Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merespons pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait organisasinya tak memiliki status hukum yang jelas atau legal standing sehingga tak dapat menggugat praperadilan kepada lembaga antirasuah dalam kasus suap yang melibatkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
Menurut Koordinator MAKI Boyamin Saiman, organisasinya tidak perlu mengurus pengesahan status ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menggugat KPK dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024. Dia mengatakan belum ada Undang-Undang yang mengatur tentang hal itu.
"MAKI berpedoman Pasal 28 UUD 1945 tentang Kebebasan Berserikat dan Berkumpul. Jadi, cukup dengan akta pendirian yang dibikin notaris," kata Boyamin kepada Tagar, Rabu, 12 Januari 2020.
Boleh aja MAKI dicap organisasi liar atau Organisasi Tanpa Bentuk (OTB).
Boyamin mengaku MAKI memang tak memiliki pengesahan dari Kemenkumham. Dia menilai, akta pendirian saja sudah cukup untuk menjadi dasar pendirian organisasinya. "Jadi, boleh aja MAKI dicap organisasi liar atau Organisasi Tanpa Bentuk (OTB)," ucapnya.
Sebelumnya KPK meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan untuk menolak gugatan praperadilan yang diajukan MAKI. KPK beralasan MAKI tak punya status hukum yang jelas sebagai penggugat praperadilan terkait kasus suap yang menjerat calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.
Juru Bicara KPK Ali Fikri juga membantah semua permohonan gugatan praperadilan MAKI yang menyatakan seharusnya Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan caleg PDIP Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan bukti.
Bukti tersebut, kata Maki dalam sidang gugatan di PN Jaksel pada Senin 10 Februari 2020, berupa penyadapan dan salinan komunikasi telepon, serta kesaksian tiga tersangka, Saeful Bahri, Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina.
"Jadi kami dari KPK memohon kepada majelis hakim untuk menolak seluruh dalil yang diajukan oleh pemohon terkait dengan pokok perkara yang diajukan, karena tentunya tidak berdasarkan atas hukum," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa, 11 Februari 2020.
Terkuaknya kasus ini setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah tempat pada Rabu-Kamis, 8-9 Januari 2020. OTT itu menjaring 8 orang yaitu Wahyu Setiawan dan orang kepercayaannya anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, Rahmat Tonidaya (asisten Wahyu), Saeful dan sopirnya Ilham, serta advokat sekaligus caleg PDIP Donny.
Selain itu ada dua anggota keluarga Wahyu yang juga diamankan KPK di Banjarnegara, Jawa Tengah, yaitu Wahyu Budiani dan Ika Indayani.
Dalam perkembangannya KPK menetapkan empat tersangka, Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan Harun Masiku yang masih buron. []
Baca juga:
- Alasan KPK Tolak Gugatan Hasto Kristiyanto Tersangka
- Gerindra: Harusnya Hasto Kristiyanto Tersangka Suap