Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi surat perintah penyelidikan atau sprin lidik terhadap tersangka suap Harun Masiku yang dipertanyakan oleh tim hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), karena ditandatangani saat proses peralihan pimpinan KPK dari Agus Rahardjo ke Firli Bahuri.
Kami sangat menyayangkan karena tidak membaca secara utuh Keppres tersebut.
Saat itu, Agus Rahardjo Cs telah diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 112/P/2019 Tentang Pemberhentian Dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca juga: Penangkapan Harun Masiku di Singapura dan Ekstradisi
Plt Juru bicara KPK Ali Fikri menyayangkan tim hukum PDIP yang tidak membaca isi Keppres Nomor 112/P/2019 secara utuh.
"Saya tahu bahwa Pak Maqdir orang yang paham betul tentang hukum. Kami sangat menyayangkan karena tidak membaca secara utuh Keppres tersebut," ujar Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 16 Januari 2020.
Menurut Ali, sprin lidik KPK terhadap eks calon legislatif PDIP pada tanggal 20 Desember 2019 itu tetap sah, meskipun diteken oleh KPK era Agus Rahardjo.
"Di (Keppres) sana dinyatakan, bahwa berhentinya atau selesainya pimpinan KPK yang lama itu adalah sejak kemudian ada pelantikan ataupun adanya pengambilan sumpah jabatan dari pimpinan KPK yang baru, dalam hal ini adalah Pak Firli dan kawan-kawan," kata Ali.
Baca juga: Andi Arief Tuduh Hasto Sembunyikan Harun Masiku
Sebelumnya, anggota tim hukum PDIP Maqdir Ismail mempersoalkan legalitas sprin lidik KPK yang digunakan untuk menyelidiki kasus dugaan suap yang melibatkan mantan anggota PDIP Harun Masiku.
Menurut Maqdir, sprin lidik yang diterbitkan KPK tidak sah lantaran menggunakan tanda tangan Pimpinan KPK periode 2015-2019.
Dia menyatakan, Pimpinan KPK periode 2015-2019 tak memiliki kewenangan menjalankan tugas lantaran sejak Oktober telah diberhentikan oleh Presiden dalam ketentuan Keppres. []