Jakarta - Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyebut pihaknya memilih untuk memberikan saran penutupan atau likuidasi bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang mengalami masalah finansial dibandingkan dengan opsi konsolidasi.
“Meskipun LPS punya skema untuk menyelamatkan BPR, tapi dalam kondisi sulit saat ini hal tersebut sukar untuk dilakukan,” ujar Halim Alamsyah dalam rapat virtual dengan Komisi XI DPR-RI di Jakarta, Kamis, 9 April 2020.
Narasi Halim tersebut didasarkan pada catatannya terkait kondisi keuangan BPR ‘sakit’ yang rasio kecukupan modalnya (capital adequacy ratio/CAR) bisa mencapai minus 250 persen hingga 300 persen. Padahal, OJK telah memberikan patokan terkiat rasio CAR perbankan yang sehat mesti berada pada level 8 persen hingga 10 persen.
Baca juga: Ini Sebab Bisnis BPR Terus Tergerus
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa tingkat pemulihan (recovery rate) BPR bermasalah hanya menyentuh 30 persen. “Memang sulit. Kadang BPR yang ditangani OJK [Otoritas Jasa Keuangan] sudah sangat parah, kerugiannya juga sangat berat,” tuturnya.
Ia juga mengomentari soal aset BPR yang dinilainya tidak kalah bermasalah. Dalam pengamatannya, sering terjadi sengketa antara BPR dan LPS dalam melakukan proses pengurusan aset guna menghimpun sumber-sumber likuiditas bagi penanganan dana nasabah.
“Aset bahkan banyak yang sudah dijual atau dalam sengketa, sehingga kami tidak dapat menjual dengan nilai yang baik sesuai perjanjuan kredit,” ucap dia.
Untuk diketahui, jumlah BPR semakin menurun dalam empat tahun terakhir. Pada penutupan 2019, OJK menyebut total BPR yang masih beroperasi berjumlah 1.545 entitas. Angka tersebut berkurang dibandingkan dengan 2018 yang sebanyak 1.597 entitas. Kemudian pada 2017 dan 2016 masing-masing berjumlah 1.619 entitas dan 1.633 entitas. []