Kebebasan Berekspresi Hoaks Covid-19 Berakhir di Bui

Ketika dunia dilanda pandemi virus corona (Covid-19) horor dan ketakutan sudah melanda kehidupan, sekarang ketakutan kian meningkat karena hoaks
Warga berjemur dengan latar belakang mural (lukisan dinding) komik antihoaks di Kampung Hepi, Joho, Manahan, Solo, Jawa Tengah, 7 April 2020. Mural tersebut dibuat warga setempat untuk mengedukasi warga tentang hidup bersih dan sehat sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 sekaligus mengampanyekan gerakan antihoaks. (Foto: kominfo.go.id/antarafoto)

Dalam berbagai kesempatan diskusi, seminar atau talkshow di televisi tidak sedikit orang yang menentang pemberlakuan UU ITE (Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) dengan alasan mengekang kebebasan berekspresi dan daya kritis.

Celakanya, orang-orang yang disebut ekspresif itu justru memproduksi hoaks yaitu informasi yang menyesatkan (misleading). Hoaks bukan berita yang tidak benar karena berita adalah terminologi dalam jurnalistik yang tidak pernah salah. Ini terjadi karena berita adalah rekonstruksi fakta dengan standar check and recheck pada sumber-sumber yang kompeten.

Sedangkan hoaks adalah informasi yang disebarkan untuk menipu dengan cara membuat informasi agar dipercayai sebagai sesuatu yang benar. Padahal, informasi itu justru seringkali tidak masuk akal. Haoks direncanakan untuk menipu.

1. Pembuat dan Penyebar Hoaks Dijerat Pidana dan Denda

Dalam suasana dunia dilanda wabah atau pandemi virus corona baru (Covid-19), misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sampai tanggal 18 April 2020 menemukan 544 hoaks. Sesuai dengan UU ITE pembuat dan penyebar hoaks adalah pelaku tindak pidana sebagai kriminal. Maka, polisi menangani hoaks dengan menetapkan 89 tersangka. Dari jumlah ini 14 ditahan dan 75 sedang jalani proses pemeriksaan. Hoaks terkait dengan Covid-19 tersebar di 1.209 platform digital, seperti Facebook, Instagram, Twitter dan Youtube.

ilus3 hoaksPeziarah Syiah memakai topeng di luar tempat suci Imam Ali di Najaf, Irak. (Foto: euronews.com/Ammar Khalil/AP Foto).

Yang tidak masuk akal sudah puluhan orang, laki-laki dan perempuan serta tua dan muda, yang mendekam di penjara karena membuat dan menyebarkan hoaks dengan berbagai isu tapi tetap saja banyak yang membuat dan menyebarkan hoaks. Ancaman hukuman penjara yang diatur di UU ITE adalah penjara 5-6 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Ketika Internet hadir yang mendukung platform digital orang kian mudah membuat dan menyebarluaskan hoaks. Hanya dengan satu jari dan satu tangan hoaks sudah bisa dibuat dan disebarluaskan ke banyak orang dalam waktu yang bersamaan.

Berbeda dengan jurnalistik berita yang dibuat oleh wartawan tidak semerta bisa dipublikasikan, baik melalui media cetak dan elektronik serta media online. Selain ada self censorship (secara independen wartawan akan menyaring berita yang ditulis dengan mempertimbangkan dampaknya) juga ada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Selain itu ada pula mekanisme publikasi berita. Wartawan menyerahkan berita atau foto ke asisten redaktur, jika lolos naik ke redaktur. Setelah memenuhi syarat berita dipublikasikan atau disiarkan di media elektronik.

Maka, jika ada tulisan, gambar, dll, yang tidak memenuhi atau justru melawan pasal-pasal di UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik jelas bukan kritik, tapi tulisan tsb. hanyalah ujaran kebencian, caci-maki, umpatan, dll. yang justru menyerang pemerintah atau pribadi. Itulah sebabnya UNESCO mengatakan bahwa hoaks bukan berita yang tidak benar karena berita tidak ada yang tidak benar jika mengacu ke jurnalistik.

2. Hoaks Covid-19 Teror ke Negara dan Masyarakat

Mengkritisi (mencermati) berbeda dengan penghinaan dalam bentuk ujaran kebencian dan caci-maki. Jika seorang pejabat publik, pemuka agama, tokoh masyarakat, pakar, dll. dikritik bukan penghinaan selama yang dikritik kebijakan atau pendapat mereka dengan berpatokan pada fakta bukan opini. Tentu saja beda halnya kalau kritik yang dilancarkan hanya menyasar pribadi dan keluarga yang dikritik.

ilus2 hoaksJerat hukum bagi pembuat dan penyebar hoaks. (Foto: Tagar/Syaiful W. Harahap).

Selama berpegang teguh pada koridor hukum terkait dengan berbicara, tulisan (berita, reportase, esai, opini, puisi, cerpen, dll.), gambar, karikatur, dll. tidak akan pernah bisa dijerat hukum. Dengan catatan objek yang disampaikan berdasarkan adalah fakta dengan berdasarkan data.

Hoaks yang dibuat dan disebarluaskan melalui platform digital tentang Covid-19 merupakan bentuk teror yang mengganggu keamanan negara dan menimbulkan keresahan masyarakat karena tanpa hoaks itu pun suasana sudah mencekam. Pandemi Covid-19 yang sudah menginfeksi 2 juta lebih manusia di 208 negara dan teritori dengan 160.000-an kematian sangat menakutkan.

Dalam kaitan hoaks corona yang disebarkan melalui platform digital dijerat dengan UU ITE, sedangkan hoaks yang dipublikasikan melalui media massa dan media online juga bisa dijerat dengan KUHP. Mendiang RH Siregar, wartawan senior di “Sinar Harapan” dan anggota Dewan Pers menyatakan berita yang tidak berdasarkan data dengan fakta tidak bisa dilindungi oleh UU Pers sehingga harus berhadapan dengan KUHP.

Maka, bagi orang-orang yang selalu berteriak UU ITE mengekang ekspresi dan melemahkan daya kritis sudah saatnya mewawas diri yaitu introspeksi secara jujur karena provokasi mereka pembuat dan penyebar hoaks merajalela di negeri ini. []

Berita terkait
Iran Cambuk dan Penjarakan Penyebar Hoaks Corona
Iran menghukum 24 warganya karena menyebarkan hoaks tentang virus corona dengan hukuman cambuk dan penjara tiga tahun
Bikin Hoaks di Malaysia, Ancaman 10 Tahun Penjara Menanti
UU Anti-Berita Palsu 2018, siapa pun yang menerbitkan berita palsu dikenakan denda 500.000 ringgit (128.140 dollar AS), hukuman 10 tahun penjara, atau keduanya.
Sebar Hoax Corona WNI Dihukum Penjara di Malaysia
Seorang perempuan WN Indonesiak Fui Lina, 31 tahun, dihukum satu minggu penjara dan didenda RM 1.000 (Rp 3,2 juta) karena sebar hoaks virus corona
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.