Lhokseumawe – Majelis Hakim Mahkamah Syariah atau dikenal dengan sebutan Pengadilan Syariah Kota Lhokseumawe, telah memvonis AI,45 merupakan pimpinan salah satu pesantren di kota itu dengan hukuman 15 tahun penjara terkait pelecehan seksual.
Begitu juga dengan salah seorang guru yang mengajar di pesantren tersebut, berinisial MY, 26 tahun, ia divonis hukuman penjara selama 13 tahun lebih. Keduanya telah terbukti melakukan pencabulan terhadap 15 santrinya.
Kami juga tetap menggunakan upaya hukum yang ada untuk membuktikan kebenaran, kalau kedua klien kami itu tidak bersalah.
Pengacara kedua terdakwa Armia, mengatakan keputusan tersebut telah diambil setelah sepekan sebelumnya majelis hakim memvonis kliennya dan memory banding telah di daftarkan ke Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe.
“Memory banding itu telah kami daftar pada Rabu, 5 Februari 2020. Tapi kami daftarkan banding untuk MY dulu. Meskipun demikian kami juga menghormati keputusan hakim,” ujar Armia, Kamis, 6 Februari 2020.
Armia menambahkan, dirinya akan menempuh segala upaya hukum untuk membuktikan kedua kliennya tidak bersalah dalam kasus itu. Sehingga, banding menjadi upaya pertama yang dipilih.
Tim pengacara kedua terdakwa terdiri dari Armia, Khairil Fadri, Al Kausar, Muzakir dan Ade Oscar. Mereka akan terus menggunakan upaya hukum untuk membuktikan kebenaran dalam kasus itu.
“Kami juga tetap menggunakan upaya hukum yang ada untuk membuktikan kebenaran, kalau kedua klien kami itu tidak bersalah,” tutur Armia.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, seorang pimpinan pesantren di Kota Lhokseumawe, Aceh berinisial AI, 45 tahun, divonis 190 bulan atau 15 tahun penjara, atas perbuatannya melakukan pelecehan seksual terhadap 15 santri yang sedang mengikuti pendidikan di pesantrennya.
Sementara MY, 26 tahun, yang berprofesi sebagai guru di pesantren tersebut juga di vonis 160 bulan atau 13 tahun lebih hukuman penjara. Amar putusan itu dibacakan majelis hakim di Pengadilan Syariah atau dikenal dengan sebutan Mahkamah Syariah Kota Lhokseumawe, Kamis 30 Januari 2020.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahril mengatakan, sebelumnya pihak JPU menutut pimpinan pesantren itu dengan hukum 200 bulan penjara, sementara MY dituntut hukuman penjara selama 170 bulan.
“Putusan itu alternatif, artinya boleh dicambuk ataupun hukuman penjara. Maka hukuman penjara sangat tepat kepada terdakwa guna menghindari terjadinya pengulangan dari perbuatan tersebut," kata Syahril, Jumat, 31 Januari 2020 di Aceh. []
Baca juga:
- Pimpinan Pesantren di Aceh Divonis 190 Bulan Penjara
- Kondisi Korban Pelecehan Seksual di Pesantren Aceh
- Trauma Korban Pelecehan Seksual Pesantren di Aceh
- Lebih 10 Kali Guru Pesantren Cabuli Santrinya
- Pimpinan Pesantren Bantah Terkait Pelecehan Seksual
- Guru Pesantren di Aceh Cabuli Dua Santrinya