Rokok Membuat Siswa di Kulon Progo Berdarah-darah

Seorang bocah duduk terdiam di sudut ruang sempit di Polres Kulon Progo. Raut wajahnya cemas tanpa senyum. Rokok membuatnya berdarah-darah.
Pengacara korban menunjukkan surat Tanda Terima laporan polisi. (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Kulon Progo - Seorang bocah duduk terdiam di sudut ruang sempit di Polres Kulon Progo. Dari raut wajahnya yang cemas tanpa senyum, tampak jelas dia tengah dirundung masalah pelik, setelah dikeroyok hingga berdarah-darah karena ketahuan merokok oleh seniornya. 

Pelajar berinisial MT merupakan warga Ngestiharjo Wates, siswa kelas X yang menjadi korban dugaan pengeroyokan yang dilakukan senior terhadap juniornya di SMKN 1 Temon atau biasa disebut SMK Kelautan.

Dari keterangan pria berusia 15 tahun itu, persekusi tidak hanya dilakukan satu orang, melainkan 10 orang diduga ikut terlibat dalam kasus ini. Perundungan dilakukan di ruang kelas, saat jam kelas kosong. Para saksi mata bungkam semua, tiada yang berani bersuara. 

Setelah dikeroyok, MT mengalami sesak nafas, mulut berdarah-darah, serta terserang gangguan pendengaran. Bahkan, berdasarkan informasi yang didapat dari orang tua korban, bakal ada rencana penganiayaan lanjutan. Sehingga, perlu menempuh langkah hukum yang saat ini tengah ditangani Satuan Reskrim Polres Kulon Progo.

Pengeroyokan Dipicu Masalah Rokok

Berdasarkan keterangan yang dihimpun Tagar, pengeroyokan terjadi pada Selasa, 10 September 2019 kemarin, yang dilatari adanya laporan jika MT kepergok merokok di kamar mandi masjid di dekat sekolahnya, pada Jumat, 6 september 2019, usai salat Jumat. 

Seniornya memiliki bukti kuat jika MT merokok, mengacu pada bukti puntungan rokok sisa hisap yang masih menyisa di kamar mandi. 

Remaja itu sempat mengelak, enggan mengaku kepada atasannya kalau dia seorang perokok. Namun karena posisinya kian tersudut, akhirnya MT mengaku bersalah dan meminta hukuman. 

"Dan akhirnya terjadilah aksi pengeroyokan itu," kata MT di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat, 20 September 2019.

Saat dikeroyok senior, saya tidak melakukan perlawanan karena merasa sudah melakukan kesalahan.

Dia melanjutkan, pengeroyokan dilakukan 10 orang anak kelas XI, yang notabene merupakan kakak kelasnya di sekolah

Secara bergiliran, kata dia, kakak seniornya menampar pipi dan mulutnya sampai berdarah-darah, kemudian MT dihantam pula pada bagian ulu hati, belum ditambah "bonus" tendangan di paha. 

Seingatnya, kontak fisik dilakukan secara bertubi-tubi selama lebih dari 20 menit di ruang kelas bagian belakang. Saat penganiayaan terjadi, rekan sekelas MT diinstruksikan duduk semua di kursinya masing-masing dengan posisi menunduk.

"Saat dikeroyok senior, saya tidak melakukan perlawanan karena merasa sudah melakukan kesalahan," tuturnya dengan raut wajah cemberut.

Usai dikeroyok dia merasa tatapannya mulai kunang-kunang, mulut bagian dalam luka mengeluarkan darah, pendengarannya terganggu telinga kanannya berdengung, dan napasnya menjadi sesak dalam posisi tidur.

MT membeberkan, sebenarnya bukan sekali ini saja dia dikeroyok. Pada Agustus 2019 kemarin, dia menjadi korban perundungan karena melakukan kesalahan yang sama. 

Saat itu dia berjanji bungkam atas peristiwa yang terjadi, tidak akan melapor kejadian ini kepada siapapun. Guru, rekan sejawatnya, dan orang tuanya, tidak ada yang mengetahui kejadian ini, karena sengaja dia tutup-tutupi. Padahal dadanya sangat nyeri, namun dia berusaha tegar dan sabar dalam menyikapi masalah ini.

Orang Tua Siswa Melapor ke Polisi

Untuk kasus berikutnya, pria berusia 15 tahun ini tidak dapat mengelak lagi karena naluri Ibunya, Rotua Niana Siska, sangat kuat. Rotua mulai curiga saat melihat putranya tidak mau makan. Dia menemukan pula bercak darah di celana seragam sekolah yang dikenakan MT.

Karena didesak Rotua, akhirnya MT bersedia mengaku kepada Ibunya. Dia menceritakan, telah menjadi korban pengeroyokan para seniornya di sekolah. 

Tidak rela anaknya menjadi bulan-bulanan, pada Kamis 12 September lalu, Ayah MT, Tito Pangesti Adji mendatangi tempat putranya menimba ilmu dengan membawa bukti visum dari rumah sakit. 

Tidak ada bukti nyata perihal sanksi kepada para senior yang bersalah. Sistem seperti ini di sekolah harus dikaji kembali.

"Saya minta MT diberi surat pindah, karena saya sudah tidak percaya lagi dengan SMKN 1 Temon," ujar Tito dengan nada kesal.

Pihak keluarga menyayangkan adanya kontak fisik yang dilakukan para senior MT. Kekerasan ini, menurut dia, harus dihentikan dan jangan dibiarkan terulang. Apabila diabaikan maka akan berulang pada masa yang akan datang.

Ayah MT merupakan Pengurus Dewan Kebudayaan Kulon Progo. Dia sangat menyesalkan pasifnya pihak sekolah yang nampak tidak menyeriusi kasus pengeroyokan yang menimpa putranya. 

Bahkan, guru SMKN 1 Temon tidak ada yang menjenguk MT saat terbujur lemah, hingga seminggu pascakejadian. 

Pihak sekolah menganggap, lanjutnya, kasus ini bisa diselesaikan dengan tahap mediasi antara MT dengan seniornya, melibatkan juga para orang tua korban dan pelaku.

"Kami juga mempertanyakan dalam pertemuan, karena tidak ada bukti nyata perihal sanksi kepada para senior yang bersalah. Sistem seperti ini di sekolah harus dikaji kembali," kata Tito.

Yang lebih miris, dari kasus dugaan pengeroyokan ini, yaitu adanya kemungkinan perundungan lanjutan. 

Ibunda MT, Rotua, memeroleh informasi adanya rencana pengeroyokan ulang. Informasi tersebut tentu saja membuatnya resah, sehingga dia memutuskan untuk melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

"Ada informasi jika MT mau dianiaya di luar sekolah. Saya khawatir dan resah karena tidak ada yang bisa menjamin keamanan dan keselamatan anak saya," kata dia.

Rotua melanjutkan, ancaman ini muncul karena MT dianggap ingkar janji dengan melaporkan pengeroyokan yang dialaminya. Padahal, putranya tidak melapor, meskipun dalam keadaan sangat sakit. 

Dia mengetahui atas dasar kecurigaannya. Bukan berdasar anaknya mengadu menjadi korban pengeroyokan.

Melibatkan Kuasa Hukum

Saat melapor ke pihak berwajib, orangtua MT didampingi kuasa hukum dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Wates. Ariyawan Arditama yang ditunjuk menjadi pengacaranya menilai, SMK Kelautan sebenarnya bukan sekolah militer yang berafiliasi dengan tentara. 

Melihat tindakan kekerasan yang dilakukan para senior membuatnya sangat terkejut. Ariyawan menyayangkan kejadian ini luput dari pantauan guru yang dia pandang sangat abai dalam melakukan pengawasan.

Dia menjelaskan, dalam pelaporan ke polisi, ada lima orang siswa SMK Kelautan yang dilaporkan terkait kasus dugaan pengeroyokan ini.

Berkas kelengkapan pemeriksaan berupa visum sudah ada di orang tua korban. Kita serahkan pada polisi.

"Sementara yang dilaporkan lima dulu, nanti akan berkembang dengan pemeriksaan oleh petugas kepolisian," kata dia.

Kuasa hukum lainnya, Tuson Dwi Haryanto mengatakan, poin dalam kasus ini yakni terjadinya aksi penganiayaan terhadap MT. Padahal, jika merujuk pada Undang-undang (UU) Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau penganiayaan, terlebih di lingkungan sekolah.

"Berkas kelengkapan pemeriksaan berupa visum sudah ada di orang tua korban. Kita serahkan pada polisi karena mereka yang berwenang mengembangkan, termasuk keterkaitan pihak sekolah," kata Dwi.

Selain melapor ke polisi, lanjutnya, instansi terkait rencananya juga akan didatangi, karena hal tersebut ia nilai telah mencederai dunia pendidikan di Kulonprogo. Kekerasan ini dia anggap telah terjadi berulang-ulang.

Bantahan Pihak Sekolah

Kepala Sekolah SMKN 1 Temon Kulon ProgoKepala Sekolah SMKN 1 Temon Kulon Progo Fauzi memberi keterangan kepada wartawan. (Tagar/Harun Susanto).

Berbeda dengan keterangan MT yang menjadi korbang pengeroyokan, pihak sekolah justru membantah telah terjadi perundungan terhadap siswanya. Kepala Sekolah SMKN 1 Temon, Fauzi Rokhman mengelak, tidak ada tindakan pengeroyokan oleh para senior ke junior. 

Menurut Fauzi, mereka hanya memperingatkan adik kelasnya yang berbuat salah. "Isu keroyokan ini, enggak ada," kata Fauzi.

Dia mengaku sudah melakukan klarifikasi kepada para pelaku. Dari keterangan yang dia dapati, kontak fisik dilakukan karena MT sudah diperingatkan agar tidak merokok, namun yang bersangkutan mengacuhkan, mengulangi hal yang sama.

"Mungkin anak-anak jadi muncul jiwa korsanya sehingga lepas kontrol," ucapnya.

Merokok memang tidak boleh, karena siswa di sini dididik agar bisa menjadi TNI.

Dia menilai apa yang dilakukan para siswa senior merupakan upaya mendisiplinkan adik kelasnya. Menurutnya, SMKN 1 Temon merupakan sekolah berbasis kemaritiman, dan pihak sekolah membantah ada kewenangan senior untuk menghukum junior. 

Apabila ada hukuman, kata Fauzi, maka yang diterapkan selama ini hanya berupa hukuman fisik ringan seperti jalan jongkok, push up, sit up dan lainnya, bukan berupa kontak fisik seperti pemukulan.

"Jika ada siswa yang melakukan kontak fisik, sekolah memberi teguran tertulis agar tidak mengulanginya. Selain itu orangtua juga diundang," tuturnya.

Dia mengklaim, selama ini pihaknya sudah berupaya berpatroli, untuk memastikan tidak ada senior yang masuk ke kelas junior. Hal ini sebagai upaya pencegahan hukuman fisik yang berlebihan kepada junior.

Fauzi menyatakan, sudah ada pertemuan antara kedua belah pihak. Dalam pertemuan tersebut, orangtua MT bahkan berulang kali mengatakan jika kasus ini sudah selesai. 

Menurutnya, pihak yang berselisih sudah sepakat dan saling memaafkan tanpa ingin memperpanjang kasus ini ke jalur hukum.

"Merokok memang tidak boleh, karena siswa di sini dididik agar bisa menjadi TNI. Kalau merokok justru akan merugikan diri mereka sendiri. Dalam tes kesehatan TNI, anak yang merokok tidak akan lolos. Mereka juga berpotensi mencemarkan nama baik sekolah," ujarnya. []

Berita terkait
Anak SMK 1 Kulon Progo Dianiaya Seniornya
Hanya karena ketahuan merokok, siswa kelas X SMKN 1 Kulon Progo dikeroyok seniornya
Polisi Olah TKP Kasus Pengeroyokan Perempuan di Bangkalan
Kepolisian Resort (Polres) Bangkalan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Desa Banyu Sangkah, Kecamatan Tanjung Bumi, terkait kasus pengeroyokan seorang wanita di daerah tersebut.
Polisi Aceh Usut Tuntas Pemukulan Anggota DPRA
Polda Aceh menilai pembubaran aksi mahasiswa saat peringati 14 tahun MOU Helsinky yang berusaha mengibarkan bendera bulan bintang sesuai aturan
0
Ini Dia 10 Parpol Pendatang Baru yang Terdaftar di Sipol KPU
Sebanyak 22 partai politik (parpol) telah mengajukan permohonan pembukaan akun atau akses Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).