Oleh: Bagas Pujilaksono, Akademisi Universitas Gadjah Mada
Tulisan ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Saya lebih memilih proporsioanal tertutup dibandingkan terbuka.
Memicu parpol tertentu untuk merampok uang negara guna membiayai proses pembajakan/penyerobotan kader parpol lain yang elektoralnya tinggi, dengan sistem proporsional terbuka. Baru saja terjadi, kader Partai Jumbo dibajak Partai Gurem.
Proporsional terbuka hanya menyuburkan nepotisme, baik di tingkat daerah maupun pusat, yang berujung politik dinasti. Istri, anak, cucu, mertua, simbah putri, simbah kakung, mbah buyut seorang bupati, gubernur, menteri, presiden, wakil presiden, merasa punya elektoral tinggi.
Menurut saya, sistem proporsional tertutup lebih cocok untuk Indonesia.
Karena kerabat bupati, gubernur, menteri, presiden, wakil presiden, berbondong-bondong nyaleg dengan modal kekerabatan, bukan kemampuan, untuk kepentingan bisnisnya, bukan kepentingan nasional. Kebanyakan caleg tersebut tidak punya kemampuan alias domblang-domblong, dan ngangngoh. Hanya membangun sistem yang korup dan nepotis. Beside, mekanisme seperti ini hanya membunuh persaingan yang fair dan terbuka dalam memilih caleg potensial. Fakta banyak!
Hal di atas pasti berlanjut pada politik uang. Untuk memuluskan proses pencalegan di internal partai, uang adalah senjata paling ampuh, tidak butuh komitmen dan integritas. Berlanjut pada tahapan kampanye dan pencoblosan, bagi-bagi uang haram ke rakyat. Pendidikan politik yang buruk kepada masyarakat. Fakta banyak!
Sistem proporsional terbuka, membuka konflik horizontal yang luar biasa, termasuk antar caleg dari partai yang sama. Mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Urusan siapa yang maju caleg dari suatu parpol, itu urusan internal parpol, jangan di-shared masalahnya ke masyarakat luas. Rakyat cukup coblos gambar parpol. Pileg menjadi simpel.
Sistem proposional terbuka adalah proses politik biaya tinggi, yang hanya menghasilkan maling-maling negara, bukan anggota dewan yang berkomitmen dan berintegritas membangun bangsa dan negara.
Sistem proporsional terbuka, lebih banyak mudhorotnya daripada manfaatnya bagi rakyat.
Menurut saya, sistem proporsional tertutup lebih cocok untuk Indonesia. []