Semarang - Nama Pujiono Cahyo Widianto kembali jadi perhatian kalangan pemerhati anak Tanah Air. Pria yang akrab disapa Syekh Puji ini diam-diam kawin lagi dengan anak perempuan bawah umur.
Pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Jannah di Bedono, Kabupaten Semarang, tersebut diketahui menikah dengan anak usia tujuh tahun asal Grabag, Kabupaten Magelang. Si anak merupakan santriwatinya di Miftahul Jannah.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan dugaan pernikahan anak di bawah umur itu terungkap setelah mendapat aduan dari sejumlah keluarga pelaku yang mengaku geram atas tindakan Syekh Puji.
Dia merupakan residivis, orang yang mengulangi kejahatan yang sama. Dia dapat diancam 20 tahun penjara dan dapat dikebiri.
Dari keterangan yang didapatnya, pernikahan tersebut terjadi pada pertengahan 2018. Saat itu, pernikahan dilakukan secara siri pada tengah malam dengan menghadirkan keluarga terdekat.
"Korban berinisial D. Tidak ada foto-foto. Tapi banyak saksi yang merupakan keluarga terdekat dari Syekh Puji," katanya saat dihubungi Tagar, Kamis 2 April 2020.
Arist Sirait menuturkan sejumlah anggota keluarga yang tidak setuju sempat melaporkan tindakan tersebut ke Polda Jateng pada Maret 2019. Namun, laporan tersebut belum bisa ditindak lanjuti lantaran keterbatasan barang bukti.
"Itu yang membuat keluarga menghubungi Komnas PA meminta bantuan agar kasus ini, bisa diterima sebagai kasus tindak pidana anak yang dapat dihukum," katanya.
Menurut Arist, kasus tersebut bukan kali pertama yang dilakukan Syekh Puji. Pada tahun 2008, pria itu juga terjerat kasus pernikahan anak di bawah umur, yakni 12 tahun. Saat itu, Komnas PA yang mengadovaksi kasus tersebut menyatakan perbuatan Syekh Puji adalah kejahatan seksual yang dibungkus dengan modus perkawinan. Juga dihubungkan dengan perkawinan yang dibenarkan dengan alasan agama.
"Kami terus melakukan advokasi. Akhirnya pengadilan menetapkan Syekh Puji jadi terpidana. Nah, kemudian tiba-tiba terjadi lagi kasus serupa, tetapi usianya lebih muda lagi pada santrinya yang berumur tujuh tahun pada pertengahan 2018. Sekarang usianya belum genap sepuluh tahun," tutur dia.
Arist menambahkan berdasarkan UU 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Syekh Puji pantas mendapat hukuman kurungan penjara selama 20 tahun. Ditambah kebiri dan pemasangan alat elektronik di badannya untuk monitoring.
"Dia merupakan residivis, orang yang mengulangi kejahatan yang sama. Dia dapat diancam 20 tahun penjara dan dapat dikebiri. Itu dapat dilakukan dan jaksa harus menuntut seperti itu karena itu perintah undang-undang," ujarnya.
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan pengaduan kasus tersebut sudah diterima Direktorat Reserse Kriminal Umum pada Desember 2019. Saat ini, kasusnya masih dalam penyelidikan.
Menurut Iskandar, sudah ada enam orang yang diperiksa sebagai saksi. Selain itu, dari hasil penyelidikan sementara hasil visum dokter mengatakan tidak ada tanda kekerasan dan tidak ada robek selaput darah pada korban.
Mengenai ancaman hukuman terhadap Syekh Puji, pihaknya belum bisa menyimpulkan lantaran kasus masih di tahan penyelidikan belum penyidikan.
"Penyidik masih melakukan penyelidikan untuk mendalami apakah ada unsur-unsur pidananya. Kami belum bisa bicara hukuman," ucap dia. []
Baca juga:
- Korban Asusila Kecewa Pemeriksaan Anak Kiai Jombang
- Maraknya Pernikahan Dini Dipicu oleh Seks Bebas
- Menghindari Zina di Kalangan Milenial, Pernikahan Dini Bukan Jawaban Tunggal