Senin Menyengat di Gejayan

Perempuan muda itu memakai topi untuk menghalau terik yang menyengat, berlari menuju kerumunan massa di Gejayan, Yogyakarta.
Massa bergerak dari Bunderan UGM menuju pertigaan Jalan Gejayan dalam aksi #GejayanMemanggil, Senin, 23 September 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta - Dua perempuan muda berlari kecil menuju kerumunan massa di Gejayan. Satu di antaranya memakai topi untuk menghalau terik yang siang itu menyengat.

Mereka pada Senin, 23 September 2019, melebur dengan ribuan orang di Bunderan UGM Yogyakarta. 

Perempuan yang bertopi tampak berbicara dengan seseorang yang kemudian memberinya selembar poster.

Ia melihat sekilas poster itu, menggulungnya kemudian bergegas menuju barisan depan. Tak lama berselang, ia membentangkan poster. 

"DPR, Entah Apa yang Merasukimu, #Sahkan RUU PKS," demikian tulisan di poster kertas warna krem tersebut.

Ia berdiri lumayan lama dengan tetap membentangkan poster. Sesekali ia mengikuti aba-aba orator yang bergantian di sana. 

"Hidup!" serunya saat orator dengan lantang bersuara "Hidup Mahasiswa!

Perempuan bertopi pemegang poster itu bernama Yetty 20 tahun, mahasiswi di sebuah universitas negeri di Yogyakarta.

Apa yang ia inginkan bergabung di aksi bertajuk #GejayanMemanggil ini? 

"Saya ingin DPR lebih peka terhadap rakyat, saya ingin wakil rakyat benar-benar mewakili rakyat," kata Yetty kepada Tagar.

Ia tahu hari itu akan banyak mahasiswa menyuarakan aspirasi. Seruan aksi yang masif bertebaran di media sosial adalah alasannya. 

"Ada kuliah jam 2 siang, saya gabung sini dulu," ujar mahasiswi semester III itu.

Ia tahu rektornya tidak merestui aksi ini. Dia mengetahui beberapa menit sebelum aksi, jauh lebih dulu mengetahui seruan #GejayanMemanggil. Seruan itu diketahuinya sehari sebelum aksi. 

"Yang penting bisa jaga diri dan tertib," tuturnya.

Saya ingin DPR lebih peka terhadap rakyat.

GejayanSeorang peserta aksi menyampaikan aspirasi dalam aksi #GejayanMemanggil, Senin, 23 September 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

***

Kerumunan massa di Bunderan UGM semakin banyak. Mereka kemudian bergerak, berjalan ke timur menuju pertigaan Colombo atau Jalan Gejayan. Di sini pusat aksi digelar.

Seruan aksi #GejayanMemanggil yang masif di media sosial berhasil diikuti ribuan orang. Mereka tidak hanya berasal dari tujuh kampus terdekat. Kampus lain di Yogyakarta dan Sleman juga ambil bagian di dalamnya.

Sekitar 3.000-an orang memadati tempat itu. Tidak hanya mahasiswa yang turun ke jalan. Beragam profesi ada di sana, menyuarakan aspirasi.

Aksi itu berusaha membangkitkan spirit 20 tahun lalu. Saat itu, 8 Mei 1998 aksi reformasi menurunkan Soeharto, ribuan massa tumpah ruah di sini. 

Kala itu, aksi berlangsung ricuh sampai satu orang mahasiswa menjadi korban meninggal, Moses Gatutkaca, mahasiswa Universitas Sanata Dharma. 

Moses asal Kalimantan itu mengalami luka di bagian kepala akibat benda tumpul dan keras.

Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengatakan, situasi dan kondisi pada aksi #GejayanMemanggil dengan aksi 20 tahun lalu berbeda. 

"Kalau ada yang mengatakan sama itu ibaratnya membangunkam macan tidur," ujar Sri Sultan.

Macan tidur yang ia maksud adalah peristiwa berdarah 8 Mei 1998. Saat itu rakyat memiliki tujuan sama, menurunkan Presiden Soeharto. Sedangkan dalam aksi ini, isu yang diangkat beragam.

Kalau ada yang mengatakan sama itu ibaratnya membangunkam macan tidur.

***

Memang banyak poin yang dikumandangkan dalam aksi yang mengatasnamakan Aliansi Rakyat Bergerak tersebut. 

Lantas apa yang melatarbelakangi mereka berduyun-duyun, berkumpul di satu titik yang bernama pertigaan Jalan Gejayan?

Herlina, 20 tahun, mahasiswi kampus swasta di Yogyakarta mengaku mengetahui rencana aksi #GejayanMemanggil di media sosial. Seruan itu juga ia terima di WhatApp Group. 

"Saya bukan aktivis, tidak ikut UKM (unit kegiatan mahasiswa) apa pun, tapi saya merasa terpanggil untuk ikut," katanya di sela aksi.

Ia datang sendiri, langsung menuju titik lokasi. Meski dalam seruan itu disebutkan ada tiga titik start lokasi long march; Bunderan UGM, Kampus Sanata Dharma dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. 

"Saya yakin akan bertemu dengan teman-teman," ujarnya.

Mahasiswi semester V ini mengatakan, persoalan di negeri ini begitu kompleks. DPR dan pemerintah seperti partner yang sama-sama ingin menjual rakyatnya. 

"Isu Papua, kebakaran hutan, kerusakan lingkungan, iuran BPJS, pelemahan KPK, kriminalisasi pegiat pro rakyat, tenaga kerja asing dan banyak lagi," kata dia.

Itulah yang menjadi alasannya gabung bersama massa aksi. Ada beberapa poin yang digulirkan dari aksi itu. Salah satu isu sentral adalah menolak Revisi UU KPK dan pelemahan lembaga antirusuah itu. Namun Herlina tidak fokus pada isu itu.

Mahasiswi asal Jambi ini lebih tertarik menyuarakan kebakaran hutan. 

"Polusi udara di mana-mana, anak kecil tidak bisa menghirup udara segar," ujarnya.

Lina, demikian dia akrap disapa, menilai pemerintah sudah berusaha memadamkan kebakaran hutan, tapi tidak serius mengungkap siapa di balik kejadian yang terus berulang itu. 

"Saya sedih. Kalau saja ibu kota ada di Sumatera, elite dan DPR baru merasakan betapa susahnya bernapas saat kabut asap," katanya.

Apakah pro investasi itu harus dengan upah murah?

GejayanRibuan mahasiswa dan masyarakat umum tumpah ruah dalam aksi #GejayanMemanggil du pertigaan Jalan Gejayan, Senin, 23 September 2019. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

***

Di kerumunan yang sama ada Armando 40 tahun, pegiat serikat pekerja di Yogyakarta. 

Armando mengatakan ada beberapa pasal dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak kepada pekerja. 

"Hak pekerja dikebiri, melebihi jam kerja tidak dihitung lembar, upah minim tidak sesuai kebutuhan pokok yang riil," katanya.

Ia menambahkan, RUU Ketenagakerjaan memang seharusnya pro investasi, tapi jangan mengorbankan pekerja. 

"Apakah pro investasi itu harus dengan upah murah? Saya pikir tidak," katanya.

Pria yang bekerja di salah satu pabrik tekstil di Yogyakarta itu juga mengatakan, kalau pasal-pasal dalam RUU Ketenagakerjaan disahkan, beban hidup pekerja semakin berat. 

"Pekerja semakin sulit punya papan yang nyaman, belum lagi iuran BPJS yang akan dinaikkan, sembako juga terus naik," ucapnya.

Dagangan komplet, silakan mau beli yang mana.

***

Benny 21 tahun, seorang orator, mengatakan DPR tidak mewakili rakyat, lebih berpihak kepada segelintir orang, membela yang kaya, menindas rakyat jelata.

"Hai wakil rakyat, Anda mewakili siapa? Anda tidak mewakili suara mahasiswa, suara rakyat kecil yang terus menjerit," teriaknya.

Menurutnya banyak RUU yang saat ini dibahas dan akan dibahas, tidak pro rakyat kecil. 

"Ketika mayoritas rakyat menolak revisi UU KPK, mengapa justru Anda-Anda dengan lantang meminta revisi UU KPK? Anda takut perilaku korupsi terendus," ujarnya.

Benny mengatakan, revisi UU KPK yang sudah disahkan melukai hati rakyat. 

"Kenapa Anda memaksakan diri disahkan, sementara masa kerja Anda tinggal hitungan hari ini," katanya.

Dalam aksi itu, DPR yang lebih banyak dihujat. Massa aksi lebih banyak menyoroti wakil rakyat yang dianggap tidak berperan sebagai pengawas kebijakan pemerintah. 

"Bola panas ada di DPR. Anda berhak dicaci rakyat karena ulah Anda sendiri," ujar dia.

Menurut dia, banyak rancangan UU yang justru mencekik rakyat. DPR tidak lagi membela rakyat, tapi bersama pemerintah menindas rakyat. 

"Itu terlihat jelas dalam Rancangan KUHP," tuturnya.

Banyak pasal RKUHP yang bermasalah bagi kelangsungan demokrasi di negeri ini. Juga terjadi tumpang tindih terhadap UU lain.

***

Asri 21 tahun, mahasiswi, menyatakan RKUHP ini. "Ada pasal kolonial yang sudah dibatalkan Mahkamah Kontitusi, dihidupkan lagi. Pasal pidana mengancam kelompok rentan," kata dia.

Ada pula pengaturan tindak pidana korupsi mereduksi UU Tipikor; pengaturan tentang pelanggaran HAM berat mereduksi kewenangan UU Pelanggaran HAM sehingga tidak bisa menerapkan asas.

"Selain itu, ada pasal karet tentang makar yang membelenggu kebebasan berekspresi," ujar Asri yang juga aktivis Himpunan Mahasiswa Islam.

Tujuh poin diusung dalam aksi Gejayan, pertama, mendesak penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.

Kedua, mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Ketiga, menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.

Keempat, menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja. 

Terserah yang di luar sana bilang apa. Ini gerakan organik.

Kelima, menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reforma agraria.

Keenam, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. 

Ketujuh, mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.

Beragam isu yang diangkat itu mengundang tanggapan sinis di media sosial. 

"Dagangan komplet, silakan mau beli yang mana," tulis akun Fitria Gondes di sebuah grup Facebook dengan foto aksi #GejayanMemanggil.

***

Koordinator Aksi #GejayanMemanggil Nailendra mengatakan aksi yang dilakukan itu murni gerakan rakyat, tidak bekerja sama dengan civitas akademika. 

"Yang merasa terpanggil, silakan gabung," kata dia.

Ia mengatakan, dalam rapat menjelang aksi, memang ada beberapa perwakilan dari BEM kampus, organisasi kemahasiswaan, aktivis antikorupsi, pekerja dan tentunya mahasiswa. 

"Namun saat turun ke jalan semua sepakat tidak membawa nama lembaga," ujarnya.

Sejumlah pihak menyebut aksi tersebut ada yang menggerakkan. Ada aktor di belakang aksi itu. 

"Terserah yang di luar sana bilang apa. Ini gerakan organik," katanya. []

Berita terkait
Moses Gatutkaca dan Peristiwa Gejayan Berdarah 1998
Nama Gejayan di Yogyakarta memang tidak bisa dilepaskan dari kisah tewasnya mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Sanata Dharma, Moses Gatutkaca.
Sri Sultan Sebut Macan Tidur di Balik Aksi Gejayan
Ada pihak yang ingin mengambil manfaat. Gejayan itu kan peristiwa 1998. Jangan mudah terpancing. Ada gerakan sistematis membangunkan macan tidur.
4 Rektor Angkat Tangan, Ribuan Orang Demo di Gejayan
Ribuan mahasiswa turun ke Jalan Gejayan Yogyakarta. Mereka prihatin dengan kondisi bangsa, ulah DPR dan pemerintah dianggap tidak pro rakyat.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.