Komisi I DPR Beri Catatan dalam Perpres TNI Tangani Terorisme

Komisi I DPR memebri catatan setelah membahas Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme.
Personel TNI bersiap melakukan pengamanan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 8 Oktober 2020. Pihak kepolisian setempat mengerahkan 4.360 personel gabungan untuk melakukan pengamanan unjuk rasa buruh menolak UU Cipta Kerja. (Foto: Antara/Didik Suhartono)

Jakarta - Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldi mengatakan komisinya telah membahas Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan TNI dalam menangani aksi terorisme. Dalam pembahasan tersebut, ia memberikan beberapa catatan, salah satunya terkait definisi penangkalan. 

"Prosesnya sudah selesai, dikembalikan kepada pemerintah dengan beberapa catatan, seperti perlu pendalaman definisi penangkalan (aksi terorisme)," kata Bobby di Jakarta, Sabtu, 24 Oktober 2020.

Karena meskipun tindakan teror ada tingkatannya, baik dari tingkat rendah seperti di ranah kriminal sampai okupasi militer bersenjata, itu semua memerlukan sinergitas TNI/Polri.

Baca juga: DPR Bahas Perpres Pelibatan TNI Tanggulangi Terorisme

Bobby mengatakan definisi penangkalan sudah disepakati. Namun, yang harus diutamakan adalah sinergitas antara TNI dan Polri dalam seluruh tahapan mulai dari pencegahan, penangkalan, hingga penindakan. 

Menurut politikus Partai Golkar ini hal itu dilakukan agar upaya penanggulangan aksi terorisme bisa berjalan efektif. Meskipun tindakan teror ada tingkatannya, dia memandang perlu sinergi yang kuat antara TNI dan Polri. 

"Karena meskipun tindakan teror ada tingkatannya, baik dari tingkat rendah seperti di ranah kriminal sampai okupasi militer bersenjata, itu semua memerlukan sinergitas TNI/Polri," katanya. 

Selain itu, kata dia, catatan lain terkait dengan perpres tersebut, yaitu mengenai anggaran penanganan aksi terorisme harus bersumber dari APBN, bukan dari sumber lain.

Baca juga: Donald Trump Akan Hapus Sudan dari Daftar Sponsor Terorisme

Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai selama ini Polri sudah cukup baik dan mumpuni dalam menangani serta mengatasi aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. 

"Kalau mau melibatkan TNI dalam penangannya, seharusnya pada kasus-kasus tertentu saja," kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 11 Agustus 2020.

Sebagai kasus kejahatan luar biasa, kata Sahroni, aksi terorisme memang memerlukan pendekatan yang beragam. Menurut dia, selama ini Indonesia sudah sama-sama diketahui bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime, jadi memang dalam upaya penanggulangannya ini dibutuhkan berbagai macam pendekatan. 

"Oleh karena itu, pendekatannya bukan hanya masalah keamanan, melainkan juga ada aspek psikologis, sosial, ekonomi, dan lain-lain," ujarnya. []

Berita terkait
Terorisme di Prancis Picu Kemarahan dan Ketakutan
Terjadi demontrasi di sebagian besar wilayah Prancis terkait dengan tuntutan kebebasan berpendapat setelah terjadi pembunuhan seorang guru
Mentan Minta Waspadai Kemungkinan Bioterorisme Masuk RI
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, meminta Badan Karantina meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan bioterorisme masuk Indonesia.
Mantan Kepala BNPT: TNI Jangan Tangani Terorisme
Mantan Kepala BNPT menilai TNI tidak perlu dilibatkan dalam penanganan terorisme karena sudah ada Densus 88 Antiteror dan BNPT sendiri.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.