Perjalanan Ijtima Ulama 1 Sampai Ijtima Ulama 3

Ijtima Ulama 1 dilahirkan sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF-Ulama.
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Yusuf Muhammad Martak (kiri) bersama Bakal calon presiden Prabowo Subianto (kedua kiri), Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan (kedua kanan) dan Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mustafa Kamal (kanan) memberikan keterangan pers dalam acara Ijtima Ulama II dan Tokoh Nasional di Jakarta, Minggu (16/9). Ijtima Ulama II yang digelar GNPF-U menyepakati dukungan kepada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019. (Foto: Ant/Nando)

Jakarta - Ijtima Ulama 1 dilahirkan sejumlah tokoh agama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF-Ulama, untuk merekomendasikan calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

Rekomendasi cawapres dari GNPF-Ulama yaitu tokoh yang berlatar belakang religius. Untuk menemani calon presiden Prabowo Subianto berjuang ke bangku RI-1, GNPF-Ulama memunculkan dua nama agamais yakni Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al-Jufri, dan ustaz Abdul Somad Batubara (UAS).

Namun, Ustaz Abdul Somad menolak pinangan lantaran tak ingin berkecimpung di dunia politik. UAS mengaku hanya ingin fokus menjadi ustaz hingga akhir hayat. Otomatis dapat disimpulkan pilihan hanya mengerucut pada satu nama, yakni Salim Segaf Al-Jufri sebagai bakal cawapres Prabowo.

Salim Segaf pun mengaku, siap jika diputuskan menjadi calon wakil presiden mendampingi Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. "Siap yah kita siap," ujar Salim di gedung DPP PKS, Jakarta, Senin 30 Juli 2018.

Salim tak tahu-menahu mengapa namanya bisa direkomendasikan oleh ulama dan tokoh GNPF. Ia menilai, dua paket rekomendasi tersebut harus dipertimbangkan lebih lanjut di internal partai maupun dengan calon mitra koalisi.

"Saya pikir jerih upaya tokoh nasional dan ulama yang sudah datang dengan biaya sendiri dengan jumlah ratusan masing-masing punya massa yang cukup besar. Saya kira mesti diapresiasi," kata dia.

Salim juga mengakui, rekomendasi duet Prabowo-Abdul Somad merupakan pasangan yang baik. Dia menilai, karakter UAS yang bagus membuatnya layak mendampingi Prabowo. Ia juga menilai Abdul Somad memiliki peluang yang besar untuk dipilih masyarakat.

Ustadz Abdul Somad orang yang bagus, artinya layak lah untuk menjadi pendamping Pak Prabowo. Kalau pilihannya jatuh ke UAS, yah itu saya pikir cukup bagus.

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Yusuf Muhammad Martak sempat menyatakan, kedua nama yang direkomendasikan tersebut nantinya akan disandingkan bersama Prabowo Subianto. Yusuf menyebut ulama memiliki peran dan kapasitas lebih.

"Letjen Prabowo Subianto didampingi dengan cawapres yang kita rekomendasikan yaitu Salim Segaf Al Jufri. Insyaallah ini dapat kita perjuangkan dan kita pertanggungjawabkan," kata Yusuf di Menara Peninsula, Jakarta Barat, Minggu 29 Juli 2018.

"Ijtima menyampaikan dan mengusulkan keduanya karena mereka berdua mempunyai ketokohan sebagai ulama dan tokoh nasional," ungkapnya.

Ijtima Ulama I diikuti oleh 600 ulama dan tokoh nasional dari seluruh provinsi di Indonesia. Dalam deklarasi tersebut hadir pula Ketua Dewan Pembina GNPF-Ulama Rizieq Syihab pada Jumat 27 Juli 2018 malam meski hanya melalui teleconference dari Mekkah, Arab Saudi

Turut hadir dalam acara tersebut, sejumlah ulama tokoh nasional dan lima pimpinan partai politik, salah satunya Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman.

Sejumlah panitia Ijtima Ulama I yang juga menyetujui duet Prabowo-Salim Segaf di antaranya adalah Ketua Steering Committee (SC) Ijtima Ulama Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Sekjen Forum Umat Islam Al Khaththath, Ketua Garda 212 Ansufri Idrus Sambo, Sekretaris Steering Comitter (SC) GNPF-U dan tokoh nasional, Dani Anwar.

Terkait rekomendasi Ijtima Ulama I, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pun tak langsung menyetujui usulan GNPF-Ulama. Ia mengaku akan mengkonsultasikan rekomendasi terlebih dahulu kepada Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Meskipun demikian, para pengamat politik juga menduga-duga, jika Ketua Umum Partai Gerindra itu akan menarik Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan ataupun Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal cawapresnya guna melakukan rematch keduanya melawan capres petahana Jokowi.

Namun, seiring waktu terus berjalan nama-nama di atas tak kunjung didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) oleh Prabowo. Justru pada detik-detik akhir muncul lah nama Sandiaga Uno yang mengisyaratkan diri siap menemani Mantan Danjen Kopassus merebut kursi RI-1 yang tengah diduduki mantan Walikota Solo.

Hal tersebut membuat eks politikus Partai Demokrat Andi Arief geram, sampai menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus di akun Twitter yang dikelola.

Andi kemudian, menjelaskan sikap ketidaksetujuan dengan menyebut soal adanya informasi pemberian mahar Rp 500 miliar dari Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS.

Menurutnya saat itu Sekjen Hinca, Waketum Syarief Hasan dan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Amir Syamsuddin, mendapat penjelasan soal adanya mahar tersebut langsung dari tim kecil Gerindra yakni Fadli Zon, Sufmi Dasco, Prasetyo dan Fuad Bawazier pada 8 Agustus 2018 pukul 16:00 WIB.

"Soal Mahar 500 M masing-masing pada PAN dan PKS itu yang membuat malam itu saya mentuit jenderal kardus. Besar harapan saya dan partai Demokrat, Prabowo memilih cawapres lain agar niat baik tidak rusak," tulis Arief lewat akun Twitternya, 11 Agustus 2018.

Menurut politikus yang sempat terjerat kasus narkoba jenis sabu-sabu itu, capres Prabowo malahan tidak menghiraukan permintaan SBY agar mencari sosok cawapres yang netral.

"Prabowo tetap tak hiraukan usul SBY soal tokoh netral. Herannya Zul Has (Zulkifli Hasan) dan Salim Al-Jufri juga berubah pendiriannya dari harus figur dari PAN atau PKS, atau tokoh netral tiba-tiba sepakat memilih setuju Sandi yang juga dari Gerindra, ada apa?" ujarnya.

"Semua sudah terjadi, tapi proses ini publik harus mengerti," sambung Arief.

Manuver politik Sandiaga berlangsung sangat cepat, Prabowo pun dapat dikatakan 'bandel', tidak mengiraukan atau bahkan mengacuhkan dukungan GNPF-Ulama ihwal Ijtima Ulama I, yang merumuskan wakil presidennya harus dari kalangan ulama.

Pada 10 Agustus 2018, calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendaftarkan diri, sekaligus menyerahkan dokumen persyaratan untuk diperiksa petugas administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Prabowo telah memutuskan dengan ketetapan hatinya, akan berduet dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno pada Pilpres 2019. Pasangan ini diusulkan oleh koalisi empat partai yakni Partai Gerindra, PKS, PAN dan Partai Demokrat.

Berselang satu bulan kemudian, tepatnya pada 16 September 2019, disaksikan langsung oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Sekjen PKS Mustafa Kamal, Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan peserta Ijtima Ulama 2, Prabowo resmi menandatangani Pakta Integritas yang disodorkan oleh GNPF-Ulama dalam Ijtima Ulama seri ke-2.

Dengan demikian, Prabowo tetap didukung penuh GNPF-Ulama untuk tanding ulang melawan Jokowi dalam Pilpres 2019, didampingi ulama asal Banten, KH Ma'ruf Amin.

"Semuanya sudah terselesaikan dengan baik dengan ditandatanganinya Pakta Integritas oleh calon presiden Bapak Prabowo Subianto," ucap Ketua GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Minggu 16 September 2019.

Proses pembubuhan tanda tangan oleh Prabowo Subianto yang menyetujui syarat 17 poin dari Pakta Integritas, turut disaksikan Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Sekjen Forum Umat Islam Al Khathath, Sekretaris Front Pembela Islam Munarman dan Buni Yani.

Di tempat yang sama, Prabowo mengucapkan terima kasih kepada GNPF Ulama atas dukungan yang diberikan untuk kedua kalinya, yakni pada Ijtima Ulama I dan Ijtima Ulama 2.

Mantan suami Titiek Soeharto itu berjanji akan berjuang sebaik mungkin, dan menjalankan amanat yang diberikan para ulama dalam perjanjian Pakta Integritas.

"Ini suatu yang mengharukan bagi diri saya. Seluruh jiwa dan raga akan saya persembahkan untuk bangsa dan negara," imbuh Prabowo.

Terkait dengan hasil Ijtima Ulama II, pentolan Front Pembela Islam (FPI) mengklaim hasil tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan politik identitas.

Rizieq yang sedang berada di Arab Saudi, menyampaikan hal tersebut melalui pesan suara yang diperdengarkan di acara Ijtima Ulama 2.

"Soal politik identitas saya tegaskan di sini bahwa habaib dan ulama tidak pernah memainkan politik identitas yang SARA, yang fasis dan rasis," kata Rizieq.

Pentolan FPI itu, mengklaim politik identitas yang diusung ulama tetap bermartabat dengan berdasar pada ketuhanan yang maha esa.

"Jadi Ijtima Ulama akan terus menghidupkan dan menggelorakan politik identitas kebangsaan atas dasar ketuhanan yang maha esa demi menjaga keutuhan NKRI dan pancasila," ujar Rizieq.

Seperti diketahui, salah satu poin yang terdapat di Pakta Integritas, yang disetujui oleh Prabowo Subianto adalah memulangkan Rizieq Shihab dari Mekkah, Arab Saudi, andai terpilih sebagai RI-1.

Berikut bunyi salah satu poin Pakta Integritas yang disetujui Prabowo Subianto: 

"Siap menggunakan hak konstitusional dan atributif yang melekat pada jabatan Presiden untuk melakukan proses rehabilitasi, menjamin kepulangan serta memulihkan hak-hak Habib Rizieq Shihab sebagai warga negara Indonesia, serta memberikan keadilan kepada para ulama, aktivis 411, 212, dan 313 yang pernah atau sedang mengalami proses kriminalisasi melalui tuduhan tindakan. Maka yang pernah disangkakan penegakan keadilan juga perlu dilakukan terhadap tokoh-tokoh lain yang mengalami penzaliman."

Pemilu serentak di seluruh wilayah Indonesia akhirnya berhasil terselenggara pada 17 April 2019. Sementara itu untuk pencoblos warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di luar negeri juga tetap dilangsungkan, dimana penghitungan suara tetap dilakukan pada 17 April.

Melalui hasil hitung cepat atau quick count yang dilakukan berbagai lembaga survei di Indonesia, memprediksikan paslon capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin akan memenangkan Pilpres 2019.

Dengan kata lain, capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mesti menerima pil pahit, mengakui kekalahannya dalam pesta demokrasi 5 tahunan ini.

Namun, Prabowo tak mau mengangkat bendera putih begitu saja. Ia mengklaim menang dalam Pilpres tahun ini, tentunya berdasarkan survei internal yang dilakukan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN).

Prabowo kian optimis akan melaju sebagai RI-1, bahkan ia telah mendeklarasikan kemenangan berulang kali, wujud syukurnya ia lakukan dengan cara bersujud, sama halnya dengan yang ia lakukan 5 tahun lalu saat mengklaim menang. Pada Pilpres 2014, Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa namun kalah oleh duat Jokowi-Jusuf Kalla.

Polarisasi antara dua pendukung hingga pascapilpres belum padam juga, bahkan makin membara. Kubu 02 belakangan ini membangun berbagai narasi, utamanya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bermain curang, banyak menguntungkan paslon 01 dalam Pilpres 2019. Kecurangan dalam proses penghitungan suara amat merugikan pihak oposisi.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga pun menuding kecurangan Pilpres 2019 dilakukan secara massif, terstruktur dan sistematis. Maka itu GNPF-Ulama perlu melahirkan kembali Ijtima Ulama 3 untuk mengontrol segala kecurangan dalam pesta demokrasi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bertepatan dengan hari buruh internasional atau May Day, tanggal 1 Mei 2019, Ketua GNPF-Ulama Yusuf Muhammad Martak menyelenggarakan Ijtimak Ulama III di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Jawa Barat yang diklaim deklarasi ini melibatkan 1.000 ulama dan tokoh nasional.

Pertemuan ini tentu saja menyimpulkan terjadinya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif pada pesta demokrasi Pilpres 2019. Bahkan, dalam salah satu poinnya mendesak otoritas penyelenggara Pemilu untuk mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf karena jahat dan berbuat curang.

Berikut lima poin lengkap hasil Ijtima Ulama III:

1. Menyimpulkan bahwa telah terjadi berbagai kecurangan dan kejahatan bersifat terstruktur sistematis dan masif dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2019.

2. Mendorong dan meminta kepada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga untuk mengajukan keberatan melalui mekanisme legal prosedural tentang terjadinya kecurangan dan kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif dalam proses Pemilihan Presiden 2019.

3. Mendesak Bawaslu dan KPU untuk memutuskan membatalkan atau mendiskualifikasi paslon capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

4. Mengajak umat dan seluruh anak bangsa untuk mengawal dan mendampingi perjuangan penegakan hukum dengan cara syar'i dan legal konstitusional dalam melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan termasuk perjuangan pembatalan atau diskualifikasi paslon capres cawapres 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan dalam Pilpres 2019.

5. Memutuskan bahwa perjuangan melawan kecurangan dan kejahatan serta ketidakadilan adalah bentuk amar maruf dan nahi munkar konstitusional dan sah secara hukum dengan menjaga keutuhan negara Republik Indonesia dan kedaulatan rakyat.

"Bismillah, keputusan Ijtima Ulama dan tokoh nasional III tentang sikap dan rekomendasi terhadap kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam proses Pemilu 2019," kata pimpinan sidang ijtima ulama, Yusuf Muhammad Martak, di lokasi, Rabu 1 Mei 2019.

Selain itu Yusuf juga mendesak agar real count dihentikan. BPN menurutnya, bisa meminta pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan proses real count sehingga hasilnya tidak membingungkan masyarakat.

"Agar BPN itu menghentikan real count, agar tidak membentuk opini yang jelek di masyarakat dan akhirnya membingungkan masyarakat. Itu yang bahaya," pungkasnya. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.