Kupang - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai permintaan jatah menteri Partai Gerindra kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mencoreng wajah partainya. Sebab, sejak awal Partai Gerindra mendeklarasikan diri sebagai partai oposisi.
"Langkah ini menurut saya, telah mencoreng wajah oposan yang semestinya berada di luar untuk menjadi penyeimbang terhadap kekuasaan," kata Ahmad Atang di Kupang, Rabu, 9 Oktober 2019 seperti dilansir dari Antara.
Padahal, kata dia, partai yang mendeklarasikan diri sebagai opoisi seperti PAN dan PKS konsisten untuk berada di luar kekuasaan. Kedua partai itu, menurutnya lebih bermartabat dalam komitmen dibandingkan Partai Gerindra.
Baca juga: PPP dan PKB Tanggapi Isu Jatah Menteri untuk Gerindra
Jika akhirnya Partai Gerindra mendapatkan kursi menteri, artinya kata dia, Jokowi merupakan presiden yang mengedepankan praktik demokrasi Pancasila, bukan demokrasi liberalisme. Pasalnya, praktik demokrasi Pancasila dalam pemerintah tidak mengedepankan menang-kalah, alias yang menang berkuasa dan yang kalah tersingkir.
"Ketika Jokowi tidak mengakomodir kelompok oposisi dalam kekuasaan maka sebenarnya Jokowi sedang mempraktikkan demokrasi liberalisme, yang hanya mengakomodir kelompok koalisi dan menyingkirkan yang kalah," kata dia.
Permintaan jatah menteri dari Partai Gerindra ramai diperbincangkan jelang pelantikan Presiden terpilih Jokowi dan Wakil Presiden terpilih Ma'ruf Amin pada 20 Oktober 2019.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyouno mengatakan bahwa Partai Gerindra memang meminta jatah tiga kursi menteri di kabinet Jokowi-Ma'ruf kelak.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani pun mengakui memang ada pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dan Jokowi terkait posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.
"Kita tidak bisa mungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar Istana untuk itu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019. []