Tragedi Kanjuruhan Malang dalam Perpektif Hukum

Kasus Kanjuruhan menunjukkan bahwa kualitas sepakbola Indonesia masih rendah.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Bung Karno (UBK) menggelar diskusi publik bertajuk "Perspektif Hukum Dalam Tragedi Kanjuruhan", di Kazie Coffe Matraman, Jakarta, Rabu, 26 Ferbruari 2022.

TAGAR.id, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Bung Karno (UBK) menggelar diskusi publik bertajuk "Perspektif Hukum Dalam Tragedi Kanjuruhan", di Kazie Coffe Matraman, Jakarta, Rabu, 26 Ferbruari 2022.

Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber, yakni Ketua Umum Forum Komunikasi Suporter Indonesia (FKSI) Richard Achmad Suprianto S.T., M.I.Kom, Akademisi UBK Hudy Yusuf, S.H., M.H, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) Saiful Salim.

Saiful dalam paparannya menyampaikan, kasus kanjuruhan merupakan tindak pidana namun bisa merujuk kepada pelanggaran HAM karena dengan dalih aparat kepolisian merupakan representasi dari negara. Jika dilihat pada unsur-unsur dan ketentuan UU no 39 tahun 1999 pasal 1 angkat (6) bisa dikategorikan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran HAM.

"Namun kita semua harus menunggu hasil Investigasi dari TGIPF (Tim Gabubgan Independen Pencari Fakta)," ujarnya.

Meski demikian, ia menilai kasus Kanjuruhan menunjukkan bahwa kualitas sepakbola Indonesia masih rendah.

"Dari tragedi ini pihak PSSI harus melakukan perubahan aturan internal (Statuta PSSI). Mulai dari mekanisme pertangunggujawaban oleh PSSI dan peraturan turunan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas sepakbola yang lebih baik. Dalam hal aparat kepolisian harus mengubah budaya represif ke humanisme. Tindakan kepolisian harus sesuai dengan UU Kepolisian yaitu mengayomi, dan melindungi," ucap Saiful.

Sementara, Richard menceritakan awal mula kejadian hingga menjadi ricu dan menewaskan ratusan orang.

"Tragedi tersebut bermula pada saat suporter Arema turun ke lapangan untuk mempertanyakan kepada manajemen terkait penyebab kekalahan tim mereka. Tanpa seizin pihak panitia atau pihak keamanan, perbuatan tersebut langsung di sambut oleh kepolisian dengan tindakan represif yang kemudian melahirkan emosi suporter lain sehingga mereka turun kelapangan dengan tujuan melerai," katanya.

"Namun, yang sangat di sayangkan situasi tersebut di perparah pihak keamanan dalam hal ini polisi, dimana langsung merespon dengan menembakan gas air mata ke arah suporter yang ada di lapangan dan di tribun kurang lebih sebanyak 10 kali tembakan," lanjut Richard.

Kemudian, Hudi berkata dalam kasus tersebut ada hal yang tidak dijalankan sesuai mekanisme yang ada.

"Mulai dari persiapan panitia yang kurang matang sampai pada jalanya pertandingan yang tidak sesuai dengan aturan, yang menjadi faktor pendukung terjadinya tragedi kemanusiaan itu," tuturnya.

Menurut dia, seharusnya pihak penyelenggaran jika menilai persiapan belum matang maka kegiatan harus di hentikan atau di tunda, sehingga kejadian demikian tidak terjadi.

"Keamanan jangan korbankan keselamatan penonton demi membelah aset, yang harus di utamakan dan diperhatikan aspek kemanusiaan" tutupnya.[]

Baca Juga:

Berita terkait
Misteri Pintu Terkunci di Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM Ungkap Fakta Baru
Hal ini diungkapkannya saat menyampaikan hasil investigasinya terkait Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
TGIPF Tragedi Kanjuruhan Ungkap Ada Pelanggaran Aturan Teknis Penyiaran
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan mengatakan ada hal-hal yang dilanggar dalam konteks penyiaran.
Pemerintah Audit Kelayakan Stadion Sepak Bola Kanjuruhan
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan melakukan audit terhadap bangunan stadion.
0
Tragedi Kanjuruhan Malang dalam Perpektif Hukum
Kasus Kanjuruhan menunjukkan bahwa kualitas sepakbola Indonesia masih rendah.