Mampukah Asia Tenggara Setop Penggunaan PLTU Batu Bara?

Indonesia November 2023 mengumumkan sebuah peta jalan teknis terkait penggunaan sebagian anggaran dari 18 miliar euro
Vietnam masih menerima pasokan lebih dari 50% energinya dari batu bara (Foto: dw.com/id - MANAN VATSYAYANA/AFP via Getty Images)

TAGAR.id - Indonesia dan Vietnam perlu menyeimbangkan ambisi keberlanjutan dengan kenyataan banyak sistem pembangkit listrik yang telah disetujui untuk dibangun menggunakan batu bara sebagai sumber energi. David Hutt melaporkannya untuk DW.

Indonesia pada bulan November 2023 mengumumkan sebuah peta jalan teknis terkait penggunaan sebagian anggaran dari 18 miliar euro yang dijanjikan melalui Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah program investasi yang didukung oleh G7, untuk pembangunan berkelanjutan.

Dalam pertemuan COP28 di Dubai beberapa hari setelah itu, para pejabat Vietnam juga menjelaskan visi mereka tentang alokasi 14,1 miliar euro dalam bentuk investasi ekuitas, hibah, dan pinjaman lunak yang ditawarkan melalui JETP.

Mekanisme pembiayaan hijau ini didukung oleh International Partners Group, yang terdiri dari Denmark, Uni Eropa, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Norwegia, Inggris, dan Amerika Serikat (AS), serta bank-bank swasta dan investor di Barat.

Menurut Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif CIPP, Indonesia akan meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam pembangkit listrik nasional menjadi 44% pada tahun 2030, naik dari target sebelumnya sebesar 34%. Rencana ini juga memetakan 400 proyek prioritas yang akan membutuhkan sebagian besar investasi dari para donor JETP.

Namun, rencana tersebut masih berupa rancangan, karena pemerintah Indonesia saat ini sedang mengumpulkan masukan dari para pemangku kepentingan untuk perumusan rencana investasi final, yang mungkin akan dirilis pada tahun 2024.

"Transisi energi adalah masalah kepentingan publik. JETP adalah salah satu inisiatif dalam upaya transisi energi Indonesia yang lebih luas. Oleh karena itu, kami ingin masyarakat dapat mengakses rancangan tersebut sebelum difinalisasi dengan harapan kami dapat menerima masukan sebanyak mungkin," ujar Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, dalam sebuah pernyataan.

asap pltu suralayaAsap dan uap uap dari PLTU Batubara milik Indonesia Power, di sebelah Proyek PLTU Batubara Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Banten, 11 Juli 2020. (Foto: voaindnesia.com/REUTERS/Willy Kurniawan )

Dari mana pembiayaan berasal?

Untuk Indonesia, separuh dari dana JETP akan berasal dari pemerintah dan bank-bank pembangunan di Jepang, AS, dan Eropa, yang sebagian besar dalam bentuk pinjaman.

Sebagai contoh, Bank Investasi Eropa, lembaga pemberi pinjaman Uni Eropa, telah menjanjikan penyediaan dana hampir €1 miliar. Badan Pembangunan Prancis juga telah memberikan komitmen sebesar €500 juta, sedangkan Jerman telah menjanjikan hampir €1,3 miliar.

Pendanaan dari Amerika Serikat dan Inggris lebih kompleks. Pada dasarnya, mereka akan menjamin pinjaman kepada Indonesia dari Bank Dunia. Sisa €9 miliar akan berasal dari pembiayaan swasta Glasgow Financial Alliance for Net Zero, yang dipimpin oleh sekelompok CEO dan pimpinan lembaga keuangan lainnya, termasuk BlackRock, Bloomberg, Brookfield, dan HSBC.

"Idenya adalah, dana awal sebesar $10 miliar akan digunakan untuk memulai investasi dan menunjukkan bahwa Indonesia adalah pasar yang layak untuk pengembangan energi bersih," tulis James Guild, seorang ahli pembangunan ekonomi di Asia Tenggara, baru-baru ini.

Di Asia Tenggara, Vietnam menyetujui inisiatif JETP pada bulan Desember 2022 dan mempublikasikan Rencana Mobilisasi Sumber Daya Kemitraan pada tanggal 1 Desember tahun ini di COP28.

"Peluncuran Rencana Mobilisasi Sumber Daya merupakan tonggak penting bagi implementasi Kemitraan Transisi Energi yang Adil," ujar Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam sebuah pernyataan bulan ini.

"Itu menunjukkan kepemimpinan Vietnam dalam membuka jalan bagi masa depan energi bersih," tambahnya. "Uni Eropa bangga menjadi bagian dari kemitraan ini dan kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan Vietnam dalam mendukung reformasi yang diperlukan untuk mempercepat investasi penting dalam energi terbarukan dan ekonomi hijau."

Namun, proposal-proposal tersebut bukannya tanpa kontroversi.

Kendala ambisi keberlanjutan di Asia Tenggara

Menganalisisi dokumen-dokumen yang bocor bulan lalu, kantor berita Reuters mencatat dari €7,3 miliar dana publik yang akan diberikan kepada Vietnam, hanya 2% yang berupa hibah, yang sebagian besar diberikan oleh Uni Eropa. Selebihnya, atau hampir seluruh pendanaan akan berbentuk pinjaman dan sebagian besar akan menggunakan suku bunga pasar.

Beberapa pemodal juga sedikit kecewa. Pasalnya, dalam rencana terbarunya, Indonesia mengecualikan pembangkit listrik yang memasok sistem off-grid, seperti kawasan industri, yang sebagian besar menggunakan batu bara, dari targetnya.

Dengan demikian, seperti yang ditunjukkan oleh Reuters, rencana tersebut mengabaikan sekitar 13,74 gigawatt (GW) kapasitas dan 20,48 GW lainnya yang direncanakan oleh operator-operatorpembangkit listrik tenaga batu bara swasta Indonesia di sektor industri logam saja.

Menurut Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif, yang selalu disebut sebagai "dokumen hidup" yang akan diperbarui secara berkala, departemen di Indonesia yang bertanggung jawab atas masalah JETP "akan melakukan studi dan peta jalan yang lebih terperinci tentang dekarbonisasi sistem pembangkit listrik captive off-grid Indonesia."

Namun, pihak lain berpendapat bahwa proposal yang diajukan untuk pendanaan JETP dalam beberapa hal tidak terlalu ambisius. Sebagai contoh, dalam proposal JETP, Vietnam akan mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor pembangkit listrik sebesar 170 juta ton hingga tahun 2030, dan kemudian menurunkannya menjadi 101 juta ton hingga tahun 2050.

Hanoi menyatakan, mereka akan membatasi kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 30,13 GW pada tahun 2030, atau naik dari target 25,3 GW di akhir tahun 2022. Namun, para pemerhati lingkungan menunjukkan, perkembangan pesat produksi energi yang tidak berkelanjutan kemungkinan akan terus berlanjut lebih dari satu dekade. (ha/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Dari Akselerasi EBT Hingga Pensiun Dini PLTU, PLN Berhasil Jaring 14 Kerja Sama Global dalam COP28
PLN berhasil menjaring 14 kerja sama dalam agenda transisi energi. Hal ini selaras dengan komitmen mencapai Net Zero Emissions (NZE).