Pandangan Denny Siregar soal Omnibus Cipta Lapangan Kerja

Jokowi ternyata tidak mau menyerah. Ia kemudian merancang undang-undang yang bernama Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Tulisan Denny Siregar.
Aktivis buruh di Yogyakarta, Rabu, 12 Desember 2020, menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau yang mereka sebut RUU Cilaka yang dinilai hanya berpihak kepada pengusaha. (Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Saya kemarin nonton film dokumenter produksi Barack Obama yang menang Oscar berjudul American Factory. Film dokumenter itu bercerita tentang hancurnya industri di Amerika, seperti General Motors. Banyak pengangguran dan membuat repot negara. Kemudian investor asing dari China masuk, sebuah pabrik pembuat kaca mobil yang membeli bekas pabrik General Motors. Mereka kemudian merekrut karyawan yang tadinya menganggur dan akhirnya muncullah harapan baru.

Sayangnya itu tidak lama. Investor China kemudian mengeluh dengan kualitas tenaga kerja dari Amerika. Mereka dianggap lamban, suka menuntut dan mengeluh, sering libur dan yang paling mengganggu adalah serikat pekerja. Investor China itu kemudian membawa beberapa eksekutif perusahaan ke negaranya. Di sana, para eksekutif Amerika melihat bagaimana para buruh China itu bekerja seperti sedang perang.

Satu buruh China bisa mewakili dua sampai tiga orang buruh Amerika. Mereka tidak punya serikat pekerja yang mengganggu, sehingga produktivitas mereka pun tercapai.

Saya jadi teringat di akhir tahun 2019. Perang dagang Amerika versus China membawa berkah untuk negara-negara industri di Asia. Ada 33 perusahaan besar China yang ingin memindahkan pabriknya. Dan itu berarti ada potensi ribuan triliun rupiah masuk ke sini. Tapi ternyata tidak ada satupun yang mau investasi ke Indonesia. Tujuan mereka adalah Vietnam. Dan Jokowi dikatakan marah besar, tersinggung karena negaranya dipandang sebelah mata. Dia juga memikirkan ada 7 juta pengangguran di Indonesia yang butuh kerjaan. Dan pertanyaan besarnya adalah, "Kenapa Indonesia sama sekali tidak dianggap layak investasi?"

Jokowi ternyata tidak mau menyerah. Ia kemudian merancang undang-undang yang bernama Omnibus Law.

Memang beda Indonesia dan Vietnam dalam hal mengundang investor asing. Vietnam sangat siap. Mereka tidak punya masalah dengan lahan karena semua dikuasai negara. Di Indonesia, untuk masalah lahan saja, sulit sekali mencarinya. Belum izin yang tumpang tindih antara pusat dan daerah, akibat reformasi. Pokoknya, malaslah investasi di Indonesia.

Jokowi ternyata tidak mau menyerah. Ia kemudian merancang undang-undang yang bernama Omnibus Law. Omnibus Law ini adalah produk hukum yang mengikat beberapa produk hukum. Jadi semisal di daerah ada perda untuk investasi yang menyulitkan, maka Omnibus Law ini menjadi acuan.

Salah satu yang sedang digodok dalam Omnibus Law ini adalah Omnibus Cipta Lapangan Kerja, atau dikenal dengan nama Cilaka. Ini khusus untuk tenaga kerja. Dalam RUU ini, pemerintah ingin menghapus izin khusus yang selama ini menjadi masalah. Seperti izin cuti waktu mendapat haid pertama, cuti menikah atau ketika menikahkan, cuti karena istri sedang keguguran, dan banyak cuti lain yang malah bikin produktivitas kerja turun. Dan ini yang sering dikeluhkan perusahaan. Sudah kerjanya lamban, banyak cutinya, tapi penginnya gaji gede dan banyak maunya. Belum lagi serikat pekerjanya yang lebih sibuk demo daripada menjaga bagaimana anggotanya bisa tetap makan.

Berita buruk tentang buruh dan susahnya izin di Indonesia ini tentu sampai ke negara luar sehingga mereka takut dan mending investasi ke Vietnam, lebih menguntungkan.

Kalau melihat film American Factory itu, buruh di Amerika ada mirip-miripnya sama buruh di Indonesia menurut pandangan investor China.

Kembali ke Omnibus Law Cilaka tadi, apakah para buruh terima kalau izin cuti khusus mereka dihapus? Oh, tentu tidak. Para buruh yang tergabung dalam serikat pekerja sudah mengancam untuk demo besar-besaran. Ya tentu demo dengan naik motor Ninja yang cicilannya 2 juta per bulan meski gajinya cuma 3 jutaan. Demo penting, tapi gaya jauh lebih penting.

Ini tentu jadi PR besar Jokowi. Satu sisi ingin menarik investor luar dengan banyak kemudahan. Satunya lagi harus berhadapan dengan masalah pekerja yang tidak hanya butuh makan, tapi juga butuh liburan, handphone terbaru sampai biaya untuk mejeng di Instagram meski skill kerja pas-pasan. Ini memang masalah klasik di negeri tercinta ini. Banyaknya buruh yang kerja di pabrik, karena memang sekolah kita hanya mencetak para pegawai, bukan profesional atau wiraswastawan.

Seandainya kita sejak dulu fokus untuk lebih banyak mencetak wiraswasta, tentu tidak akan ada masalah seperti ini. Permasalahan lain adalah, ketika perusahaan besar lebih suka mengganti tenaga manusia yang makin banyak permintaan dengan robot pekerja, bagaimana nasib buruh kelak? Dan itu yang terjadi dalam film American Factory, bahwa China lebih suka menggunakan robot daripada buruh di Amerika karena mereka kerjanya lebih jelas dan enggak punya kemauan.

Kelak Indonesia juga akan sama. Robot akan mengganti jutaan buruh di sini, dan pengangguran karena tidak punya skill dan keberanian memulai usaha akan menjadi-jadi. Habis itu salahkan Jokowi karena nasib mereka tidak bisa diperbaiki.

Saya punya seorang teman. Dua dulu juga buruh pabrik bertahun-tahun kerja di perusahaan orang. Akhirnya dia keluar karena merasa enggak punya harapan hidup lebih besar kalau tetap di sana. Dia akhirnya jualan bakso kecil-kecilan. Enggak malu? Enggak, katanya. Mending begini, hidup enggak ada yang mengatur. Mau libur kek, enggak ada yang melarang. Daripada gaya selangit tapi hidup penuh dengan aturan. Akhirnya ia dapat kredit dari pemerintah, dan usaha baksonya berkembang. Dia jadi manusia merdeka, tetap sederhana dan berkecukupan.

Jadi tinggal pilih saja, mau jadi buruh selamanya dan siap setiap saat diganti robot, atau jadi pedagang bakso yang merdeka dan hidup lumayan? Atau jadi ustaz sajalah. Soalnya gampang jadi ustaz. Tinggal hapal satu dua ayat, terus pakai gamis, terus caci maki pemerintah, bisa tuh mendadak kaya, kayak Sugik Nur. 

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Tulisan ini sebelumnya telah di-publish dalam bentuk video di Cokro TV dengan judul Denny Siregar: Aduh, Omnibus Cilaka

Baca juga:

Berita terkait
Denny Siregar: Veronica Tan Lebih Dewasa Dibanding Ahok
Pegiat media sosial Denny Siregar mengatakan Veronica Tan lebih dewasa dibanding Ahok Basuki Tjahaja Purnama atau BTP.
Pengalaman Serangan Jantung Denny Siregar Seperti Ashraf Sinclair
"Jantungmu kena." Begitu kata temanku seorang dokter spesialis jantung. Kaget? Pasti. Pengalaman Denny Siregar seperti dialami Ashraf Sinclair.
Denny Siregar: Pemilih Jokowi Sedunia, Saat Cinta Jadi Kecewa
Komen di mana-mana yang kecewa pada Jokowi semakin membesar. Untuk pemilih Jokowi sedunia, saat cinta jadi kecewa. Tulisan Denny Siregar.