Semarang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang memberlakukan aturan masa jabatan perangkat desa secara surut. Kebijakan itu memicu sejumlah perangkat desa mengajukan gugatan atas keputusan pemberhentian mereka.
Sukarman, kuasa hukum dari penggugat, menuturkan pemberlakuan secara surut aturan masa jabatan perangkat desa di Rembang bertentangan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan asas pemerintahan yang baik. Tak hanya itu, juga tidak taat dengan amanah UUD 1945.
Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945 menyebutkan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
"Semisal aturan masa jabatan presiden awalnya lima tahun. Di saat tahun ketiga sebagai presiden, keluar aturan yang membatasi masa jabatan presiden adalah tiga tahun. Apakah presiden langsung berhenti di tahun ketiganya?," kata Sukarman kepada Tagar, Selasa, 28 Juli 2020.
Menurut dia, SK Kepala Desa Kedungasem, Kecamatan Sumber, Nomor 141/60/KEDUNGASEM/II/2020 tertanggal 11 Februari 2020, yang memberhentikan kliennya di usia 60 tahun menjadi bukti yuridis Pemkab Rembang menerapkan aturan yang berlaku surut.
Objek gugatan adalah surat keputusan pemberhentian dari kepala desa. Sudah kami daftarkan di PTUN Semarang pada 20 Juli lalu.
SK Kepala Desa Kedungasem mendasarkan pada Peraturan Bupati (Perbup) Rembang No 16 Tahun 2017 tentang Perangkat Desa. Dalam perbup tersebut dinyatakan masa jabatan perangkat desa adalah 60 tahun.
Sementara di Bab Peralihan UU Desa, dinyatakan perangkat desa bisa menghabiskan masa jabatan selama mampu. Perangkat desa yang dimaksud adalah sesuai pasal 116, yakni perangkat desa non-PNS. Perangkat desa PNS diatur oleh peraturan tersendiri.
"Dan klien kami, Suwarno, merupakan perangkat desa non-PNS. Semestinya mengacu Perda Perda Nomor 10 Tahun 1982 yang tegas menyatakan masa jabatan 65 tahun. Artinya SK Kepala Desa Kedungasem yang mendasarkan pada Perbup 16 Tahun 2017 menerapkan aturan surut. Jelas melanggar hak asasi yang diamanatkan UUD 45," tutur dia.
Atas pertimbangan hukum itu, Sukarman dan kliennya mengajukan gugatan PTUN atas SK pemberhentian.
"Objek gugatan adalah surat keputusan pemberhentian dari kepala desa. Sudah kami daftarkan di PTUN Semarang pada 20 Juli lalu. Selasa, 21 Juli, sudah dapat registrasi No 52/G/2020/PTUN.Smg. Tanggal 29 Juli masuk tahap dismisal, proses pelengkapan administratif untuk syarat gugatan," ucap dia.
Baca juga:
- PTUN Minta Jokowi Pulihkan Posisi Evi Novida Ginting
- 3 Mantan Perangkat Desa di Magelang Tersangka PTSL
- Respons Istana soal Gugatan Pengusaha ke Jokowi
Selain mengajukan gugatan ke PTUN, tim kuasa hukum perangkat desa juga tengah menyiapkan judicial review atas Perbup 16 Tahun 2017.
"Pekan ini kami finishing untuk judicial review perbup, secepatnya kami ajukan ke Mahkamah Agung," ujar pengacara asal Semarang ini.
Suminto salah satu tokoh sekaligus perangkat desa di Rembang menuturkan polemik masa jabatan ini memang harus melalui upaya hukum. "Biar lembaga peradilan yang memutuskan apakah tepat Pemkab Rembang membuat kebijakan pemberhentian perangkat desa pada usia 60 tahun," ujar dia.
Sebelumnya, pihak Pemkab Rembang melalui Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinpermades) Rembang Sulistyono tidak mempermasalahkan gugatan PTUN yang diajukan perangkat desa.
"Kalau di Rembang itu perangkat desa dalam SK pengangkatan tidak ada yang tertulis 65 tahun. Baik pengangkatan aturan lama maupun baru. Sehingga mereka tetap menggunakan batas 60 tahun sesuai perbup saat ini," kata dia. []