Jakarta - Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa usulan kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memiliki tujuan memberikan kepastian hukum kepada tersangka kasus korupsi.
"Ini diperlukan adanya kepastian hukum bagi yang bersangkutan, supaya jangan sampai orang itu sampai mati, dimakamkan, dikuburkan bahkan dalam status sebagai tersangka," kata Yusril di Kantor Wapres Jakarta, Rabu, 11 September 2019, seperti diberitakan Antara.
Tidak ada undang-undang yang sempurna.
Sebagai salah satu tim penyusun pembentukan KPK dari pihak Pemerintah pada 2002, Yusril mengatakan perbaikan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 itu perlu dilakukan.
Menurut dia, tidak ada undang-undang yang sempurna, perbaikan suatu produk hukum merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan.
"Setelah berlaku 16 tahun lamanya sampai sekarang, saya kira sudah layak kalau dilakukan evaluasi, mana yang perlu diperbaiki, mana yang perlu disempurnakan karena tidak ada undang-undang yang sempurna," katanya.
Kewenangan untuk menerbitkan SP3 menjadi salah satu usulan DPR terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, tersangka kasus korupsi tidak terlunta-lunta menunggu proses hukum. Sehingga, Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki tenggat waktu dalam menyelesaikan suatu kasus.
Revisi UU KPK muncul dari usulan DPR untuk segera dibahas dan disahkan di akhir periode 2014-2019 yang berakhir pada Oktober.
Beberapa poin revisi menyangkut pengakuan kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat lembaga eksekutif atau pemerintahan, status pegawai, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penyadapan seizin dewan pengawas, serta prosedur penghentian penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3. []