Jakarta - Menyakiti orang lain memang tidak diperbolehkan, namun bukan berarti menyakiti diri sendiri atau self harm itu diperbolehkan. Self harm atau menyakiti diri sendiri sering menjadi pilihan seseorang untuk melampiaskan segala emosi yang ada dalam diri sendiri. Seperti kemarahan, kekecewaan, kesedihan, bahkan stres. Ketika dibiarkan begitu lama dan terjadi berulang-ulang, kebiasan ini akan menimbulkan bahaya bagi dirinya.
Sangat beragam bentuk self harm yang biasa dilakukan, seperti memukul dan membenturkan diri sendiri ke dinding, menyayat atau melukai tangan dan bagian tubuh lainnya dengan menggunakan benda tajam seperti, silet, pecahan beling, bahkan pisau. hal yang menakutkan ini dilakukan untuk melampiaskan emosi semata atau menghukum diri sendiri atas perbuatan yang menurut diri sendiri tidak benar.
Self harm tuh bisa aja yang pertama, cutting, terus mukul-mukulin diri sendiri kaya mukul-mukulin kepala, jedot-jedotin kepala, mukul-mukul tembok.
Bagi seseorang yang sudah berhasil menyakiti dirinya sendiri, mungkin setelah itu akan merasakan ketenangan dan kepuasan walaupun sifatnya hanya berlangsung sementara. Kemudian, jika dirinya kembali merasakan emosi ia akan melakukan self harm lagi, yang bisa dikatakan akan terjadi berulang-ulang.
Orang yang menyakiti dirinya sendiri dengan cara apapun itu, akan berpikir, daripada ia menyusahkan orang lain, lebih baiknya ia melampiaskan terhadap dirinya saja. Seorang mahasiswi, dengan inisial RPS mengaku dirinya pernah melakukan self harm. Ia mengungkapkan bahwa self harm ada beberapa bentuk, contohnya cutting tangan.
"self harm adalah menyakiti diri sendiri, yang pada umumnya orang-orang bakal tau kalo misalnya self harm itu, ah ilah dia pasti cutting, nyilet-nyilet tangannya sendiri. Sebenernya self harm tuh ada bebebrapa bentuk itu yang gua baca. Self harm tuh bisa aja yang pertama, cutting, terus mukul-mukulin diri sendiri kaya mukul-mukulin kepala, jedot-jedotin kepala, mukul-mukul tembok itu juga suatu bentuk self harm," ujarnya kepada Tagar, Kamis, 17 Desember 2020.
Menurutnya, self harm bisa juga terjadi ketika seseorang yang baru putus saat menjalani hubungan dengan pasangan. Kemudian orang itu sangat sayang dengan pasangannya. Orang itu tak segan untuk mengukir nama pasangannya yang sudah putus itu di tangan dengan menggunakan silet. Bahkan lebih parahnya jika seseorang itu membakar kulitnya sendiri.
Ia mengaku pernah melakukan selft harm dan merasa lega setelah melakukan hal tersebut. Padahal ini sangat tidak dibenarkan lantaran bisa saja pelakunya mengalami depresi dan sangat membutuhkan seorang psikolog untuk membantunya.
"Iya gua pernah ngelakuin self harm dan entah gua nyesel atau engga tapi kek gua ngerasa lega ngelakuin itu," katanya.
Ia mengawali self harm tepat pada akhir tahun 2019. Itu bermula dikarenakan ia terjerat toxic relationship yang menyebabkan ia menyayat tangannya dengan silet. Melakukannya dengan sendirian tanpa orang tahu. Tapi, ketika ada sebuah acara keluarga, salah satu saudaranya melihat ada bekasan sayatan luka di bagian tangannya.
"Tapi pas gua ada acara keluarga, kakak sepupu gua, lihat tangan gua ada bekas luka, silet-silet. Dan seperti yang gua jabarin jenis-jenis self harm gimana, gua orangnya benci banget self harm yang tipe silet-silet gua ga suka, apalagi gua tau beberapa temen gua tuh ngecutting, gua benci banget, gua sebenci itu dulu sama temen-temen gua atau engga orang-orang yang gua kenal ngecutting," jelasnya.
Sebelum melakukan hal-hal seperti menyayat tangan dengan cutter, ia menyakiti dirinya dengan memukul dinding menggunakan tangannya sendiri. Tidak hanya memukul dinding saja, ia juga memukul badannya sendiri hingga menimbulkan bekas lebam di tubuhnya.
"Karena gua ngelampiasan itu semua ke tembok. Mukulin badan gua sampe semua biru-biru. Terus gua sampe di titik yang bener-bener shit banget dan gua ngelakuin itu. Dan itu pun ga ada rasa apa-apa sakit pun engga," ungkap RPS.
Barulah setelah itu, ia melampiaskan dengan menyayat tangannya sendiri dan merasa lebih lega setelah melakukan hal itu.
"Gua dua kali cutting di bulan yang berbeda, pertama tuh antara bulan Desember atau engga Oktober. Itu udah sempet mau kering terus bulan Desember gua ngelakuin lagi di luka yang sama gua tiban cuttingnya," imbuhnya.
Sampai kemudian saudaranya tahu. Akhirnya ia memutuskan ke psikolog dan ternyata ia di diagnosa depresi berat. Selama 5 bulan setelah itu lah ia hanya bisa menangis dan stres sendirian tanpa ada yang memperdulikannya.
"Dan recoverynya cukup lumayan lama, lumayan lama banget. PSBB tahap pertama buat healing banget di diri gua. Tanpa adanya ketemu sama seseorang, itu bener-bener kaya gua jadi tahu, gimana gua, gimana seharusnya gua berperilaku, gimana gua seharusnya mengatasi itu semua," katanya.
Ia menilai dirinya sangat cengeng. Tapi setelah 5 bulan itu, ia merasakan mati rasa yang membuat dirinya jika bersedih tidak lagi bisa menangis. Seperti saat bertengkar dengan orang tuanya.
Menurutnya, itu dampak yang ia dapatkan dari toxic relationship yang ia pernah jalani. Ia jadi sering menyakiti dirinya sendiri.
- Baca juga : Tips Menghadapi Orang Tua Over Protektif atau Strict Parents
- Baca juga : Mengenal Hubungan Tidak Sehat atau Toxic Relationship
- Baca juga : Empat Buah Aman untuk Penderita Asam Lambung
Saat ini pun, ketakutan hal akan berhubungan dengan pria masih dialaminya. Ia merasa sudah lelah dengan hubungannya pada saat itu.
Akhirnya, orang tua pun tahu, alat tajam seperti cutter akhirnya di simpan di tempat yang tidak ia ketahui oleh orang tuanya.
Ia menilai bahwa self harm itu terjadi karena ada pemicunya. Pemicunya adalah mental dirinya sendiri. Saat mental sedang tidak baik, alam sadar pun akan mempengaruhi untuk melakukan self harm. Tapi, jika berhasil mengendalikan diri sendiri tidak akan terjadi lagi self harm.
"Tergantung diri lo sendiri, lo bisa nahan atau engga. Lo akan bisa nahan kesakitan di diri lo sendiri tentang mental lo apa ngga. Tapi kalo lo udah bisa ngendaliin diri lo dan ngendaliin pikiran-pikiran mungkin bakal bisa buat berhenti dari self harm," tuturnya.[]
(Risma Dewi Indriani)