Jayapura – Kepolisian Resor Jayawijaya menetapkan tiga orang sebagai tersangka pasca kerusuhan yang terjadi di Wamena, ibu kota Kabupaten Jawijaya, Papua, pada 23 September 2019.
Hal itu dikatakan Kepala Bidang Humas Polda Papua, Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal dalam keterangan persnya di Kota Jayapura, Kamis 26 September 2019.
"Tiga baru ditetapkan tersangka dari 17 orang yang diamankan. Sementara lima orang masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Jayawijaya. Yang lainnya sudah dipulangkan. Kemungkinan tersangka masih bertambah berdasarkan barang bukti dan keterangan saksi," kata Kamal di Polda Papua.
Kamal menyebut, korban jiwa kerusuhan Wamena hingga Kamis sore tercatat 31 jiwa. Beberapa di antaranya ditemukan tertimpa puing-puing bangunan ketika tim gabungan TNI-Polri melakukan penyisiran. Sementara korban luka saat ini sebanyak 76 orang.
Selain itu, terdapat 224 unit kendaraan roda empat yang dirusak dan dibakar, sepeda motor 150 unit, 465 unit ruko rusak dan dibakar, rumah sebanyak 165 unit, lima perkantoran dibakar dan 15 lainnya dirusak, dan 15 unit fasilitas umum dirusak.
"Sebagian korban meninggal telah dievakuasi ke Jayapura untuk dimakamkan di kampung halamannya. Sedangkan jenazah lainnya dimakamkan di Wamena," jelas Kamal.
Atas nama kemanusiaan kami minta kepada siapa saja agar aksi-aksi seperti ini dihentikan
Ia pun mengklaim situasi Kota Wamena saat ini telah kondusif. Di mana jumlah aparat keamanan yang ada di wilayah itu dinilai cukup untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat Wamena.
"Kepada masyarakat, kami pastikan Polri dengan rekan TNI ada di Wamena untuk memberikan perlindungan kepada semua warga," pungkasnya.
Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua, Frits Ramandey menuturkan pihaknya tengah menerjunkan tim ke Wamena untuk melakukan investigasi terkait pemicu pecahnya kerusuhan yang meluluhlantakkan ibu kota Kabupaten Jayawijaya itu.
Komnas HAM Papua sesegera mungkin mendatangi oknum guru yang dituduh melontarkan ucapan rasial terhadap siswa, hingga diisukan di media sosial dan menjadi penyebab kerusuhan.
"Agenda menemui guru tersebut tak lain untuk mengklarifikasi serta mencari tahu kronologis sebenarnya. Meskipun, tuduhan itu dipastikan pihak kepolisian sebagai berita bohong atau hoaks, namun kami merasa perlu melakukan klarifikasi secara langsung," kata Ramandey.
Ramandey memandang kerusuhan di Wamena masuk dalam kategori pelanggaran HAM. "Kalau (kerusuhan Wamena disebut) pelanggaran HAM ya sebenarnya sudah demikian karena ada orang yang mati. Namun bila disebut pelanggaran HAM berat tentu masih membutuhkan data lebih banyak lagi," jelasnya.
Dia memastikan Komnas HAM Papua akan terus mengumpulkan data lebih lanjut dalam penelusuri di Wamena.
"Intinya tim ini akan bekerja sampai waktu yang belum ditentukan. Atas nama kemanusiaan kami minta kepada siapa saja agar aksi-aksi seperti ini dihentikan," tukasnya. []