Perppu KPK, Jokowi Dinilai Lakukan Langkah Mundur

Dinilai sebagai langkah mundur, wacana Presiden Jokowi menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK yang telah disahkan DPR.
Presiden Jokowi (tengah) memberikan pernyataan usai pertemuan dengan sejumlah tokoh dan budayawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Presiden menyatakan akan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu KPK. (Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Jakarta - Pernyataan Presiden Jokowi yang membuka peluang mengeluarkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK yang baru saja disahkan DPR, dianggap sebagai bentuk kemunduran. Terlebih wacana itu diangkat Presiden setelah mendapat desakan demonstrasi.

Hal tersebut disampaikan pengamat politik dan hukum dari Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus, dalam keterangan tertulis diterima Antara, Sabtu malam, 28 September 2019.

Sulthan meminta Presiden Joko Widodo tidak tunduk kepada desakan-desakan yang menginginkan agar pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) guna membatalkan revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR.

Ia menilai salah kaprah usulan dan desakan agar presiden mengeluarkan perppu terhadap revisi UU KPK.

Sulthan mengatakan Perppu menurut konstitusi memang murni kewenangan legislasi yang dimiliki presiden tanpa melibatkan DPR dan pihak mana pun. 

"Tetapi tidak serta-merta presiden dapat mengeluarkan perppu secara serampangan," katanya.

Ada kriteria agar perppu dapat dikeluarkan, kata Sulthan, yaitu Perppu bisa dilakukan dalam keadaan darurat serta adanya kegentingan yang memaksa, terjadi kekosongan hukum, dan atau ada undang-undang tapi tidak cukup untuk mengatur kondisi yang sedang berjalan.

Bernegara itu ada ketentuannya, ada sistemnya, kata Sulthan. "Tidak bisa karena ada gejolak, lantas itu diasumsikan sebagai kegentingan yang memaksa sehingga perppu bisa dikeluarkan begitu saja. Alasan subjektivitas presiden juga harus kuat dan memenuhi kriteria tersebut."

Saya mendorong presiden agar jernih dalam melihat permasalahan.

Oleh karena itu, lanjutnya, ia tidak melihat keharusan sama sekali bagi presiden untuk mengeluarkan Perppu. 

"Konstitusi kita telah mengatur tentang mekanisme jika sebuah regulasi dianggap bermasalah. Ada legislatif review, ada eksekutif review juga ada judicial review," ujarnya.

Sulthan menambahkan, revisi UU KPK yang baru disahkan belum ada nomornya dan belum masuk dalam lembaran negara. Seharusnya semua pihak menunggu dahulu terbit, baru kemudian memberikan pertentangan lewat jalur yang diatur konstitusi.

"Beginilah idealnya cara kita dalam bernegara. Negara tidak boleh terjebak pada penggiringan opini bahwa UU KPK adalah bentuk pelemahan, dicoba dahulu KPK berjalan dengan UU baru, lalu disimpulkan. Tolong jangan suudzon berlebihan," tutur Sulthan.

Sulthan menambahkan, pemaksaan pengeluaran perppu karena desakan bisa jadi preseden buruk ke depan. Ia juga menilai selama ini KPK dalam menangani perkara selalu mengatakan jika berkeberatan jangan bermain dengan opini.

"Ada jalur hukum yang bisa ditempuh. Misalnya, praperadilan, lalu jika merasa tidak bersalah silakan buktikan di persidangan. Nah, ini di soal revisi UU KPK kok standar ganda. Pakai logika yang sama dong, tempuh saja jalur konstitusional yang tersedia. Dan bagi saya, Perppu bukan salah satu dari jalur yang tersedia tersebut dalam masalah revisi UU KPK ini," ucapnya.

Sulthan mengingatkan gelombang demonstrasi yang terjadi belakangan ini tidak bisa digeneralisasi pada soal penolakan UU KPK semata, namun gerakan ini bentuk akumulasi kekecewaan kolektif pada cara-cara menyelenggarakan kekuasaan.

"Dan akhir-akhir ini justru aksi tersebut mulai berubah dari substansi menjadi solidarity karena sikap represif dalam penanganan massa aksi. Saya mendorong presiden agar jernih dalam melihat permasalahan," tutur Sulthan Muhammad Yus. []

Baca juga:

Berita terkait
GMKI: Revisi UU KPK dan RKUHP Harus Libatkan Publik
PP GMKI meminta pemerintah dan DPR melibatkan publik dalam penyusunan revisi UU KPK dan RUU KUHP. KPK harus semakin diperkuat.
Perrpu UU KPK, Jaksa Agung: Adakah Kegentingan Memaksa?
Jaksa Agung HM Prasetyo mempertanyakan kegentingan penerbitan Perrpu Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.