Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi kesalahan pengetikan pasal 170 yang terdapat di dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Jokowi memastikan omnibus law yang masih berupa draf itu telah diserahkan pemerintah kepada DPR, dan masih dimungkinkan untuk mengalami perubahan seiring waktu berjalan.
Kan kita ingin terbuka, baik DPR maupun kementerian-kementerian, terbuka untuk menerima masukan masukan
"Yang enggak mungkin artinya apa, pemerintah bersama DPR dan selalu terbuka ini masih terlalu awal, mungkin masih tiga bulan, mungkin masih empat bulan baru selesai atau lima bulan baru selesai ya," kata Jokowi di The Ritz Carlton Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Jokowi menegaskan draf omnibus law bisa mengalami perubahan, terhadap dialog ataupun pelbagai masukan yang dilakukan berbagai pihak.
"Kan kita ingin terbuka, baik DPR maupun kementerian-kementerian, terbuka untuk menerima masukan-masukan, menerima input-input, mendengar keinginan-keinginan masyarakat," ucapnya.
Baca juga: Setelah Aksi 212, FPI Siap Demo Omnibus Law ke DPR
Sehingga, nantinya pemerintah dapat mengakomodir melalui kementerian, kemudian persetujuan di DPR.
"Artinya apa, pemerintah membuka seluas-luasnya masukan. DPR juga saya kira akan membuka seluas-luasnya masukan-masukan lewat dengar pendapat," tutur mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengakui adanya kekeliruan pada tulisan yang diketik dalam draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Namun, dia menyebut hal itu masih bisa diperbaiki.
Salah ketik yang dimaksud Mahfud yaitu pada Pasal 170 draf RUU Cipta Kerja yang menyatakan peraturan pemerintah (PP) bisa membatalkan undang-undang.
"Yang penting, RUU Cipta Kerja itu sekarang masih dalam bentuk rancangan di mana semua bisa diperbaiki. Baik karena salah, maupun karena perbedaan pendapat, itu masih bisa diperbaiki selama proses di DPR, itu saja. Jadi tidak ada PP itu bisa mengubah undang-undang," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.
Baca juga: FPI Curiga Omnibus Law Merugikan Pribumi
Mahfud menegaskan pemerintah memastikan draf RUU Cipta Kerja pasal 170 itu memang keliru. Sebab, tidak mungkin PP membatalkan undang-undang.
"Ya salah ketik sebenarnya. Artinya seharusnya keliru, kan tadi sudah disepakati kalau kembali ke dasar teori ilmu perundang-undangan, bahwa yang bisa mengubah undang-undang itu hanya undang-undang. Kalau PP itu hanya bisa mengatur lebih lanjut, itu prinsipnya," ucap dia.
Dalam pasal 170 ayat 1 BAB XIII RUU Omnibus Law Cipta Kerja, disebutkan presiden sebagai kepala negara memiliki kewenangan mencabut Undang-Undang melalui PP dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja.
Selain itu, presiden juga memiliki kewenangan mencabut Peraturan Daerah (Perda) yang bertentangan dengan undang-undang di atasnya melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Hal itu ada dalam pasal 251 di draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). []