ASN Dominasi Pelaku Kasus Korupsi di Jawa Tengah

ASN mendominasi daftar koruptor di Jawa Tengah sepanjang 2019. Kalangan dewan dan hakim jadi yang tersedikit.
Dominasi ASN di kasus korupsi di Jawa Tengah terungkap di diskusi Corruption Case Update di Semarang, Jumat, 3 Januari 2019. (Foto: Tagar/Sigit AF)

Semarang - Jumlah perkara korupsi sepanjang 2019 di Jawa Tengah terpantau menurun dibanding dua tahun sebelumnya. Kalangan aparatur sipil negara (ASN) menjadi pelaku dominan di perkara yang merugikan keuangan negara tersebut. 

Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang mengungkapkan data mengenai penanganan kasus korupsi di Jawa Tengah. Dari catatannya, pada 2019 ada 95 perkara yang masuk untuk disidangkan. Sedangkan 2018 ada 98 perkara. Kemudian, di tahun 2017 mencapai 110 perkara disidangkan.

"Perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang berhasil disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang cenderung turun dalam beberapa tahun terakhir," kata Sekretaris GMPK Kota Semarang, Okky Andaniswari dalam diskusi Corruption Case Update, di Aula Gedung Debora Ong, Semarang, Jumat, 3 Januari 2020.

Jadi aneh kalau dalam satu kasus korupsi cuma satu pelaku, karena pastinya tindakan korupsi itu dilakukan berjamaah.

Ia melanjutkan, sepanjang 2019 terdapat 111 tersangka yang disidangkan. Angka itu tidak begitu banyak berubah dibanding 2018, yang jumlahnya ada 112 koruptor.

"2019 ada yang masih menjadi terdakwa dan kebanyakan sudah menjadi terpidana korupsi," tutur dia.

Dijelaskannya, dari berbagai ragam latar belakang pelaku, unsur paling dominan dari sisi pekerjaan adalah ASN, sebanyak 34 pelaku. Lalu disusul perangkat desa sebanyak 29 pelaku. Kemudian pegawai dan pimpinan di BPR, BUMD dan PDAM sejumlah 21 pelaku.

Okky melanjutkan, untuk unsur bupati, sekda dan staf bupati ada lima pelaku. Disusul pegawai kejaksaan tiga pelaku. Sedangkan, kasus korupsi yang menjerat dewan menjadi yang terendah nomor dua di Jawa Tengah, dengan dua politikus. Terakhir, dari unsur hakim hanya satu orang.

Dari 95 perkara di 2019, jumlah kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebanyak sembilan perkara. Sehingga KPK juga turun satu penanganan kasus dari 2018 lalu yang mampu tangani sampai 10 perkara. 

Sedangkan sisa perkara, lanjut dia, lebih banyak ditangani kejaksaan, baik level kota, provinsi maupun dihandle langsung Kejaksaan Agung serta kasus dari limpahan kepolisian.

Okky menambahkan, data catatan pihaknya tersebut, jumlah pelaku dalam satu perkara berkisar satu sampai tiga orang. Baginya, di dalam kasus korupsi jika jumlah pelaku hanya satu orang sangat tidak masuk akal. Sebab yang namanya korupsi pasti dilakukan bersama atau ada bantuan dan peran pihak lain. 

“Jadi aneh kalau dalam satu kasus korupsi cuma satu pelaku, karena pastinya tindakan korupsi itu dilakukan berjamaah. Untuk itu kami minta aparat penegak hukum jangan pilih-pilih calon tersangka,” terangnya. []

Baca juga: 

Berita terkait
Profil M Tamzil, Bupati Kudus Dua Kali Kepergok Korupsi
Apabila terbukti bersalah di meja hijau, maka M Tamzil dapat disebut sebagai residivis kasus tindak pidana korupsi.
Terdakwa Suap Jabatan Kudus Menangis Saat Disidang
Terdakwa kasus suap jabatan di Kudus, Akhmad Shofian mengaku uang suap ke Bupati Tamzil sebenarnya untuk biaya kuliah anaknya.
Tahu Ada Suap, Bupati Tamzil Tak Lapor Polres Kudus
Bupati Kudus nonaktif HM Tamzil tahu ada suap Rp 200 juta untuk promosi jabatan Sekretaris DPPKAD setempat. Ia menolak tapi tidak lapor ke polisi