Jakarta - Penolakan terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus disuarakan. Berbagai cara dilakukan mereka yang menolak untuk menemukan titik temu, seperti demonstrasi hingga desakan pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Namun, jika akhirnya perppu dipilih sebagai solusi dari polemik UU KPK, Jaksa Agung H.M Prasetyo mempertanyakan kegentingan penerbitan perrpu. "Apakah betul ada kegentingan yang memaksa?" kata Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat, 27 September 2019 seperti dilansir dari Antara.
Sebab, kata dia, penerbitan perppu tidak bisa seenaknya dilakukan. Meski presiden punya hak, tetap saja perlu dikaji terlebih dulu.
"Apakah di situ memenuhi persyaratan untuk dibuat Perppu, antara lain kegentingan memaksa dan tidak ada peraturan perundangan yang mengatur," tuturnya.
Apakah betul ada kegentingan yang memaksa?
Padahal, menurutnya ada cara lain yang dapat ditempuh jika benar-benar menolak UU KPK yakni dengan cara konstitusional. Pihak yang keberatan, bisa mengajukan uji materi (judicial review) UU KPK ke Mahkamah Konstitusi daripada membuat keributan di luar sana.
"Jangan ada agenda lain di balik itu. Kami punya jajaran intel yang tahu persis itu semua. Ini tidak relevan lagi kan, semua sudah dipenuhi," ujarnya.
Seusai bertemu sejumlah tokoh-tokoh nasional Jokowi mendapat masukan terkait sejumlah isu besar, salah satunya UU KPK. Berkaitan dengan hal tersebut, ia akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu terkait Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Kamis, 26 September 2019. []