Rumah Menteri Zaman Kejayaan Kerajaan Aceh

Rumah panggung berkontruksi kayu peninggalan sejarah kerajaan Aceh Darussalam di Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh.
Rumah pejabat peninggalan sejarah masa kerajaan Aceh Darussalam di Gampong Pinang, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh. (Foto: Tagar/Syamsurizal)

Aceh Barat Daya - Rumah berkontruksi kayu itu terlihat menyolok dari rumah lainnya di Desa Pinang, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh. Ukurannya tinggi, 90 persen berbahan kayu, bagian atap dan lantai berukir menjadi pembeda dari rumah sekitarnya.

Terlihat dari jauh, beginilah gambaran awal saat Tagar mendatangi rumah orang terpandang berpangkat sekelas menteri masa kerajaan Aceh tempo dulu. Di kerajaan Aceh, jabatan sekelas menteri disebut Syahbandar, dan rumah ini adalah milik Syahbandar Negeri Susoh, masa Kesultanan Aceh Darussalam.

Jika mendekat, akan terlihat rumput hijau mengelilingi dua tiang tangga dan delapan tiang penyangga rumah. Ada pagar menjadi penghalang untuk bisa masuk ke lantai tanah di bawah bangunan. Kontuksi kayu dulunya kokoh kini mulai lapuk dimakan rayap. Pentilasi atap sudah mulai rusak.

Dua jendela mungil di setiap dinding masih sangat kokoh menahan gempuran angin dan hujan sewaktu-waktu. Ukiran-ukiran kayu, menambah keindahan rumah, masih bisa dilihat pada sudut-sudut rumah.

Tidak heran dengan kondisi ini, sebab rumah ini diperkirakan sudah ada sebelum tahun 1880. Perkiraan ini dikuatkan dengan gambar yang ada di arsip Leiden University yang diambil pada tahun 1894.

Rumah Syahbandar Negeri Susoh itu diperkirakan tahun 1880. Sedangkan rumah Uleebalang di Kuala Bate atau Rumah Putih ini diperkirakan tahun 1930.

Penasaran dengan keberadaan Tagar siang itu, seorang perempuan yang tidak lain adalah sesepuh di desa setempat mengajak mengobrol. Ibu ini bernama Syarifah, dia berkata rumah tersebut memang sudah ada sejak dia masih kecil.

"Ini rumah zaman. Kami masih kecil memang sudah ada," kata Syarifah kepada Tagar, Kamis 7 November 2019 lalu.

Ray sering dipanggil untuknya, mengaku rumah ini tidak ada yang tinggal sejak beberapa keturunan meninggal. Karena itu juga kini bangunan tersebut sudah mulai keropos termakan usia.

Banyak bagian rumah, kata dia, sudah di renovasi, semisal atap sudah terpasang seng, sementara dulu terbuat dari anyaman daun rumbia. Ketinggian rumah juga sudah berkurang karena beberapa kali dipotong. Utuhnya, ketinggian tanah dengan lantai rumah bisa sekira tiga meter.

Manfaatnya, orang zaman dulu menjadikan lantai tanah bawah rumah untuk tempat penyimpanan senjata dan lesung penghalus beras menjadi tepung yang siap diolah menjadi berbagai jenis masakan khas Aceh. Juga untuk kebutuhan lainnya, seperti tempat memasak saat mengelar sebuah acara.

“Bahkan bisa dijadikan tempat anak-anak bermain dibawah rumah, mungkin itu juga jadi satu alasan kenapa dibuat tinggi,” kata Ray.

Selain rumah adat menjadi salah satu peninggalan orang tua daerahnya zaman dulu, juga ada beberapa bangun benteng yang dulu terdapat di sekitar rumah. Tapi, seiring berjalannya waktu banyak peninggalan sejarah ini sudah hilang seiring waktu.

"Ada benteng juga dulu di sini. Dulu nama lokasi rumah ini Lam Kuta (istana berbenteng) makanya ada benteng. Tapi sekarang sudah dihancurkan untuk pembangunan rumah warga," kata dia.

Meninggalkan Susoh, Tagar menempuh jarak 20 menit dengan menunggangi sepeda motor. Melewati jalan sibuk di Kota Blangpidie, akhir sampai di Desa Pasar Bahagia, Kecamatan Kuala Batee, Kabupaten Aceh Barat Daya.

Bukti-bukti ini bisa dilihat hingga saat ini.

Sebuah rumah berwarna putih dari jauh tampak masih sangat kokoh dan layak dihuni. Dia menjadi pusat perhatian kala standar motor menompang agak miring ke kiri saat itu. Bersih dan terawat menjadi kesan pertama saat pertama sampai. Ternyata, rumah ini dihuni oleh Ani dan keluarganya.

Saat itu rumah tampak kosong, jendela terlihat terbuka. Sejumlah tanaman menghiasi halaman dan sekitar rumah. Jika di Kecamatan Susoh, rumah peninggalan orang Aceh zaman dulu ini memiliki ketinggian sekira dua meter dari tanah. 

Rumah Adat AcehTim Observari mendata rumah peninggalan sejarah masa kerajaan Aceh Darussalam di Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh. (Foto: Tagar/Syamsurizal)

Sedangkan rumah putih ini hanya kurang dari satu meter. Penghuni saat ini menutup bagian bawah rumah mengunakan papan sehingga tidak bisa dilihat kondisi papan lantai.

Dari kejauhan sudah bisa dilihat ada renovasi yang sudah dilakukan oleh penghuni saat ini. Terlihat dari seng atap sudah diganti dengan seng berbahan besi. Namun perubahan dilakukan tidak mengubah bentuk dasar rumah seluruh kontruksi bangunan mengunakan kayu.

Ruslan, warga setempat dengan senang hati membalas sapaan Tagar. Dia menyebutkan, orang setempat menyebut untuk rumah itu dengan nama Rumoeh Puteh (Rumah Putih). Katanya, rumah itu merupakan salah satu peninggalan kerajaan Aceh.

“Oh, itu rumah putih. Si Ani dan keluarganya tinggal di situ. Ia itu rumah zaman,” kata Ruslan.

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai sopir Kabag Umum Pemkab Abdya, mengaku tidak tahu persis bangunan itu berdiri sejak kapan dan dari keturunan siapa. Dia hanya tahu rumah itu dihuni oleh perempuan bernama Ani dan keluarganya.

“Kalau tentang itu saya tidak tau. Pokoknya dapat dilihat rumah itu beda dengan rumah sekarang. Itu rumah zaman, bahannya kayu. Kalau rumah sekarang sudah dari beton dan bentuknya pun beda dengan rumah zaman dulu,” singkatnya seraya berlalu.

Situs peninggalan perang Aceh dan Amerika 1832 banyak terdapat di wilayah tersebut, saya khawatir peninggalan sejarah ini akan hilang, jadi perlu di lakukan kajian kembali.

Tim Arkeologi dan pemerhati sejarah dari Banda Aceh, mengaku telah melakukan observasi di Kabupaten Aceh Barat Daya. Mereka melakukan itu sejak, Senin 4 November sampai 6 November 2019. Sejumlah tempat telah mereka kunjungi, termasuk Rumah Putih.

“Tiga hari kita lakukan observasi. Banyak data tentang peninggalan sejarah Aceh yang sudah kita kumpulkan. Dari data kita, Rumah Syahbandar Negeri Susoh itu diperkirakan tahun 1880. Sedangkan rumah Uleebalang di Kuala Bate atau Rumah Putih ini, diperkirakan tahun 1930,” kata salah satu tim Arkeologi, Ahmad Ziadi Husaini kepada Tagar.

Sementara di Desa Lama Tuha, Kecamatan Kuala Batee, mereka menemukan sejumlah peninggalan masa kerajaan Aceh. Ada lokasi Madat Manyang di desa tersebut, terdapat monumen Shew Buntar Quallah Battoo tahun 1824.

Mereka juga menemukan, komplek pemakaman Uleebalang negeri Susoh di Masjid Pusaka seputaran Kecamatan Susoh. Ada sebuah makam berukir lengkap di bagian kepala dan badan.

“Bukti-bukti ini bisa dilihat hingga saat ini,” kata Ziadi.

Sementara ketua tim Observasi, Aris Faisal Djamin menjelaskan upaya observasi ini dilakukan untuk menggali kembali sejarah yang sudah hilang di wilayah Aceh Barat Daya.

"Hari ini di Abdya kan sudah banyak sejarah mulai kabur, padahal di Susoh ini pernah menjadi pusat pelabuhan besar dan dikawal langsung oleh Kesultanan Aceh kala itu, adapun di Kuala Bate fase kedua, pertama di Susoh. Kita sudah datangi rumah peninggalan zaman dulu, dan data kita lengkap,” ujar Arif.

Disisi lain ketua tim hukum, Sailendra Wangsa menyebutkan observasi ini dilakukan untuk menjaga situs sejarah supaya tidak rusak. Apapun pembangunan nantinya ingin dilakukan oleh pemerintah setempat, layaknya terlebih dahulu dilakukan mapping dan zonasi.

"Saya dengar Abdya akan dibuat KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) dan lokasinya di Surin, kebetulan situs peninggalan perang Aceh dan Amerika 1832 banyak terdapat di wilayah tersebut, saya khawatir peninggalan sejarah ini akan hilang, jadi perlu di lakukan kajian kembali,” tuturnya. []

Baca cerita lain: 

Berita terkait
Sejarah Awal Masuknya Islam di Aceh
Membicarakan sejarah awal masuknya Islam ke Nusantara tidak terlepas dari provinsi paling barat di Indonesia, Aceh.
Situs Sejarah Kerajaan Islam yang Terlupakan di Aceh
Menguak peradaban Islam di balik berbagai situs sejarah yang terbengkalai di kawasan Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Sejarah Migas Aceh, Dulu untuk Perang Lawan Portugis
Aceh menyimpan sejarah panjang eksplorasi minyak dan gas bumi Tanah Air. Malah menjadi bagian dari sejarah perjuangan melawan bangsa Portugis.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.