Ini Sebab Bisnis BPR Terus Tergerus

Salah satu alasan mengapa jumlah BPR terus menurun adalah akibat program pemerintah yang menjangkau segmen masyarakat menengah bawah.
Ilustrasi BPR. Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa jumlah Bank Perkreditan Rakyat atau BPR terus menurun adalah akibat program pemerintah yang menjangkau segmen masyarakat menengah bawah. (Foto: Yahoo.com).

Jakarta - Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah mengatakan salah satu alasan mengapa jumlah bank perkreditan rakyat atau BPR terus menurun adalah akibat program pemerintah yang menjangkau segmen masyarakat menengah bawah.

“Kondisi usaha yang digarap oleh BPR saat ini tidak menguntungkan. Ini terjadi sejak beberapa tahun terakhir, terutama karena program-program pemerintah yang juga menjadi saingan BPR,” ujar Halim dalam rapat secara virtual dengan Komisi XI DPR-RI di Jakarta, Kamis, 9 April 2020.

Baca Juga: Aset BPR Tumbuh 10,18 Persen, OJK Dorong Pengembangan BPR 

OJK mengambil langkah preventif terutama untuk kelompok usaha yang sama dan dianggap kurang kemampuan likuiditasnya.

Selain itu, Halim juga menilai menciutnya jumlah BPR ditengarai akibat kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mendorong pelaku usaha untuk melakukan konsolidasi dan penggabungan dengan lembaga sejawat.

“Lebih juga karena OJK mengambil langkah preventif terutama untuk kelompok usaha yang sama dan dianggap kurang kemampuan likuiditasnya,” kata Ketua LPS.

Sebagai informasi, BPR merupakan lembaga perbankan yang menyasar segmentasi nasabah mikro. Sementara itu, pemerintah sendiri semakin menggalakan program keuangan segmen yang sama melalui bank wakaf mikro (BWM).

Fleksibilitas bank wakaf mikro lebih baik dari BPR.

Berdasarkan informasi yang dirilis OJK, hingga penghujung 2019 lalu jumlah BWM mencapai 56 unit dengan total pembiayaan Rp 33,9 miliar yang disalurkan kepada sekitar 25.000 nasabah. Bank wakaf mikro ini mempunyai fleksibilitas yang jauh lebih baik dibandingkan BPR dengan bunga hanya 5 persen per tahun dan pembayaran cicilan minimum Rp 20.000 per minggu.

Selain BWM, segmen pasar BPR semakin ter- challenge akibat kehadiran lembaga pinjam online peer-to-peer lending yang kini tengah menjamur di masyarakat. Ini membuat, ruang gerak BPR dalam melakukan ekspansi bisnis semakin sempit dan berkurang.

Simak PulaDPRD Jabar Sebut Holding BPR Masih dalam Kajian

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, jumlah BPR semakin menurun dalam empat tahun terakhir. Pada penutupan 2019, OJK menyebut total BPR yang masih beroperasi berjumlah 1.545 entitas.

Angka tersebut berkurang dibandingkan dengan 2018 yang sebanyak 1.597 entitas. Kemudian pada 2017 dan 2016 masing-masing berjumlah 1.619 entitas dan 1.633 entitas.[]

Berita terkait
DPRD Jabar Sebut Holding BPR Masih dalam Kajian
Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat dari PPP, Pepep Saeiful Hidayat menyampaikan progres rencana holding BPR di Jabar
OJK Cabut Izin Usaha BPR Tebas Lokarizki di Sambas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tebas Lokarizki, di Sambas, Kalimantan Barat.
OJK Cabut Izin BPR LPN Kampung Manggis, Padang Panjang
OJK mencabut izin usaha Bank Perkreditan Rakyat Lumbung Pitih Nagari Kampung Manggis, Padang Panjang, Sumatera Barat.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.