangkan konsep Kartu Prakerja seperti tidak merasakan kesulitan yang dirasakan masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Dia merasa tidak heran dengan program yang digulirkan pemerintah itu menuai polemik. Sebab, anggaran yang digelontorkan mencapai Rp 5,6 triliun.
Dengan kemanfaatan yang maksimal dan bisa dirasakan oleh anak-anak bangsa yang baru lulus dan akan mencari kerja
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengaku paham dengan program andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, dia berharap betul program ini mempunyai manfaat langsung bagi masyarakat yang menerimanya.
"Kartu Prakerja ini kami pahami adalah janji Pak Jokowi dalam kampanye pemilihan presiden kemarin. Harapan kami, tentu ini bisa dikelola dengan kemanfaatan yang maksimal dan bisa dirasakan oleh anak-anak bangsa yang baru lulus dan akan mencari kerja," katanya kepada Tagar, Senin, 20 April 2020.
Baca juga: Kartu Prakerja Dikritik, Apa Mampu Pulihkan Ekonomi?
Sukamta menuturkan, dalam kondisi pandemi Covid-19 semuanya jadi serba sulit, apalagi pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana dan ada kemerosotan ekonomi. Menurutnya, bagi-bagi uang tunai kepada rakyat, mungkin saja bisa mengurangi ketegangan sosial.
"Hanya sangat disayangkan, ternyata sekarang ini seperti ada pembelokan, sehingga tidak semua uang dibagi kepada rakyat pencari kerja, tetapi Rp 1 juta ditahan dan langsung dialokasikan untuk pelatihan digital. Konsep seperti ini terlihat tidak sensitif terhadap kesulitan rakyat di tengah pandemi Covid-19," ujarnya.
Anggota Banggar DPR ini menjelaskan, jika dilihat dari isi pelatihan yang berharga Rp 1 juta per orang itu bukan menjadi pelatihan sebetulnya, karena bahan pelatihan tinggal di-download saja.
Dia melanjutkan, jika harga bahan atau materi pelatihan senilai Rp 1 juta per orang. Lantas kalau diakses 3,5 juta orang, maka jumlah anggaran yang dikeluarkan sebanyak Rp 3,5 trilliun. Sementara modal materi dan pelaksanaan proyek ini, kata dia, paling besar bernilai beberapa ratus miliar saja, tidak sampai Rp 5,6 trilliun.
Kemudian, dia menyarankan jika pemerintah ingin membantu masyarakat, seharusnya dapat menghargai sesuai dengan harga yang wajar, karena bahan pelajaran sudah bisa ditemukan di internet secara gratis.
Baca juga: Covid-19, Bujet Pelatihan Kartu Prakerja Mubazir
Sukamta menyoroti tidak ada yang istimewa dari Kartu Prakerja. Terlebih, kalau sudah download tidak ada jaminan bisa diterima kerja atau membuat lapangan pekerjaan.
"Kemungkinan akan kembali menganggur. Jadi, konsep kebijakannya tidak memberi solusi bagi masalah yang disasarnya, yaitu soal pengangguran. Kalau akan dibuat pelatihan kerja, berikanlah keterampilan yang bisa diterapkan sesuai kebutuhan kerja dan secara keuangan yang rasional, sehingga bisa melibatkan lebih banyak orang atau sisa uangnya bisa dialokasikan untuk yang lainnya," ucapnya.
Dia menilai, sesungguhnya program Prakerja dibentuk hanya untuk memberikan keuntungan kepada vendor pelatihan untuk program prioritas Jokowi.
"Ada kesan kuat di masyarakat bahwa ini seperti bagi-bagi uang kepada vendor perusahaan digital yang sebenarnya juga sudah untung, dengan peningkatan penggunaan aplikasi mereka sebagai dampak kebijakan semua serba dilakukan dari rumah atau stay at home melalui daring," kata Sukamta.
Pemerintah sudah membuat Perppu No. 1 tahun 2020 sebagai payung hukum mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2020, sehingga APBN dianggapnya dibuat sepihak tanpa melibatkan DPR.
"Tetapi kami berharap jangan karena dibuat sendiri, kemudian seperti prasmanan. Uang seperti dibagi-bagi sendiri. Kasihan rakyat, kan itu uangnya rakyat," ujar politisi PKS itu. []