4 Rektor Angkat Tangan, Ribuan Orang Demo di Gejayan

Ribuan mahasiswa turun ke Jalan Gejayan Yogyakarta. Mereka prihatin dengan kondisi bangsa, ulah DPR dan pemerintah dianggap tidak pro rakyat.
Ribuan mahasiswa dari tujuh kampus di Yogyakarta menggelar aksi masa bertajuk #GejayanMemanggil di pertigaan Jalan Gejayan, Senin 23 September 2019. Para rektor menegaskan tidak bertanggung jawab atas aksi ini. (Foto: Tagar/Hidayat)

Yogyakarta - Ribuan mahasiswa demonstrasi di Jalan Gejayan Yogyakarta, Senin 23 September 2019. Mereka prihatin dengan kondisi bangsa, ulah DPR dan pemerintah yang dianggap semakin tidak pro rakyat.

Mereka setidaknya berasal dari tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta, seperti UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Atma Jaya, Universitas Sanata Darma, Univeristas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran.

Mereka menyuarakan dua poin penting dalam aksi bertajuk #GejayanMemanggil. Sebelum aksi ini, seruan dan tagar #GejayanMemanggil viral di media sosial.

Koordinator aksi #GejayanMemanggil, Nailendra mengatakan, aksi sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi bangsa. Salah satunya ada upaya pelemahan KPK secara massif yang dilakukan secara struktural dan sistemik di DPR.

Partisipasi dalam aksi tersebut tidak melibatkan UGM dalam bentuk apa pun. Mahasiswa yang ikut aksi menjadi tanggung jawab pribadi.

Selain itu, mahasiswa juga melakukan mosi tidak percaya kepada DPR dan elite terhadap Rancangan KUHP yang dianggap mengebiri demokrasi di negeri ini.

Salah satu peserta aksi Haryanto dalam orasinya mengatakan, revisi UU KPK bukti pelemahan KPK. "DPR merasa terancam perilaku korupsinya diketahui. Itu prilaku yang busuk," kata dia.

Seruan #GejayanMemanggil ini mendapat respons di kalangan mahasiswa. Mereka tumpah ruah di Jalan Gejayan. Ada tiga titik start menuju ke sana; yakni di Bunderan UGM, Kampus Sanata Dharma dan Kampus UIN Sunan Kalijaga.

Namun, dukungan dari pihak universitas terdekat di Jalan Gejayan, tidak mendukungnya. Bahkan empat perguruan tinggi mengeluarkan surat edaran untuk mengikuti aksi massa itu.

Rektor UGM Panut Mulyono dalam surat edaran menyebutkan, UGM tidak terlibat dan tidak mendukung aksi tersebut. Kegiatan akademik pada Senin 23 September 2019 tetap berjalan seperti biasa.

Rektor juga meminta para mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan diminta untuk tetap melakukan aktivitas akademik. "Partisipasi dalam aksi tersebut tidak melibatkan UGM dalam bentuk apa pun. Mahasiswa yang ikut aksi menjadi tanggung jawab pribadi," kata dia.

Rektor Universitas Sanata Dharma Johanes Eka Priyatma menegaskan, secara institusional tidak terlibat dan terikat secara dalam aksi itu. Bahkan secara institusional pula,tidak mendukung aksi itu karena tidak jelas, baik tujuan dan pertanggungjawaban aksi demonstrasi.

"Aktivitas perkuliahan dan layanan administrasi perkantoran Senin 23 September tetap berlangsung seperti biasa," kata dia.

Universitas Sanata Dharma juga melakukan sejumlah tindakan preventif demi menjamin keselamatan, keamanan, dan ketertiban kampus terhitung sejak 23 September 2019 dan hari berikutnya jika dipandang perlu.

Sedangkan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sutrisna Wibawa dalam surat edaran menyebutkan universitas ini tidak terlibat dan tidak mendukung aksi gerakan tersebut.

"Keikutsertaan dalam aksi tersebut menjadi tanggung jawab pribadi. Aksi tidak melibatkan UNY dalam bentuk apa pun,” kata Rektor UNY dalam suratnya.

Surat edaran tersebut sekaligus membantah adanya informasi yang menyebut keterlibatan UNY dalam aksi itu. Dalam surat edaran menyebut bahwa akun rektor UNY@JeveViole yang beredar di media sosial dengan mencatut nama Rektor UNY adalah hoaks. Akun resminya di media sosial adalah @unyofficial.

Sedangkan Rektor Atma Jaya Yoyong Arfiadi bersikap sama seperti tiga perguruan tinggi lainnya. Rektor sudah mengirim surat ke para dekan, isinya agar sivitas akademika tidak terprovokasi terhadap informasi aksi massa. Dia menegaskan kegiatan akademik dan perkuliahan berjalan seperti biasa. 

Baca juga:

Berita terkait
RKUHP Aborsi, Yasonna Laoly Sebut Pidana Lebih Rendah
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan ancaman hukuman aborsi pada RKUHP lebih ringan daripada di KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara
Foto: Jokowi Ambil Sikap, RKUHP Ditunda
Jokowi, mengaku sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menyampaikan sikap ini ke DPR RI.
Usai Gerindra, PKS Siap Dampingi Gugatan UU KPK ke MK
Ikuti jejak Gerindra, PKS siap mendampingi elemen mahasiswa atau masyarakat menggugat revisi UU KPK yang baru disahkan pada 18 September 2019.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.