Sleman – Sunardi, Kepala Dusun (Kadus) Mrican, merasa keberatan dengan adanya aksi “Gejayan Memanggil”, yang selama ini dilaksanakan di wilayahnya, sebab dinilai meresahkan dan mematikan perekonomian warga.
Sunardi bersama enam rekannya yang tergabung dalam Paguyuban Gejayan Tentrem, mengadu ke Polda DIY terkait kegiatan aksi demo Gejayan Memanggil.
"Kalau ada demo, otomatis akses jalanan itu ditutup polisi. Dampaknya toko-toko sekitar jadi sepi malah mematikan penghasilan warga,"Kata Sunardi kepada wartawan disela audiensi di Mapolda DIY, Kamis, 27 Agustus 2020.
Terlebih, aksi Gejayan memanggil yang dilaksanakan pada Jumat, 14 Agustus 2020 berakhir ricuh. Kericuhan menurutnya terjadi karena aksi mahasiswa yang membakar ban di tengah jalan. Warga yang terganggu, kemudian memukul mundur para peserta aksi demo.
Semenjak itu, menurutnya, kata demo menjadi hal yang menakutkan bagi warga."Kalau ada demo endingnya ada bakar-bakaran. Kan warga jadi resah dan ketakutan. Kami juga merasa khawatir kalau akses jalan ditutup bagaimana nanti saat pulang ke rumah," ujarnya.
Sunardi mengaku tidak melarang mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi, namun dia berharap agar aksi tidak dilaksanakan di wilayah Gejayan.
Pihaknya meminta kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan agar kegiatan serupa tidak dilakukan di Jalan Gejayan.
Seorang anggota paguyuban lainnya, Budi, warga Papringan, Sleman mengatakan, perlawanan warga terhadap para demonstran yang melakukan aksi di perempatan UIN beberapa waktu lalu, murni karena mereka merasa dirugikan.
Perlawanan kami pada demo kemarin murni dari warga yang tidak suka dan merasa telah dirugikan. Kami membantah tuduhan kalau kami dibayar atau disponsorin orang. Itu murni dari warga.
"Dulu aksinya masih adem dan tertib. Namun demo yang terakhir kali ada aksi pembakaran ban. Sampai-sampai melebihi batas waktu yang ditetapkan. Kami tidak melarang, hanya saja kami minta agar aksi demo tidak lagi dilakukan di sini.”
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Yuliyanto mengatakan bahwa aksi demo atau aspirasi mengeluarkan pendapat tak dilarang dengan catatan tidak mengganggu kepentingan orang lain.
Mengenai aduan dari para warga tersebut, Yulianto mengatakan pihaknya akan mengevaluasi.
"Kalau warga minta untuk polisi tidak mengizinkan di situ (wilayah Gejayan) digunakan kegiatan demo, tentu kami akan bicarakan dengan stalkholder yang lain misalnya pemerintahan setempat. Porsi polisi bukan memberikan izin tetapi ketika mereka memberitahukan akan ada pelaksanaan unjuk rasa di sana. Izinnya kemana? Etika nya harus izin ke yang punya tempat," ujar Yuliyanto.
Yuliyanto menegaskan, tiga hari sebelum pelaksanaan kegiatan, pemilik kegiatan harus sudah mengantongi izin. []