Momok Pengendara Motor di Aceh Adalah Pulau Hantu

Pulau Hantu di Desa Mata Ie, Kemukiman Kuta Tinggi, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, menjadi momok pengendara motor.
Penampakan Pulau Hantu di Aceh yang ditumbuhi rerimbunan pohon pada Selasa, 2 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Syamsurizal).

Aceh Barat Daya - Apabila mendengar kata hantu, boleh jadi teringat dengan sosok makhluk gaib yang wujudnya menyeramkan dan dapat membuat bulu kuduk berdiri. Di Aceh, terdapat sebuah tempat pemakaman umum (TPU) yang dinamai Pulau Hantu, karena warga setempat pernah mengalami hal mistis saat melewati tempat tersebut.

Kompleks TPU ini terletak di Desa Mata Ie, Kemukiman Kuta Tinggi, Kecamatan Blangpidie, Kabupaten Aceh Barat Daya. Apabila penasaran ingin menuju ke pulau berbentuk persegi empat ini, hanya membutuhkan waktu sekitar lima menit apabila ditempuh dengan mengendarai sepeda motor dari pusat kota Blangpidie. 

Nama Pulau Hantu sudah tidak terlalu asing di telinga warga Aceh Barat Daya. Seperti kejadian mistis yang dialami Riswandi beberapa tahun lalu. Pernah suatu waktu, warga Blangpidie ini diterpa kejadian yang hingga kini sulit ia lupakan.

“Malam itu malam Jumat, saat itu sedang hujan rintik-rintik. Ini kejadiannya sudah lama. Baru mulai bercerita, bulu kuduk saya sudah bangun lagi,” kata pria 50 tahun ini sambil menaikkan satu kakinya ke atas bangku, sembari mengusap bulu kuduknya dengan tangan kanan.

Malam itu, Riswandi bermaksud mendatangi kediaman saudaranya yang terletak tak jauh dari rumahnya. Dari Blangpidie, Riswandi memilih melewati jalur komplek TPU untuk mempersingkat waktu tempuh. 

Sebelumnya, dia tidak pernah mendengar soal kisah mistis di Pulau Hantu, maka itu dia cuek saja berkendara pada malam hari tanpa dihantui rasa was-was saat melintasi area TPU.

Motor saya terasa berat sekali, seperti membonceng tiga pria dewasa.

Seingatnya, saat itu dia hanya membawa satu kilogram gula yang diikat di jok belakang. Namun motor yang ia tunggangi terasa amat berat, seperti membonceng tiga orang dewasa. Saat dia melongok spion, sekelilingnya sangat gelap gulita, tidak ada cahaya selain dari motornya. 

Berbagai upaya sudah dilakukan Riswandi, seperti menarik pedal gas semaksimal mungkin, hingga menurunkan gigi motor, agar laju kendaraan roda duanya tidak lagi ngeden.

“Begitu tiba di depan kuburan itu, motor saya terasa berat sekali, seperti membonceng tiga pria dewasa. Saat itu saya sudah coba menarik gas lebih kuat lagi, tapi hanya suara motor saja yang bertambah besar, jalannya tetap pelan,” ucap pria yang berprofesi sebagai pedagang ikan keliling ini kepada Tagar, Selasa, 2 Oktober 2019.

Seketika, rasa panik bercampur takut berkecamuk merasuki jiwa Riswandi yang mulai risau. Lantaran dia hanya sendirian, membelah jalan, di tengah malam yang mencekam. 

“Saya langsung panik, bulu kuduk saya sudah bangun, lutut mulai gemetar. Dalam hatee, nyo kagura, honda ka hana ek dijak le (dalam hati, ini gawat, motor sudah tidak sanggup jalan lagi),” tuturnya.

Riswandi tak berdaya, ia tidak bisa minta pertolongan kepada siapapun. Malam itu, tidak dia saksikan satu batang hidung pun orang di jalan. 

Seingatnya, makin pedal gas dia tarik, yang keluar hanya suara bising yang memekakan telinga saja, sementara laju motornya tak kunjung bertambah cepat.

Mulutnya mulai mengucap salah satu surat dalam kitab alquran yang ia yakini dapat menjadi penyelamatnya malam itu. Alhasil upayanya tidak sia-sia. Laju motor yang dikendarainya mulai normal seperti sediakala. Riswandi ngebut meninggalkan lokasi itu dan tiba di rumah saudaranya dengan dag-dig-dug.

“Untung ada kendaraan yang lewat. Saya melihat lampu di arah depan dan saat itu juga tiba-tiba saya terpikir untuk mengucap surat yasin dalam hati hingga tiba di rumah saudara malam itu. Alhamdulillah ternyata ampuh, kendaraan saya tidak lagi berat,” tuturnya sambil mengebulkan asap tembakau yang menutupi sebagian wajahnya.

Setibanya Riswandi di tempat tujuan, bapak dua anak ini langsung berlari ke dalam rumah mengambil segelas air putih. Kemudian ditegukannya membasahi tenggorokan yang kering. 

Mulutnya terasa kaku untuk menceritakan kejadian mistis kepada orang lain. Dia hanya mengaku kapok dan memberitahu kepada warga lain, sebaiknya kalau sudah larut malam, mencari jalan lain, jangan lewat TPU Pulau Hantu. 

“Setelah minum dan beristirahat sampai beberapa menit lamanya, barulah mulut saya terasa tidak kaku lagi untuk bercengkerama. Ketika pulang, saya tidak berani lagi melalui jalan itu,” ujarnya dengan mata melotot.

Penampakan Tiga Kambing Bermata Merah

Pulau Hantu di AcehPenampakan Pulau Hantu di Aceh yang ditumbuhi rerimbunan pohon pada Selasa, 2 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Syamsurizal).

Kisah mistis di Pulau Hantu ternyata tidak hanya menerpa Riswandi saja. Muzakir, warga Desa Mata Ie mengaku sempat mendengar kisah misterius dari orang tuanya mengenai penampakan tiga kambing hutan bermata merah yang bisa terbang. Hewan gaib itu kerap muncul secara tiba-tiba dan mengganggu warga.

“Ada orang kampung sini dulu pernah dikagetkan dengan penampakan kambing three yang menakutkan. Matanya merah dan bisa terbang,” kata dia. 

Zakir, sapaannya, kemudian memesan dua cangkir kopi hitam saat berbincang dengan Tagar, 2 Oktober kemarin. Saat itu, sebungkus rokok putih, kunci motor dan telepon genggam diletakkannya tidak beraturan di atas meja warung.

Kambing ini bisa membuat orang yang diganggu menjadi tidak sadar, dibawa ke tempat yang tidak dikenal sebelumnya. Bisa juga mengalami kerasukan.

Sorot matanya kian serius, kemudian dia menerangkan, kambing three sangat menyeramkan. Jadi, jangan sampai orang lain menyaksikan makhluk gaib itu dengan mata telanjang.

Menurut dia, orang yang melihat penampakan atau diganggu sosok ini bisa mengalami kemalangan berupa kerasukan, masuk ke alam gaib, hingga tidak sadarkan diri. 

Bahkan, lanjutnya, korban yang ditampakkan bisa berjalan tak tahu arah pulang dan akan terkejut ketika sadar. Sebab sudah berada di lokasi yang terasa asing, jauh dari permukiman warga. 

Ada juga, kata Zakir, korban yang disesatkan ke gunung, tengah sawah, dan tempat-tempat sepi lainnya.

“Dari kisah yang saya dengar, kambing ini bisa membuat orang yang diganggu menjadi tidak sadar, dibawa ke tempat yang tidak dikenal sebelumnya. Bisa juga mengalami kerasukan dan semacamnya,” ujar pria ini seraya meneguk kopi hitam.

Asal Muasal Sebutan Pulau Hantu

Menurut cerita-cerita yang didengarnya dari tetua di daerahnya, pulau ini awalnya bernama Pulau Toek Antu. 

Toek Antu merupakan seorang nenek pemilik pulau. Di pulau ini dahulunya nenek itu tinggal bersama keluarga sebelum kemudian semuanya wafat dan tanah itu diwakafkan menjadi komplek TPU.

Faktor kejadian mistis juga membuat warga sering menyebutnya dengan sebutan Pulau Hantu di Aceh.

Menurut Zakir, disebut pulau karena kompleks perkuburan ini dikelilingi persawahan masyarakat. Tidak seperti saat ini yang sudah banyak rumah terbangun di sekitar pulau. 

"Dulu tidak ada rumah di sekitarnya, yang ada hanya kebun warga," ujarnya.

Selain itu, dahulu kala Pulau Hantu juga sering dijadikan tempat istirahat warga sekitar untuk berteduh saat letih beraktifitas dari sawah.

“Seiring berjalannya waktu, banyak kejadian-kejadian misterius dialami masyarakat hingga membuat mindset warga berubah tentang pulau ini. Faktor kejadian mistis juga membuat warga sering menyebutnya dengan sebutan Pulau Hantu di Aceh dan itu hingga saat ini,” ucap Zakir. []

Berita terkait
Setan Geunteut, Usai Magrib Culik Anak Kecil di Aceh
Hantu geunteut boleh saja dianggap sebagai mitos belaka. Namun, kesaksian korban yang diculik di Aceh, membuktikan jika makhluk gaib ada di sana.
Lima Tempat Kuliner yang Dikenal Horor
Belakangan ini sebuah tempat yang berkesan horor atau mistis menjadi buah bibir masyarakat, kini tidak hanya sebatas sebuah tempat kuliner saja.
Noni Belanda dan 3 Hantu Lain yang Eksis di Bantaeng
Di beberapa kota di Indonesia banyak cerita mistis yang melegenda begitupun di Kabupaten Bantaeng, berikut hantu yang eksis di kota Bantaeng Sulsel