Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie berpendapat Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) berpotensi merubah dasar negara. Melalui RUU HIP, kata Jimly, Pancasila yang disepakati sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 dapat berubah menjadi Pancasila versi 1 Juni 1945.
"Jelas mengubah, kembali ke 1 Juni padahal 1 Juni tidak resmi, itu pendapat pribadi Bung Karno," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia yang pertama ini kepada Tagar, Jakarta, Senin, 29 Juni 2020.
Pada awalnya, Jimly mendukung RUU HIP ini masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas). Ia juga memenuhi undangan Rapat Dengar Pendapat Umum yang digelar Badan Legislasi DPR dalam rangka penyusunan RUU HIP pada 11 Februari 2020.
Baik 22 Juni maupun 1 Juni itu sudah fakta sejarah, yang berlaku sekarang Pancasila 18 Agustus
Tapi ketika RUU HIP bergulir di DPR, Jimly menilai arah pembahasan membelok dari semangat awal. Masukan yang ia sampaikan pada RDPU juga tidak ditampung dalam RUU HIP.
"Padahal ide semula, kita mau membahas pembinaan ideologi Pancasila. Jadi, idenya itu perlu diaturnya pembinaan, bukan ideologi Pancasila-nya yang diutak-atik," ujarnya.
Baca juga:
- Alasan Jimly Assidiqie Dukung RUU HIP
- PDI Perjuangan Inisiator Pembahasan RUU HIP
- MUI Sedih Ma'ruf Amin Diarahkan Jokowi Soal RUU HIP
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden ini merujuk pada Bab II Pasal 7 RUU HIP. Pasal itu, kata dia, bersandar pada pidato Soekarno pada 1 Juni. Berikut bunyi Pasal tersebut:
(1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.
(2) Ciri pokok pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
(3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.
Menurut Jimly, PDIP sebagai inisiator RUU HIP ingin menggiring publik lagi kepada perdebatan lama. Perdebatan konstitusi soal gagasan Pancasila 1 Juni melawan 22 Juni.
"Baik 22 Juni maupun 1 Juni itu sudah fakta sejarah, yang berlaku sekarang Pancasila 18 Agustus," ujarnya.
Walau usulannya tidak masuk dalam RUU HIP, Jimly sempat mendukung pembahasan dilanjutkan dengan sejumlah syarat. Jimly ingin pembahasan RUU HIP melibatkan partispsi masyarakat luas.
Syarat selanjutnya, ia tak ingin pengesahan RUU terburu-buru diputuskan. Ketiga, tidak boleh kembali kepada narasi Pancasila versi 1 Juni 1945 dan TAP MPRS tentang Pembubaran dan Pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dimuat eksplisit dalam konsideran RUU HIP.
Hanya saja polemik RUU HIP kian gaduh. Demonstrasi penolakan pun telah terjadi di tengah pandemi Covid-19 dan berujung pada ketegangan baru akibat pembakaran bendera partai PDIP. "Jadi sebaiknya RUU HIP dicabut saja," kata Jimly Asshiddiqie.[]