Dampak Buruk Jika Identitas Pasien Covid-19 Dibuka

Kalangan yang mendorong untuk membuka identitas pasien positif virus corona (Covid-19) melupakan dampak buruk terhadap pasien dan keluarganya
Ilustrasi (Foto: hops.id)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Publikasi identitas pasien positif virus corona (Covid-19) berdampak buruk terhadap pasien karena dari awal wabah corona muncul di China virus sudah dikait-kaitkan dengan perilaku, agama, ras, dan negara. Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan informasi tentang dua warga Depok yang positif Covid-19, 2 Maret 2020, sebagian besar media massa dan media online serta media sosial bagaikan kesurupan mempublikasikan pasien No 01 dan No 02 tsb. dari berbagai sisi.

Baca juga: Fenomena AIDS Persis Serupa dengan Corona

Tidak hanya membeberkan kegiatan pasien No 01 dan No 02 yang disebut sebagai tempat penularan, tapi juga menyiarkan gambar rumah mereka. Ini menyuburkan stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda).

Baca juga: Publikasi Identitas Covid-19 Suburkan Stigmatisasi

Ketika Pasien No 01 dan No 02 secara medis sudah sembuh, ternyata mereka justru mengalami tekanan psikologis karena pemberitaan yang luas dan menyerang privasi mereka. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto.

Pengusul agar identitas pasien Covid-19 dibuka memberikan contoh publikasi Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, yang positif corona dianggap menimbulkan simpati mendalam dari masyarakat. Tapi, pengusul ini lupa yang dipublikasi itu seorang pejabat negara yang sudah barang tentu akan berbeda tanggapan masyarakat jika yang diumumkan orang biasa dan dikait-kaitkan pula dengan perilaku yang dibenturkan dengan norma, moral dan agama.

Yang muncul terhadap pasien No 01 dan No 02 bukan simpati tapi sebaliknya. Di sebuah tempat ibadah di Jakarta Timur, misalnya, pembicara justru mengait-ngaitkan perilaku pasien itu dengan penularan Covid-19 yaitu dansa.

Karena wabah Covid-19 yang masif dan menimbulkan kegaduhan dan kepanikan bisa saja terjadi amuk massa terhadap pasien-pasien Covid-19 apalagi ada media yang mengumbar perilaku mereka yang terkait dengan moral dan agama. Soalnya, mereka dianggap sebagai biang keladi penyebaran virus corona.

Apakah pengusul untuk membuka identitas pasien Covid-19 pernah memikirkan dampak amuk massa terhadap mereka kelak?

Ketika epidemi HIV/AIDS terjadi di Indonesia di akhir tahun 1980-an ada juga usul agar pengidap HIV/AIDS atau Odha (Orang dengan HIV/AIDS) dipublikasi agar mereka dikenal sehingga bisa menghindari penularan HIV/AIDS. Padahal, salah satu syarat menjalani tes HIV adalah pernyataan sikap bahwa jika hasil tes HIV positif penularan HIV akan dihentikan mulai dari diri sendiri. Selain itu yang jadi masalah besar pada epidemi HIV/AIDS adalah banyak orang yang tertular HIV/AIDS tidak menunjukkan gejala tapi mereka bisa menularkan HIV/AIDS terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Begitu juga dengan pasien Covid-19 tentu menjalani terapi dan penjelasan agar tidak menularkan kepada orang lain, seperti melalui program isolasi. Pemerintah, melalui dinas-dinas kesehatan di wilayah pasien Covid-19 melakukan contact tracing sehingga menemukan warga yang tertular dan memutus mata rantai penyebaran virus.

Baca juga: Tracing Corona Selamatkan Nyawa dan Putus Penularan

Sejak ditemukan dua kasus Covid-19 kasus-kasus baru berikutnya sebagian besar terkait dengan pasien-pasien yang sudah tertular Covid-19 sehingga lockdown bukan pilihan. Pemerintah sendiri sudah memastikan tidak memilih lockdown.

Baca juga: Indonesia Tidak Akan Lakukan Lockdown Terkait Corona

Kalau amuk massa bisa dicegah polisi, tentulah stigmatisasi dan diskriminasi akan melekat pada pasien-pasien Covid-19 yang identitasnya dibuka dan disebarluaskan berbagai media, termasuk media sosial, yang pada akhirnya menimbulkan luka baru sebagai (penyakit) psikologis bahkan bisa sampai pada kondisi psikiatri. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
WHO Sebut Wabah Covid-19 Menyebar ke Seluruh Dunia
Wabah virus corona, Covid-19, disebut oleh WHO sudah menyebar ke seluruh dunia dengan Italia dan Iran sekarang ada di garis depan penyebaran virus
WHO Tetapkan Virus Corona Sebagai Pandemi Global
WHO menetapkan virus corona Covid-19 menjadi pandemi global yang telah menyebar ke lebih dari 121.000 orang.
WHO: Corona Tak Bisa Dihentikan Karena ….
WHO ingatkan kekurangan peralatan pelindung membahayakan pekerja kesehatan di seluruh dunia karena gangguan pasokan global