Korban Prostitusi Anak Butuh Perlindungan dari Pemerintah

Pemerintah Aceh diminta serius dalam melindungi korban prostitusi anak yang terbongkar di Pidie beberapa waktu lalu.
Polisi mengamankan tiga pelaku yang merupakan muncikari, masing-masing IFR, 38 tahun dan I, 40 tahun, keduanya warga Kabupaten Pidie, serta DI, 26 tahun, warga Kota Banda Aceh. (Foto: Tagar/Dok Polres Pidie)

Banda Aceh – Direktur Flower Aceh, Riswati mengingatakan pentingnya komitmen dan aksi nyata semua pihak untuk melindungi dan mencegah anak dari kekerasan dan kejahatan seksual. Menurutnya, komitmen semua pihak harus jelas melalui macam-macam intervensi yang berdampak kepada korban. 

Hal ini dapat melalui dukungan kebijakan dan anggaran perlindungan anak, partisipasi aktif aparatur desa, tokoh adat dan tokoh agama, serta masyarakat di desa dalam melindungi dan mengawasi anak menjadi hal utama agar anak dapat hidup aman dan layak.

"Terhadap korban, pemerintah harus memastikan hak-haknya mendapatkan pendampingan, pemulihan fisik dan psikis, dan proses reintegrasi ke masyarakat berjalan dengan baik sehingga korban tidak menjadi korban kedua kalinya karena label-label negatif yang dilekatkan akibat pemberitaan buruk," kata Riswati dalam keterangan pada Tagar, Jumat, 16 Oktober 2020 malam.

Sementara Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPAA) mengapresiasi kinerja kepolisian dalam penanganan kasus prostitusi yang melibatkan anak di Pidie, dan juga kinerja P2TPA dan pihak-pihak terkait lainnya dalam memberikan pendampingan medis, hukum dan psikologis terhadap anak-anak yang menjadi korban prositusi tersebut.

Terhadap korban, pemerintah harus memastikan hak-haknya mendapatkan pendampingan, pemulihan fisik dan psikis.

“KPPPA mengharapkan pelaku utama yang menyediakan jasa prostitusi anak dan pengguna serta pihak-pihak terkait lainnya dihukum seberat-beratnya dengan menggunakan Undang-undang Perlindungan Anak," kata Komisioner KPPA Aceh, Ayu Ningsih dalam keterangan pada Tagar, Jumat, 16 Oktober 2020 malam.

Selanjutnya, kata Ayu, pihaknya mendesak pemerintah melakukan pendampingan terhadap korban secara holistik dan berkelanjutan, sehingga korban terpulihkan dan tidak kembali terjerumus ke dalam praktik prostitusi.

"Jika dibutuhkan, korban juga dapat dirujuk sementara waktu di rumah aman atau tempat penampungan sementara untuk pemulihan, rehabiitasi medis dan psikososialnya," tutur Ayu.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Nevi Ariani menjelaskan posisi korban saat ini dalam pendampingan P2TP2A Pidie dengan tetap berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

“Korban sudah mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis oleh P2TP2A Pidie sejak penggerebekan terjadi," ucap Nevi.

Baca juga:

Saat ini, sambung Nevi, korban dalam proses pendampingan untuk dilakukannya diversi. Ia meminta kepada orang tua dan masyarakat harus membantu korban untuk pulih dan menerimanya dengan baik tanpa lebel negatif, juga penting mengawasi perkembangannya, sehingga korban merasa lebih diperhatikan.

"Selain itu upaya memperkuat ketahanan keluarga melalui 8 fungsi keluarga sebagai pondasi ketahanan juga menjadi keharusan sebagai tindakan pencegahan," katanya. []

Berita terkait
Prostitusi Anak Terbongkar di Aceh, Ini Tarif Sekali Kencan
Untuk sekali kencan, korban dilepas oleh pelaku kepada pemesan dengan harga mulai Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.
Lima Fakta Pesta Seks Durasi 4 Hari di Aceh
Berikut 5 fakta tentang pesta seks yang dilakukan tiga pasangan non muhrim di sebuah rumah kosong di Kabupaten Pidie, Aceh.
Cara Penikmat Seks Lampiaskan Hasrat di Negeri Syariat
Polisi berhasil membongkar kasus prostitusi anak di Kabupaten Pidie, Aceh. 3 muncikari ditangkap.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.