Untuk Indonesia

Opini: Dua Sayap Sabar dan Syukur

Sabar dan Syukur bagaikan dua sayap bagi seorang muslim yang hendak terbang meraih apa yang diinginkan, dicita-citakan, meraih rahmad ridhaNya.
Ilustrasi. Tulisan Opini: Dua Sayap Sabar dan Syukur. (Foto: Tagar/Pexels Cottonbro)

Oleh: Mukti Ali Qusyairi, ketua LBM PWNU DKI Jakarta, Komisi Fatwa MUI Pusat, dan Dosen Pasca Sarjana Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal 

Sabar dan Syukur bagaikan dua sayap bagi seorang muslim yang hendak terbang meraih apa yang diinginkan, dicita-citakan, dan meraih rahmat serta ridhaNya. Diilustrasikan bahwa iman memiliki dua bagian; yaitu sebagian adalah sabar dan sebagian lagi adalah syukur. Keduanya juga termasuk akhlak, sifat dan kedua nama dari asma al-husna (nama-nama Allah yang indah) yaitu shabuurun (Maha Penyabar) dan syakuurun (Maha Persyukur). Tak ada jalan lain yang bisa ditempuh menuju rahmat Allah atau mendekatkan diri kepadaNya kecuali dengan iman.

Allah berfirman "bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar", (QS. Al-Anfal: 46); Allah berfirman, "Allah Maha Bersyukur lagi Maha Penyantun" (syakuurun haliim), (QS. Al-Taghabun: 17).

"Berakhlaklah dengan akhlak-Ku, dan sesungguhnya termasuk dari akhlak-Ku ialah bahwa aku adalah Dzat Yang Maha Penyabar, as-Shabuur." Ujaran ini banyak disampaikan para master sufi, seperti Ibnu Arabi dll. Tapi menurut Imam al-Ghazali, bahwa perkataan itu adalah wahyu yang tercatat dlm kitab suci Zabur dari Tuhan kepada Nabi Daud AS. Artinya bahwa bersabar dan bersyukur merupakan akhlak Allah yang diteladani kaum muslim dan umat manusia sebelum umat Nabi Muhammad untuk mendekatkan diri kepadaNya.

Kesabaran yang paling konkret adalah berpuasa. Kesabaran adalah nilai yang spesial, karena jika semua amal akan dihisab sedangkan sabar tanpa hisab dan hanya Allah yang akan memberi ganjaran. Puasa merupakan sebagian dari sabar: sabar untuk tidak makan dan minum serta hubungan suami-istri, menahan nafsu amarah, dll. Allah berfirman, "orang-orang bersabar akan dipenuhi balasannya dengan tanpa perhitungan" (QS. Az-Zumar: 10).

Karena itu puasa sebagai madrasar kesabaran, sehingga "puasa untukKu dan Akulah yang akan memberikan ganjaran secara langsung kepada orang yang melaksanakannya", dawuh Allah dalam sebuah hadits qudsi.

Dalam segala hal, baik ibadah, muamalah hubungan sosial antar manusia, menjalani kehidupan, sekolah, belajar, bekerja, meniti karier, ekonomi, politik dll mutlak diperlukan adanya sabar dan syukur. Sebab orang yang tak sabar, tergesa-gesa dan grasa-grusu, akan mengalami kegagalan. Ketergesa-gesaan itulah yang akan menghalangi seseorang meraih kesuksesan atau meraih apa yang dituju. Dalam kaidah fikih dikatakan bahwa, "Barangsiapa yang tergesa-gesa atas sesuatu sebelum waktunya, maka akan dihalangi untuk meraihnya". Tergesa-gesa adalah kendala paling mematikan. Karena tak menghargai proses dan mau instan. Padahal keberhasilan ditentukan oleh proses. Menjalani proses harus dengan sabar. Orang penyabar akan menikmati proses tahapan demi tahapan tanpa mengeluh.

"Engkau tidak akan meraih sesuatu yang engkau cintai kecuali dengan kesabaranmu atas sesuatu yang engkau benci", kata Nabi Isa Al-Masih. Perkataan Nabi Isa ini dikutip oleh Imam al-Ghazali. Kesuksesan meminta kesabaran atas rintangan dan derita dalam proses perjalanannya. Tak ada kesuksesan yang instan!!!

Sabar sendiri sebagai nilai luhur harus dipahami dengan baik. Di dalam sabar terdapat tiga unsur penting yaitu; 1. Pengetahuan tentang sabar yang diibaratkan bagaikan pohon. 2. Keadaan atau stasiun kesadaran dan mentalitas seseorang disebut ahwal diibaratkan bagaikan dahan dan ranting-ranting. 3. Amal atau kerja nyata. Pengetahuan sabar adalah pohon, keadaan spitual adalah dahan dan tangkainya, dan Keadaan spietual, sedangkan amal dan kerja nyata adalah buahnya. Pengetahuan melahirkan kondisi/keadaan dan keadaan melahirkan amal perbuatan.

Sabar bagi makhluk Allah khusus dimiliki umat manusia dan tidak dimiliki binatang dan malaikat. Karena binatang senantiasa dikuasai hawa nafsu. Sedangkan malaikat totalitas dirinya hanya untuk menjalankan perintahNya dan murni ibadah.

Manusia diberi nafsu makan, bermain, berhias, kawin, berbagai kelezatan, dll, dan pasa saat yang sama manusia diberi akal dan hatinurani untuk mengenal Tuhan dan Rasulnya dan mengenal maslahat dan manfaat serta mafsadat dan madharat.

Manusia selalu dihadapkan pada dua pilihan yang "terberi" dan dialaminya yaitu antara maslahat dan madharat; antara manfaat dan mafsadat; dan antara yang menguntungkan dan merugikan. Di saat kita--sadar atau tidak sadar--mengalami keburukan, kerusakan dan merugikan yang biasa disebut musibah atau cobaan maka kita bersabar. Sebaliknya jika mengalami keberuntungan, kebaikan, kemaslahatan, manfaat, dan rejeki maka kita harus bersyukur.

Agar tidak tertimpa kemalangan, keburukan, madharat dan mafsadat itu sedari awal kita harus bersabar untuk tidak selalu menuruti nafsu syahwat yang selalu mencari kesenangan/kelezatan dan nafsu amarah/ghadhab yang mencari kerusakan dan kezaliman serta melukai orang lain. Karena itu Allah berfirman, "wahai jiwa yang tenang kembalikah kepada Tuhanmu yang ridha dan diridhai" (QS. Al-Fajr: 27-28).


Sabar dan Syukur bagaikan dua sayap bagi seorang muslim yang hendak terbang meraih apa yang diinginkan, dicita-citakan, dan meraih rahmat serta ridhaNya.


Muhajir adalah seorang yang hijrah dari keburukan, dan mujahid adalah seorang yang memerangi hawa nafsunya", hadits Nabi.

Selain sabar menahan diri dari rayuan nafsu syahwat dan nafsu amarah, dan sabar dari cobaan serta musibah. Ada sabar dari dua hal yang tak kalah pentingnya dan seringkali dilupakan sebagian orang yaitu (1). Sabar dalam menjalankan ajaran atau doktrin agama (menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah dan RasulNya) dan (2). Sabar dalam mengelola dan memenej berbagai kenikmatan dan anugerah yang Allah berikat kepada kita, seperti anak, kekayaan/hartabenda, kesehatan, dll.

Sabar dalam menjalaskan shalat lima waktu dalam sehari, sabar mengeluarkan sebagian harta untuk zakat-infak-sedekah-wakaf, puasa yang juga bagian dari "sekolah kesabaran", haji, dan yang lainnya. Semua butuh kesabaran. Di saat kita mampu melaksanakan dengan kesabaran yang konsisten dan kontinu, maka kita pun bersyukur diberi kekuatan dan kemampuan dalam menjalankannya. Di mana ada sabar maka di situ ada syukur. Sabar dalam proses, dan syukur dalam menuai hasil dan kesuksesan.

Karena juga kesabaran itu sendiri perlu disyukuri. Sabar itu sikap moderat/tengah-tengah antara kaslan (malas) dan tergesa-gesa ('ajuula). Malas adalah sikap fatalistik. Tergesa-gesa adalah sikap sembrono dan ngawur. Sabar adalah sikap positif-optimis dan aktif-dinamis dalam menyertai gerak dan proses menuju yang maksud.

Sabar dalam menyikapi kenikmatan dan anugerah yang tak kalah beratnya. Salah bersikap maka akan fatal. Sebab kenikmatan dan anugerah yang harus kita syukuri itu berpotensi malih rupa menjadi bencana mana kala kita salah menyikapinya lantaran tidak ada kesabaran dan ketelatenan. Seperti anak adalah anugerah, tetapi jika tak ada kesabaran dalam menyikapinya maka boleh jadi anak itu malih rupa menjadi fitnah bencana bagi orangtua dan keluarganya. Seperti kasus penganiayaan Mario Dandi yang menjalar terhadap bapaknya Rafael Alun Trisambodo.

Harta pun demikian, ia adalah anugerah akan tetapi bisa malih rupa menjadi fitnah/bencana yang akan menimpa pemiliknya mana kala tak dikelolah dengan sabar dan ditasarufkan ke jalan kebajikan. Allah berfirman, "harta dan anak-anak kalian bisa menjadi fitnah" (QS. At-Taghabun: 15). Demikian juga kesehatan, jabatan dan kedudukan.

Anak disayang, dicintai, dididik, dan dipenuhi kebutuhannya adalah keharusan orangtua. Akan tetapi orangtua harus sabar menahan diri untuk tidak memanjakannya secara berlebihan dan memberikan fasilitas berlebihan.

Syukur sendiri seperti sabar, harus berbasis ilmu pengetahuan tentang bentuk kenikmatan atau wujud kenikmatan, Kondisi/situasi mental yang telah dipersiapkan, dan amal sebagi pembuktian atau manifeatasi.

Seorang harus tahu kenikmatan yang dirasakannya seperti diberi fisik yang utuh, kehidupan yang nyaman, diberi rizki yang halal dan berkecukupan, diberi iman dan islam, pengetahuan, kemudahan, keamanan, teman, dll. Sehingga ia akan sampai pada kesadaran bahwa semua ini ada yang memberi yaitu Allah.

Orang yang bersyukur akan mencapai puncak ketauhidan. Ini masih ada di level hati dan akal pikiran.

Setelah tercipta kondisi demikian, seorang akan mengekspresikannya melalui ucapan kata-kata syukur seperti mengucapkan Alhamdulillah dan melalui perbuatan nyata seperti menggunakan sebaik mungkin waktu kehidupan untuk hal-hal positif dan produktif serta terus belajar selagi nyawa dikandung badan; jika dalam kenikmatan berupa kelebihan materi cara bersyukurnya dengan berbagi dan memberi bantuan kepada yang membutuhkan; dll. Sehingga bersyukur dengan totalitas jatidirinya yaitu dengan hati, lidah/mulut, dan anggota tubuhnya dengan perbuatan nyata.

Seorang harus mengenal ragam kenikmatan dilihat dari masa. 1. Kenikmatan sesaat; 2. Kenikmatan yang dirasakan di masa akan datang tapi tidak dirasakan saat ini; 3. Kenikmatan saat ini dan akan datang. Agar tidak terjebak pada kenikmatan sesaat.

Kenikmatan dilihat dari efeknya yaitu 1. Kenikmatan yang mengandung keburukan, madharat, dan merugikan serta melukai. Seperti nikmatnya kemalasan dan kebodohan. Malas itu nikmat karena hanya duduk-duduk saja, jalan-jalan, nonton, santai, hura-hura dll, tapi kenikmatan yang buruk dan berbahaya. Inilah kenikmatan sesaat dan derita selamanya. Kenimatan ini bukan sebentuk rasa syukur dan sabar.

2. Kenikmatan yang bermanfaat, indah dan lezat seperti keimanan, akhlak yang muliya, rajin, ulet, ilmu pengetahuan yang bermanfaat, harta dan kehidupan yang berkah.

3. Ada kenikmatan yang ambigu, ambivalen, dan dilema mengandung manfaat sekaligus madharat, seperti membuang hartabenda dari perahu untuk menyelamatkan nyawa penumpangnya. Manfaat bagi jiwa dan madharat bagi harta. Nyawa harus diutamakan dari hartabenda.

4. Kemanfaatan tapi dengan cara melukai seperti mengamputasi bagian dari anggota tubuh yang mengandung penyakit yang menjalar agar anggota tubuh lain tidak tertular. Na'udubillah.

Kalau dilihat dari ragam kenimatan ini, orang Indonesia termasuk orang yang pandai bersyukur dan dalam keadaan apapun selalu bilang "untung". Seperti ada teman kita naik motor masuk got, kita bilang untung orangnya selamat meski motornya rusak. Kita selalu berusaha melihat sisi positif dari musibah dan hal negatif yang ditakdirkan Allah. Dan kita pun punya tradisi mengambil hikmah dan pelajaran dari kejadian. Semoga ini sebentuk husnuzhan kita kepada Allah.

Allah berfirman, "jika engkau bersyukur maka pasti Aku lipat gandakan kenimatan yang aku berikan, dan jika engkau mengingkarinya maka sesungguhnya adzabku teramat pedih" (QS. Ibrahim: 7). []

Berita terkait
Meraih Berkah di Bulan Suci, Sabar Menabung Adalah Kunci
Bibit.id aplikasi investasi reksa dana dan Surat Berharga Negara (SBN) untuk pemula, hadir untuk kita semua.
Tak Sabar Ingin Liburan? Ini 5 Rekomendasi Pulau yang Indah
Pulau-pulau di Indonesia mempunyai pesona alam yang indah dan populer di mata wisatawan lokal dan mancanegara. Berikut 5 rekomendasi liburan.
Bawa Poster, Gading Marten DKK Tak Sabar Amindana Bersuara
Unggahan yang dibagikan Raffi Ahmad, Tyas Mirasih, Gading Marten dan artis lainnya, adalah sedang promosi untuk perilisan video klip Amindana.
0
Opini: Dua Sayap Sabar dan Syukur
Sabar dan Syukur bagaikan dua sayap bagi seorang muslim yang hendak terbang meraih apa yang diinginkan, dicita-citakan, meraih rahmad ridhaNya.