Surabaya - Kasus pencabulan Pendeta terhadap jemaat di Surabaya terus berproses di Kepolisian Daerah Jawa Timur. Tetapi bagi kuasa hukum Hanny Layantara, Jeffry Simatupang menganggap kasus pencabulan sudah kadaluarsa.
Jeffry menyebut kasus Hanny sudah cukup lama dan tak layak di proses hukum. Alasannya kejadian pencabulan terjadu sudah 12 tahun lalu.
"Secara hukum, hak untuk menuntut sudah gugur, karena sudah kadaluarsa. Ancaman hukuman 15 tahun, masa kadaluarsa adalah 12 tahun. Jadi sebenarnya kasus ini, sudah tidak bisa dituntut di pengadilan," kata Jeffy saat dikonfirmasi Tagar, Jumat, 13 Maret 2020.
Selain itu, Jeffry menilai kasus ini cukup janggal. Karena, periode waktu pencabulan awalnya disebut 17 tahun, kemudian ada lagi yang menyebut 6 tahun. Sehingga membuat kasus ini tak konsisten.
Secara hukum, hak untuk menuntut sudah gugur, karena sudah kadaluarsa.
"Kedua, mengenai periode waktunya yang awal Polda mengatakan 17 tahun, lalu ditarik 6 tahun, itu bagi kami sesuatu yang janggal, kenapa kok dari awal mengatakan 17 tahun kemudian ditarik 6 tahun. Kalau menurut keterangan klien kami terjadinya, adalah tahun 2005-2006," imbuh dia.
Selain itu, Jeffry juga meluruskan, bahwa kasus Hanny ini adalah pencabulan, bukan pemerkosaan. Dia menyayangkan sejumlah tuduhan pemerkosaan yang diucapkan beberapa pihak hingga masyarakat.
"Bahwa klien kami dilaporkan pasal 82 UU perlindungan anak mengenai pencabulan, bukan pemerkosaan. Jadi kalau ada berita pemerkosaan, kami bantah, tidak pernah terjadi," ujar dia.
Di sisi lain, Jeffry juga berharap polisi dapat segera menuntaskan berkas kasus ini dan melimpahkannya ke kejaksaan. Supaya kliennya segera diproses dipengadilan.
"Tapi kalau terjadi kenaikan (status menjadi tersangka) dan yakin ada dua alat bukti yang sah menurut hukum maka limpahkan ke pengadilan kami siap menghadapinya," pungkas Jeffry.
Sebelumnya, pada Sabtu lalu, Polda Jatim menangkap seorang pendeta di kawasan Perumahan Pondok Tjandra, Waru, Sidoarjo. Sebelum ditangkap, pemuka agama tersebut dikabarkan hendak melarikan diri keluar negeri. Kemudian pendeta ini pun oleh Polda Jatim ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pencabulan.
Tersangka dijerat dengan Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Pengungkapan kasus pencabulan oleh pendeta dari salah satu gereja di Embong Sawo Surabaya itu berdasar laporan polisi bernomor LP: LPB/155/II/2020/UM/SPKT tertanggal 20 Februari 2020 lalu. Kasus tersebut dilaporkan oleh perwakilan keluarga korban, Jeannie Latumahina pada Selasa 3 Maret 2020. []