Rembang - Kejadian menggelitik terjadi di persidangan perkara dugaan pembunuhan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Rembang. Terdakwa, ST 58 tahun, kebingungan dengan tuduhan pembunuhan yang didakwakan kepadanya.
Respon itu membuat keheranan majelis hakim maupun jaksa penuntut umum (JPU). Usut punya usut, kebingungan itu dipicu permasalahan sepele. ST tidak memahami dakwaan JPU lantaran tidak bisa berbahasa Indonesia.
"Saya tidak bisa bahasa Indonesia, tidak mengerti saya," kata dia dalam bahasa Jawa sembari memperlihatkan mimik muka kebingungan, Rabu, 29 Januari 2020.
ST didakwa membunuh adiknya sendiri Sugiyono 42 tahun, diduga motif warisan. Peristiwa berdarah di antara saudara sekandung itu terjadi pada awal September 2019 di Desa Suntri, Kecamatan Gunem. Dan untuk pertama kalinya, perkara itu disidangkan di PN Rembang, Rabu, 29 Januari 2020.
Dakwaan itu bermula dari rangkaian penyidikan yang tidak benar, cacat hukum dan tidak maksimal. Berita acara pemeriksaan penuh rekayasa.
Bermula dari pembacaan dakwaan oleh JPU. Kemudian majelis hakim yang dipimpin Sri Rahayuningsing menanyakan ke ST soal materi dakwaan itu. Setelah mengetahui hanya bisa bahasa Jawa, terdakwa diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan penasehat hukumnya.
Baru kemudian terdakwa memahami apa yang terkandung di dakwaan JPU. Namun jawaban menyangkal dakwaan langsung disampaikan yang bersangkutan. "Mboten kulo, kulo mboten pelakune. Saestu mboten kulo (bukan saya, saya bukan pelakunya. Sungguh, bukan saya)," ucapnya spontan.
Berikutnya, pihak penasehat hukum terdakwa diberi kesempatan untuk memberi jawaban atas dakwaan JPU. Hakim juga meminta salinannya diberikan ke terdakwa dengan maksud agar bisa dibaca juga. Namun lagi-lagi hakim dibuat bingung dengan tanggapan ST. Ia enggan menerima salinan eksepsi.
"Kulo nulis mawon mboten saget nopo malih moco (saya menulis saja tidak bisa apalagi membaca)," tutur ST mengundang senyum seluruh pihak yang hadir di ruang sidang.
Namun demikian hakim tetap meminta ST membawa salinan dakwaan meski hanya dipegangi saja. Usai eksepsi dibacakan, hakim kembali bertanya apakah ST hanya bisa bahasa Jawa atau masih paham sedikit bahasa Indonesia.
"Mboten saget, kulo mboten pernah sekolah (tidak bisa, saya dulu tidak pernah sekolah)," ujarnya polos.
Sementara itu, dalam eksepsinya, penasehat hukum terdakwa, Andi Darti menyatakan kliennya bukan pelaku sebenarnya di perkara pembunuhan Sugiyono. Bahkan ia tegas menyatakan JPU tidak memiliki bukti yang kuat dalam kasus tersebut.
Atas eksepsi tersebut, majelis hakim meminta JPU menyiapkan jawaban dalam bentuk tertulis. Agenda sidang dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan atas eksepsi terdakwa yang diwakili penasehat hukumnya.
"Dakwaan itu bermula dari rangkaian penyidikan yang tidak benar, cacat hukum dan tidak maksimal. Berita acara pemeriksaan penuh rekayasa. Fakta-fakta yang disampaikan penyidik sebelumnya juga tidak sinkron dengan dakwaan. Karena itu dakwaan seharusnya dibatalkan," tutur Darti usai sidang. []
Baca juga:
- Warung Tuak Titik Mula Pembunuhan Siswi SMK Tarutung
- Istri Muda Dalang Pembunuhan Hakim PN Medan
- Pemukulan Warnai Rekonstruksi Pembunuhan Banyumas