Enaknya Jadi Buron, Tak Ada Hukuman Tambahan

Tidak ada hukuman tambahan bagi terpidana yang jadi kabur dan jadi buron menjadi celah hukum pelaku tindak pidana.
Ilustrasi. (shutterstock.com)

Semarang - Tak ada hukuman tambahan bagi para buron yang tertangkap aparat penegak hukum. Enaknya perlakuan hukum tersebut bakal menjadi referensi bagi seorang terpidana untuk kabur usai ada keputusan hukum tetap dari pengadilan. 

Pada kurun waktu dua bulan, November sampai dengan Desember 2019, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang menyelesaikan kasus-kasus lama yang belum usai. Di antaranya memburu terpidana yang melarikan diri dan ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Belum lama ini, tepatnya pada 25 Desember 2019, mantan Direktur II PT Global Investama Engineering (GIE) Semarang, Tonny Kurniawan Soekamto, berhasil dibekuk di persembunyiannya. Ia ditangkap di perumahan Semawis, Kedungmundu, Tembalang Kota Semarang. 

Tonny merupakan terpidana perkara pemalsuan surat yang menyebabkan kerugian bagi perusahaannya sebesar Rp 141.750.000. Ia menjadi buron selama empat tahun dari Desember 2015 lalu usai vonis dijatuhkan.

Padahal vonis yang dijatuhkan pengadilan, berdasarkan putusan terakhir bernomor 1302 K/PID/2015 tertanggal 14 Desember 2015, amar putusannya hanya menyebut selama enam bulan penjara. Artinya, andai vonis ditaati, hanya setengah tahun dinginnya lantai sel tahanan dirasakan. 

Kasus serupa dapat diungkap aparat kejaksaan Semarang. Sebelum Tonny, petugas Kejari juga berhasil meringkus Bogie Sri Hardono bin Sarno Soemohandojo di rumahnya, di Jatingaleh, Kota Semarang. Sempat berpindah-pindah tempat persembunyian sebelum akhirnya terendus berada di Jatingaleh. 

Bogie buronan sejak tahun 2008. Ia terjerat perkara penipuan modus penjualan kayu yang menimpa korban Ivan Agusta dengan kerugian mencapai Rp 125 juta. Sedangkan vonisnya hanya satu tahun penjara. Jika ia kooperatif dengan hukum maka sudah melenggang dan berkumpul dengan keluarganya dengan nyaman sejak 10 tahun lalu. 

Hanya saja, sekalipun berhasil menangkap para buron tersebut, bukan lah suatu prestasi yang mengembirakan. Faktanya, para buron yang tertangkap itu tetap hanya akan menjalani pidana sebagaimana vonis terakhir dari perkara yang menjeratnya. 

Hukuman tambahan tidak ada, termasuk hukuman disiplin juga tidak ada, karena aturannya memang begitu.

Lapas SemarangSuasana Lapas Kedungpane Semarang usai menerima tahanan mantan Direktur II PT GIE Tonny Kurniawan Soekamto. (Foto: Tagar/Sigit AF)

Pelarian mereka setelah divonis tidak akan memberatkan hukuman lagi. Meskipun nama baik lembaga penegak hukum menjadi taruhan ketika para buron tersebut tak segera tertangkap. Tentu saja juga merepotkan petugas kejaksaan lantaran harus mencari keberadaan keduanya ke beberapa tempat. 

Hal itu dibenarkan Kepala Kejari Kota Semarang Sumurung Pandapotan Simaremare. Melalui Kasi Intelijen, Subagyo Wijaya, ia mengatakan, para buron atau DPO yang sudah ditangkap hanya akan menjalani masa hukuman awalnya lantaran sudah divonis majelis hakim dan perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap.

“Jalani pidananya tetap sebagaimana vonis majelis hakim. Hukuman tambahan tidak ada, termasuk hukuman disiplin juga tidak ada, karena aturannya memang begitu. Bahkan kadang ada yang sampai kedaluwarsa,” kata Subagyo Wijaya menyikapi fenomena buron tertangkap, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat 27 Desember 2019.

Senada disampaikan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Kedungpane Semarang Dady Mulyadi. Lewat penjelasan yang disampaikan Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Triwibowo, kedua narapidana tangkapan Kejari Semarang tersebut sudah ditahan di tempatnya. 

Namun demikian, diakuinya, masalah hukuman para buron yang sudah diamankan tersebut tetap sesuai dengan vonis majelis hakim. Khusus Tonny Kurniawan, dari informasi yang diterimanya, pada tahun 2015 pernah ditahan. Kemudian divonis bebas sebelum akhirnya muncul vonis kasasi dari Mahkamah Agung (MA).

“Kemudian putusan kasasinya turun lebih lama, mungkin pas baru ketemu terus dieksekusi kejaksaan dimasukkan ke dalam lapas. Sebelumnya lama tidak ketemu makanya kemudian dinyatakan masuk dalam DPO,” jelasnya. 

Lantas apakah di dalam penjara, tidak ada bonus hukuman mengingat para buron tersebut jelas tidak menghormati hukum ? semisal hukuman disiplin atau sejenis. Mengenai itu, Triwibowo mengaku tidak ada. Karena status keduanya bukan pelarian dari penjara sehingga tidak bisa dikenai hukuman disiplin.

“Akan tetapi tetap dengan penangkapan DPO itu, tentunya menjadi sikap kami terhadap keduanya. Sehingga ada referensi untuk memberikan perlakuan bagi yang bersangkutan menjalani pembinaan di lapas,” sebutnya. 

Memburu Hukuman DPO

Sementara itu, 'kenyamanan' bagi buron yang perkaranya sudah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap bertolak belakang dengan yang dirasakan pihak korban. Salah satunya dari Yakobus Sutarman, bos dari PT GIE, korban penipuan modus pemalsuan surat Tonny Kurniawan.

Yakobus mengaku aneh, kalau seorang yang sebelumnya masuk DPO, hukumannya tidak bertambah berat ketika usai tertangkap. Dari kaca mata orang yang awam hukum, kebijakan demikian bisa jadi preseden buruk atas penegakan hukum. 

Juga akan memberi pelajaran berharga bagi penjahat serupa. Mereka, para pelaku pidana akan melarikan diri terlebih dahulu begitu usai divonis pengadilan.

“Bisa-bisa orang lari dulu, begitu divonis pidana. Kemudian kalau perkaranya sudah kedaluwarsa baru menyerahkan diri, supaya bebas,” ujarnya.

Suara kekecewaan juga disampaikan Sekretaris Komunitas Peduli Hukum (KPH) Jawa Tengah, Darma Wijaya Maulana. Ia menilai jika tidak ada hukuman tambahan bagi buron yang berstatus terpidana maka pelaku tindak pidana akan menggunakan celah hukum tersebut. 

Mereka akan berupaya kabur setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap. Terlebih jika para buron tersebut mengetahui kapan kedaluwarsa kasus yang membidiknya.  

Bisa-bisa orang lari dulu, begitu divonis pidana. Kemudian kalau perkaranya sudah kedaluwarsa baru menyerahkan diri, supaya bebas.

Lapas SemarangLapas Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Karena itu, ia menyarankan perlu dikeluarkan aturan turunan atau regulasi baru yang mengatur persoalan hukuman bagi pelaku tindak pidana berstatus narapidana, tahanan maupun terdakwa dan terpidana yang melarikan diri.

“Paling tidak penjaminnya harus diberikan hukuman, menggantikan pelaku. Jadi tidak semena-mena pelaku melarikan diri," ujar dia. 

Perlu juga ada perhatian dari pihak kejaksaan, Jika memang ada unsur kesengajaan untuk tidak segera menahan atau mengeksekusi pelaku tindak pidana. Sehingga memunculkan celah terpidana menghirup udara bebas sebebas-bebasnya. 

"Termasuk jaksa yang menangani juga di sanksi kalau sampai pelaku kabur, karena konsekuensi tidak menahan,” kata pria yang juga Ketua Komunitas Pemerhati Korupsi atau Kompak Jawa Tengah ini.

Di wawancara terpisah, salah satu pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Pejuang Keadilan Indonesia (Rupadi) Muhammad Nastain menyatakan sudah ada regulasi yang mengatur khusus permasalahan tersebut. 

Yakni adanya jaminan atas penangguhan penahan sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Kemudian pasal 35 dan pasal 36 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan PP Nomor 58 tahun 2010 tentang Pelaksanaan KUHAP.

“Sebagaimana ketentuan pasal tersebut, ketika ada tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah melewati waktu tiga bulan tidak diketemukan, maka kalau menjaminkan uang akan menjadi milik negara dan disetor ke kas negara,” ungkapnya.

Sedangkan jika jaminannya adalah orang, instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin, yang disebut uang tanggungan.

Dengan demikian, lanjut dia, apabila tersangka atau terdakwa itu melarikan diri dan penjamin tidak bisa membayar uang tanggungan, maka harta benda dari orang penjamin akan disita sebagai pelunasan atas uang yang harus ditanggung si penjamin melalui penetapan pengadilan.

Meski begitu, diakuinya, pelaksanaan di lapangan semuanya tak sesuai aturan hukum yang ada. Karena kebanyakan penjamin jarang diberikan sanksi.

“Jadi konsekuensi yang harus diterima oleh penjamin adalah membayar uang tanggungan yang telah ditetapkan apabila yang dijaminkan kabur. Uang tanggungan tersebut menjadi tanggung jawab penjamin hingga melibatkan seluruh harta bendanya,” jelasnya. []

Baca juga: 

Berita terkait
Kejari Semarang Ringkus Buron 4 Tahun Kasus PT GIE
Kejari Semarang meringkus buron kasus pemalsuan surat yang menghilang setelah putusan pengadilan empat tahun lalu.
OTT BPN Kota Semarang, Kejari Jebloskan Kasubsi Pemeliharaan Data ke LP Bulu
"Setelah kami diskusikan, kami memutuskan untuk melakukan penahanan kepada tersangka selama 20 hari kedepan di LP Wanita Bulu Semarang," kata dia.
Tim Khusus Kejari Geledah Kantor BPN Semarang
Penggeledahan diduga terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan kejaksaan terhadap Kepala BPN berinisial S dan tiga stafnya.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.