Kenapa Pasien Covid-19 di Indonesia Terus Bertambah

Presiden Jokowi umumkan pasien Covid-19 pada 2 Maret 2020 hanya dua pasien, di hari-hari berikutnya bertambah sedikit tapi belakangan melonjak
Ilustrasi (Foto: cphrab.ca)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Beberapa hari setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan dua pasien positif virus corona (Covid-19) tanggal 2 Maret 2020 dalam beberapa hari jumlah pasien seakan merangkak, tapi sejak minggu kedua Maret 2020 pertambahan pasien sangat cepat. Laporan terakhir pasien positif Covid-19 per 23 Maret 2020 pukul 12.00 adalah 579 dengan 49 kematian dan 30 sembuh.

perkembangan covidLaporan jumlah pasien positif Covid-19 sejak tanggal 2 Maret 2020. (Foto: Dok Tagar).

Jika dikaitkan dengan pandemi bisa jadi penularan Covid-19 seperti fenomena gunung es. Warga yang terdeteksi positif Covid-19 tidak menggambarkan penyebaran virus itu di masyarakat karena banyak faktor. Misalnya, keterbatasan melakukan contact tracing karena pandemi Covid-19 tidak mengenal batas teritorial atau administrasi karena sudah lintas negara di dunia.

1. Isolasi mandiri atau swakarantina di rumah

Seorang warga, sebut saja A, terinfeksi Covid-19 ketika ikut kegiatan yang diikuti banyak orang. Satu dua hari setelah acara belum ada gejala yang khas Covid-19, tapi di droplet ludahnya sudah ada virus sehingga ketika dia batuk dan bersin membawa risiko penularan bagi orang-orang di sekitarnya, seperti keluarga, teman dekat, tetangga atau teman sekerja.

Ketika A berobat dan hasil tes ternyata positif Covid-19 jajaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan di tempat domisili A melakukan contact tracing. Orang-orang dekat, seperti keluarga tidak masalah. Tapi, bisa saja A sudah pergi ke kota atau kabupaten lain bahkan di luar provinsi.

level tracingContact tracing Covid-19 di masyarakat yang berpacu dengan penularan. (Foto: Dok Tagar).

Memang, informasi yang diberikan A kepada dinas kesehatan di domisilinya akan disampaikan ke daerah lain tempat A melakukan kontak. Misalnya, A sudah kontak dengan keluarga, kantor, dan komunitas. Dinas kesehatan bergerak cepat lakukan contact tracing pada keluarga, pegawai atau karyawan di kantor A, dan anggota komunitas.

Tapi, pada saat yang sama ada anggota keluarga yang sudah melakukan kontak dengan teman-teman di kampus, satu lagi sudah kontak dengan teman bisnis di Kota “X”.

Sedangkan teman A di komunitas sudah kontak dengan keluarganya di kampung. Sedangkan seorang teman sekantor A sudah kontak dengan anggota keluarga.

Ketika contact tracing di level keluarga, teman sekantor dan komunitas penularan sudah ada di level kampung, kampus, Kota “X” dan keluarga. Kontak pun terjadi lagi setelah level ini dan seterusnya.

mencari informasi dari orang-orang yang kontak dalam 14 hari setelah kontak. Ini tentu saja akan menggurita bahkan ke luar kota. Inilah yang jadi persoalan besar bagi .Contact tracing mencari informasi dari orang-orang yang kontak dalam 14 hari setelah kontak. Ini tentu saja akan menggurita bahkan ke luar kota. Inilah yang jadi persoalan besar bagi contact tracing.

Baca juga: Tracing Corona Selamatkan Nyawa dan Putus Penularan

Itulah sebabnya pemerintah membuat klasifikasi Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP). Yang masuk dalam ODP adalah orang-orang yang baru pulang atau datang (WNI dan WNA) dari negara-negara dengan wabah corona, selain itu orang-orang yang kontak dengan pasien positif Covid-19 dengan gejala ringan.

Sedangkan PDP adalah orang-orang dari ODP yang menunjukkan gejala-gejala influenza sedang sampai berat. Begitu juga dengan orang dalam ODP yang menunjukkan gejala batuk, pilek, demam dan gangguan pernafasan, seperti sesak akan masuk kategori PDP. Itu artinya PDP harus dirawat dengan isolasi di rumah sakit. Tapi, mereka tidak otomatis sebagai suspect atau diduga tertular corona.

Status PDP bisa jadi suspect jika ada riwayat kontak langsung (close contact) dengan pasien positif corona. Bagi mereka ini akan dilakukan tes virus corona. Hasil tes akan menentukan kondisi pasien yaitu negatif atau positif corona.

Selain dirawat dengan isolasi di rumah sakit orang-orang dengan ODP bisa melakukan isolasi sendiri di rumah dengan menjalankan prinsip-prinsip isolasi secara medis. Seperti yang dilakukan oleh beberapa pejabat tinggi di beberapa negara yang pernah melakukan kontak dengan pasien Covid-19 mereka melakukan swakarantina. Kanselir Jerman Angela Merkel, misalnya, jalani swakarantina mulai Minggu, 22 Maret 2020 karena Angela kontak dengan dokter yang positif Covid-19.

2. Contact tracing vs lockdown

Ketika pemerintah berjuang melawan pandemi virus corona dengan contact tracing, di luar sana masih saja terjadi polemik yang berkepanjangan dengan berbagai teori. Yang paling banyak didengungkan adalah lockdown yaitu menutup akses sebuah kota, wilayah atau negara dari luar dan melarang warga keluar. Jika melihat fakta penyebaran virus corona di Indonesia yang justru paling banyak merupakan local transmission sehingga yang efektif adalah contact tracing. Itu sebabnya pasien positif Covid-19 terus terdeteksi karena mereka berasal dari ODP yang meningkat jadi PDP.

Penyebaran virus corona jadi masif karena penularan horizontal antar penduduk. Ini terjadi karena tahap awal infeksi virus corona tidak ada gejala yang khas Covid-19 sehingga banyak yang tidak menyadari kondisi itu sebagai simptom virus corona.

Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) menganjurkan physical distancing (jarak fisik) bukan social distancing (jarak sosial) karena lebih tegas. Dengan menjaga jarak fisik minimal 1 meter merupakan salah satu langkah nyata untuk mencegah atau memutus rantai penyebaran virus corona.

Dari gambar di atas menunjukkan rantai penularan virus corona di masyarakat (local transmission) jauh lebih banyak daripada melalui pendatang dari luar negeri (imported case). Yang jadi persoalan adalah kecepatan tracing yang sangat terbatas karena kecepatan relasi sosial yang sekaligus jadi rantai penularan.

Dengan melakukan lockdown justru menghambat contact tracing yang mendorong percepatan kontak sehingga terjadi risiko penularan virus corona secara horizontal di masyarakat.

Ketika tim tracing melakukan penilaian pada rantai pertama sudah ada penularan ke rantai kedua, dst. Inilah yang membuat rantai penularan menggurita melewati tracing. Kondisi inilah yang membuat banyak yang terdeteksi positif Covid-19 yaitu dari status ODP atau PDP.

Dalam kaitan inilah peran aktif masyarakat jadi kunci keberhasilan upaya penanggulangan penularan virus corona dengan dukungan pemerintah. Maka, sudah tidak saatnya ada dialog, diskusi, talkshow di televisi terkait dengan teori-teori penanggulangan Covid-19. Curahkan semua energi untuk mendukung penanggulangan memutus rantai penularan virus corona. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Dampak Buruk Jika Identitas Pasien Covid-19 Dibuka
Kalangan yang mendorong untuk membuka identitas pasien positif virus corona (Covid-19) melupakan dampak buruk terhadap pasien dan keluarganya
Efektifkah Malaysia Pilih Lockdown Atasi Covid-19
Akhirnya Malaysia memilih opsi lockdown menghadapi pertambahan kasus yang tinggi dengan rentang waktu lockdown 18 Maret sampai 31 Maret 2020
Fenomena AIDS Persis Serupa dengan Corona
Jika virus corona ditandai dengan informasi palsu (hoaks) di media sosial, di awal epidemi HIV/AIDS awal tahun 1980-an ditandai dengan mitos
0
Kenapa Pasien Covid-19 di Indonesia Terus Bertambah
Presiden Jokowi umumkan pasien Covid-19 pada 2 Maret 2020 hanya dua pasien, di hari-hari berikutnya bertambah sedikit tapi belakangan melonjak