Saat KPK Meretas Jaringan Korupsi di Pemko Medan

Sejumlah pejabat teras Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Sumatera Utara, mendadak terusik untuk tidak menyebut deg-degan.
Wali Kota Medan Dzulmi Eldin (tengah) digiring petugas setibanya di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019. Dzulmi Eldin terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait dugaan suap dari dinas-dinas di lingkungan Pemerintah Kota Medan. (Foto: Antara/Dhemas Reviyanto)

Medan - Sejumlah pejabat teras Pemerintah Kota (Pemko) Medan, Sumatera Utara, mendadak terusik untuk tidak menyebut deg-degan. Sejak Senin 28 Oktober 2019, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun melakukan serangkaian pemeriksaan.

Dengan meminjam salah satu ruangan milik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, tim penyidik KPK yang belum diketahui berapa personelnya, memanggil dan melakukan pemeriksaan satu-satu pejabat teras Pemko Medan.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumatera Utara, Sumanggar Siagian menyebut, tim KPK bermarkas sementara di salah satu ruangan sejak Senin 28 Oktober 2019 dan direncanakan hingga Jumat 1 November 2019.

Sumanggar tidak tahu persis kasus apa yang tengah diperiksa oleh penyidik KPK, karena memang bukan domain kejaksaan. Mereka hanya sebatas meminjamkan ruangan. Namun yang pasti, pemeriksaan dilakukan terhadap sejumlah pejabat teras Pemko Medan.

"Iya, mereka meminta izin untuk meminjam ruangan Kejati Sumatera Utara untuk melakukan pemeriksaan atas kasus yang ada di Kota Medan. Mereka sejak Senin berada di sini dan dijadwalkan sampai hari Jumat," kata Sumanggar, di kantor kejaksaan, Jalan AH Nasution, Medan, Rabu 30 Oktober 2019.

Tagar mengikuti proses pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah pejabat Pemko Medan sejak Rabu 30 Oktober 2019. Ada empat pejabat yang secara bergiliran masuk ke ruangan penyidik KPK, berada di lantai dua gedung Kejati Sumatera Utara.

Ada Kepala Bapedda, Irwan Ritonga, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat, Khairunisa, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) atau yang dikenal Dispenda, Suherman, dan satu pejabat tingkat kepala bagian, Kabag Hukum, Bambang.

Pada Kamis 31 Oktober 2019, tim penyidik KPK memeriksa Edriansyah Rendy. Pria yang juga anggota DPRD Medan ini merupakan putra sulung Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin.

Edriansyah diperiksa Kamis sejak pukul 10.10 WIB. Dia datang memenuhi panggilan penyidik KPK dengan mengenakan kemeja batik dan celana hitam. Dia terlihat memakai kacamata dan didampingi staf bagian hukum Pemko Medan.

Hari itu, berlanjut dua kepala dinas (kadis) juga diperiksa penyidik KPK, yakni Kadis Perhubungan, Iswar Lubis dan Kadis Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Qamarul Fattah.

Kemudian pada Jumat 1 November 2019, sebanyak tujuh pejabat teras Pemko Medan kembali dipanggil dan diperiksa.

Mereka di antaranya, lima kepala dinas, yakni Kadis Kesehatan, Edwin Effendi, Kadis Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Usma Polita Nasution, Kadis Perumahan Kawasan Permukiman Dan Penataan Ruang (Perkim), Benny Iskandar, Kadis Pendidikan, Marasutan Siregar, dan Kadis Pariwisata Agus Suriyono.

Dua pejabat tingkat kepala bagian yang ikut diperiksa hari yang sama yakni Kabag Umum, M Andi Syahputra dan Kabag Hukum, Bambang.

Para pejabat itu mulai diperiksa satu demi satu sejak pukul 09.00 WIB. Mereka diperiksa semuanya dengan status sebagai saksi atas kasus dugaan suap yang menyeret eks pimpinan mereka, Dzulmi Eldin yang kini sebagai tersangka dan ditahan KPK di Jakarta.

Tak banyak informasi yang diperoleh dari para pejabat tersebut usai mereka ke luar dari ruang pemeriksaan. Mereka lebih banyak bungkam dan hanya melempar satu dua kata kepada wartawan yang terus memantau proses pemanggilan dan ph8emeriksaan di kantor Kejati Sumatera Utara.

Kadis Pariwisata Agus Suriyono misalnya, selesai diperiksa oleh penyidik KPK pada Jumat 1 November 2019 sore, pukul 15.15 WIB, hanya melempar senyum sembari membawa satu kotak nasi, saat dicegat sejumlah awak media.

"Sudahlah, sudah tahunya kalian," katanya, singkat seraya pergi tanpa memberikan keterangan berarti dengan menaiki mobil Kijang Innova berwarna hitam BK 1241 J.

Kasus Dzulmi Eldin

Dzulmi Eldin merupakan Wali Kota Medan periode 2016-2021 yang dilantik pada 17 Februari 2016. Sebelumnya, dia pernah menjabat sebagai Wali Kota Medan di sisa periode 2010-2015 sejak 18 Juni 2014 untuk menggantikan wali kota yang terkena kasus korupsi.

Pada Juli 2019 Dzulmi Eldin melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.

Dalam perjalanan dinas tersebut, di luar rombongan Pemko Medan, Dzulmi Eldin mengajak serta istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.

Keluarga Dzulmi Eldin memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga Dzulmi Eldin didampingi Kasubbag Protokol Pemko Medan yaitu SFI.

Karena jika ada lembaga yang meminta proyek atau pekerjaan yang sifatnya tidak jujur, mengambil jalan pintas, pastinya bisa mengganggu roda pemerintah

Akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan, terdapat pengeluaran perjalanan dinas wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.

Dzulmi Eldin memerintahkan SFI mencari dana dan menutupi ekses dana perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp 800 juta.

SFI membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan kutipan dana, termasuk di antaranya adalah kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang. IAN meskipun tidak ikut berangkat ke Jepang, dimintai uang karena diangkat sebagai Kadis PUPR.

IAN ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp 250 juta. Kemudian pada 13 Oktober 2019, SFI menghubungi IAN untuk meminta bantuan dana sebesar Rp 250 juta.

Uang kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama kerabat dari APP pada 15 Oktober 2019 sebesar Rp 200 juta.

APP menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekannya sesama ajudan wali kota yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler Pemko Medan.

Salah seorang ajudan Wali Kota Medan yang lain yaitu AND kemudian menanyakan kepada IAN tentang kekurangan uang sebesar Rp 50 juta. Uang itu akan diberikan tunai di rumah IAN.

Pada hari yang sama sekitar pukul 20.00 WIB, AND datang ke rumah IAN mengambil uang Rp 50 juta yang ditujukan untuk Dzulmi Eldin. 

Saat perjalanan dari rumah IAN kendaraan AND diberhentikan Tim KPK untuk diamankan beserta uang. Namun AND berhasil kabur bersama uang tersebut.

Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi dugaan penerimaan suap terkait proyek dan jabatan oleh Wali Kota Medan Dzulmi Eldin.

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni sebagai pemberi IAN serta sebagai penerima Dzulmi Eldin dan SFI.

Pasal yang disangkakan, sebagai pihak yang diduga penerima, Dzulmi Eldin dan SFI melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi IAN disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

KPK Diminta Beri Kepastian Hukum

Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara, Rurita Ningrum menyampaikan, kasus yang menjerat Dzulmi Eldin dapat mengganggu jalannya pemerintahan. Sebab, beberapa kepala dinas berulang-ulang diperiksa oleh KPK.

"Biasanya, penyidik KPK sering melakukan pemeriksaan secara berulang-ulang. Kalau kepala dinas diperiksa berulang-ulang, pastilah roda pemerintah terganggu. Kalau bisa, KPK segera berikan kepastian hukum, jika tersangka, segera tetapkan. Jika masih sebagai saksi, harus dilakukan secara maksimal agar tidak berulang-ulang," katanya, akhir Oktober 2019 lalu.

Menurut dia, kasus yang menimpa Dzulmi Eldin, Pemko Medan bisa lebih berkaca diri. Segera melakukan pembenahan. Melakukan pekerjaan dan memberikan pelayanan lebih maksimal kepada masyarakat.

"Cobalah lebih proaktif kepada masyarakat, segala kegiatan harus dikerjakan dengan maksimal, lebih transparan, tidak menerima suap atau fee dari setiap proyek atau pengadaan barang dan jasa. Satu lagi jangan mau dan jangan mudah diintimidasi oleh pihak yang sifatnya dapat merugikan pembangunan daerah," tuturnya.

Kepada kelompok masyarakat, perusahaan atau lembaga non pemerintah, Rurita juga berpesan agar kiranya semua berkaca diri. Janganlah memberikan sejumlah proposal atau melakukan intimidasi terhadap kepala daerah atau kepala dinas dengan meminta pekerjaan maupun proyek pembangunan serta pengadaan barang dan jasa.

"Karena jika ada lembaga yang meminta proyek atau pekerjaan yang sifatnya tidak jujur, mengambil jalan pintas, pastinya bisa mengganggu roda pemerintah, membuat pemerintah tidak maksimal dalam menjalankan roda pemerintahan," tandasnya.

Bagi pengamat hukum, Julheri Sinaga, kasus hukum yang menjerat Dzulmi Eldin merupakan peristiwa yang miris dan menyedihkan.

Dzulmi Eldin menambah daftar Wali Kota Medan yang tersandung masalah hukum, mengikuti daftar wali kota sebelumnya.

"Kasus yang menimpa Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin merupakan suatu hal yang menyedihkan, apalagi sejumlah kepala dinas turut dilakukan pemeriksaan karena kasus tersebut," ucap Julheri, Senin 4 November 2019 di Medan.

Dia menegaskan, langkah KPK memeriksa sejumlah kadis sudah sangat tepat. Karena penyidik harus bisa menyerap semua informasi dan masalah yang ditemukan dari berbagai saksi.

"Kalau memang dengan memeriksa semua kadis di Pemko Medan bisa mengungkap kasus, itu kita dukung. Tapi apabila karena jika pemeriksaan semua pejabat untuk suatu pengalihan, untuk melindungi pihak tertentu, sangat kita sayangkan. Jangan-jangan itu pengalihan kepada orang lain atau ada yang dilindungi. Kita tidak mau itu terjadi," kata Julheri.

Julheri mengingatkan agar KPK profesional dan jangan ada yang ditutup-tutupi atas kasus yang menjerat Dzulmi Eldin. Sebab, menutupi permasalahan, bertentangan dengan hak asasi manusia.[]

Berita terkait
7 Pejabat Pemko Medan Diperiksa KPK Kasus Dzulmi Eldin
Mereka diperiksa di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara, Jalan AH Nasution, Medan, Jumat 1 November 2019.
Senyum Kadis Pariwisata Medan Usai Diperiksa KPK
Dia diperiksa tim KPK atas kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin.
Putra Mantan Wali Kota Medan Ikut Diperiksa KPK
Edriansyah Rendy, mendapatkan giliran diperiksa oleh KPK atas kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.