Keraton Agung Sejagat Purworejo Pertunjukan Seni?

Kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo di mata seniman tak lebih dari sebuah pertunjukan seni berdampak.
Sutradara film dokumenter Heni Matalalang. (Foto: Facebook/Heni Matalalang)

Semarang - Di tengah kontroversi sejarah dan deklarasi Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah, muncul keheranan di sebagian kalangan masyarakat, khususnya seniman. Apakah prosesi deklarasi dan wilujengan kerajaan itu tak lebih sebuah pertunjukan seni?

Dari kalangan penggiat seni misalnya. Dwi Sujanti Nugraheni atau yang lebih dikenal sebagai Heni Matalalang menyampaikan hal itu. Filmmaker, pemenang Piala Citra lewat film Denok & Gareng, 2013, mengunggah pertanyaan di dinding Facebooknya, Rabu, 15 Januari 2019. 

“Bagaimana kalau sesungguhnya Kerajaan Agung Sejagad itu sebenarnya sebuah performing art (atau lebih spesifiknya seni pertunjukan berdampak) yang memanfaatkan situasi sosial dan masyarakat yang sudah mulai delusional, dipentaskan di ruang publik di luar panggung mainstream dan dibiayai secara crowdfunding oleh para anggota kerajaannya... sayangnya belum jadi pentas total, raja dan ratunya sudah kadung dicokok polisi... duh enggak ada berita hilarious lagi nih....”

Unggahan tersebut disukai oleh 40 akun dan mendapat 14 komentar. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari raja dan permaisuri Keraton Agung Sejagat, R. Toto Santoso dan Fanni Aminadia, Apakah upacara yang mereka lakukan pada akhir pekan lalu itu adalah pertunjukan seni atau motif kriminal.  

Prosesi dan kostum dipersiapkan dengan matang. Pengikutnya dari banyak kota, mengadopsi simbol-simbol yang sudah terkenal.

Di mata Heni Matalalang, pertanyaan muncul karena upacara oleh sekitar 500 orang tersebut terlihat tak lebih dari sebuah pertunjukan seni berdampak. Terlepas dari masalah hukum yang saat ini menjerat sang raja dan ratu.

“Prosesi dan kostum dipersiapkan dengan matang. Pengikutnya dari banyak kota, mengadopsi simbol-simbol yang sudah terkenal. Swastika dan bintang daud misalnya,” ujarnya pada Tagar melalui pesan di Facebook.

Bagi sutradara film dokumenter itu, pemilik ide deklarasi Keraton Agung Sejagad bukan orang dengan pengetahuan seni sembarangan. “Adanya Kerajaan Agung Sejagat ini justru menghibur di tengah berita berita masyarakat kita yang terpolarisasi karena agama dan politik,” ujar Heni.

Diberitakan, Kepolisian Daerah Jawa Tengah atau Polda Jateng telah menetapkan raja dan permaisuri Keraton Agung Sejagat, R Toto Santoso dan Fanni Aminadia sebagai tersangka.

Kapolda Jateng Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel menjelaskan, sejak kemunculannya menggegerkan publik, polisi langsung bergerak. "Sejak kemarin setelah penangkapan, ditetapkan sebagai tersangka, dengan bukti yang sudah cukup," kata Rycko.

Keduanya disangkakan pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 soal penyebaran berita bohong yang berimbas pada keonaran di masyarakat serta pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Untuk kebenaran klaim pihak Keraton Agung Sejagat, Rycko memastikan jika sejarah kerajaan itu tidak pernah ada. Pihaknya telah melibatkan pakar sejerah dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Sebelumnya, penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan, Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.

Menurut dia, Keraton Agung Sejagat merupakan kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.

Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518. 

Joyodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut maka berakhir pula kekuasaan Barat yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra. []

Baca juga:

Berita terkait
Dagelan Gaya Keraton Agung Sejagat di Purworejo
Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MKAN) menganggap Keraton Agung Sejagat seperti dagelan. MAKN sama sekali tidak mengakui kerajaan abal-abal itu.
Keraton Agung Sejagat Purworejo di Mata Habib Luthfi
Habib Luthfi menyerahkan persoalan Keraton Agung Sejagat di Purworejo ke Polda Jawa Tengah.
Isi Deklarasi Versi Keraton Agung Sejagat Purworejo
Temuan mencengangkan didapat polisi dari Keraton Agung Sejagat Purworejo. Salah satunya deklarasi perdamaian.
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.