Kamar Keramat Eyang Suto di Pendopo Jepara

Eyang Suto dipercaya adalah sosok gaib penjaga bumi Kartini di Jepara. Tagar mengunjungi kamar keramatnya di penpodo kabupaten.
Halaman depan kamar Eyang Suto di Pendopo Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Kamis, 26 September 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Jepara - Di kompleks Pendopo Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, ada sebuah kamar keramat. Konon, tempat itu adalah petilasan bekas tempat persinggahan Eyang Suto, sosok gaib penjaga Bumi Kartini. Satu hal yang pasti, tempat itu masih diberi sesaji seminggu sekali.

Ada adab tertentu yang harus dilakoni seseorang yang ingin masuk ke dalam kamar berukuran 2 x 3,5 meter itu. Jika tidak, risiko-risiko berbau klenik dapat menyertai si pengunjung. Hal itu berlaku pula bagi juru kunci kamar.

Tagar pada Kamis, 26 September 2019, diperkenankan melihat kamar yang lokasinya di belakang kompleks pendopo Kabupaten Jepara itu. Letaknya bersebelahan dengan bekas kamar tidur Ngasirah, ibu Kandung RA Kartini.

Di dalam kamar Eyang Suto terdapat sebuah ranjang berseprei putih, bantal dan guling, diselubungi kelambu. Di sampingnya terdapat sebuah meja kecil tempat meletakkan sesaji dan dua buah buku berhuruf Arab Pegon (tanpa tanda baca).

Uluk salam (ucapkan salam) dulu ya, permisi sebelumnya.

JeparaTeras kamar Eyang Suto. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Dalam sebuah bangunan dekat sumur tua, kamar Eyang Suto bersebelahan dengan lima ruangan. Kamar Eyang Suto selamanya dalam keadaan kosong, sementara lima ruangan digunakan untuk ajudan dan pegawai kabupaten. 

Kamar Eyang Suto berada pada urutan ketiga dari sisi kiri itu selalu tertutup. Jika mau mengunjunginya harus ditemani juru kunci.

Seperti pada Kamis itu Agus Setiyarso juru kunci Kamar Mbah Suto turut menyertai Tagar.

Setelah membereskan tugasnya, lados (melayani) sesaji bagi Mbah Suto, Agus membuka grendel pintu kamar yang terbuat dari besi. Bau kemenyan menyeruak. Ia memperbolehkan mengambil foto, hanya dari luar.

"Uluk salam (ucapkan salam) dulu ya, permisi sebelumnya," ujarnya sebelum mempersilakan mengambil foto.

Kemudian, ia masuk bersama sesaji dan menutup pintu. Agus berada di ruangan itu selama 30 menit.

Selama menunggu, Tagar ditemani Sutarno, mantan juru kunci Kamar Mbah Suto.

Malam itu setelah saya memberi sesaji di Kamar Eyang Suto, hati saya merasa janggal.

JeparaKamar Eyang Suto bersebelahan dengan bekas kamar tidur Ngasirah, ibu Kandung RA Kartini. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

***

Sembari menunggu Agus melaksanakan tugas, Sutarno bercerita pengalamannya menjadi juru kunci. Saat pertama kali menyandang posisi itu, ia sempat terkena gangguan gaib akibat melakukan kesalahan.

"Malam itu setelah saya memberi sesaji di Kamar Eyang Suto, hati saya merasa janggal. Ada sesuatu yang menurut saya kurang. Entah karena apa, tubuh saya merasa kepanasan, keringat mengucur. Sampai-sampai minum berkali-kali, rasanya tetap panas, gerah. Saya berada di luar rumah, untuk cari angin. Sampai sekira jam tiga pagi, antara sadar dan tidak saya mendengar suara kereta. Lalu kemudian melihat sosok orang memakai pakaian hitam dan berbicara kepada saya," tutur Sutarno.

Dalam komunikasi dengan sosok mirip pendekar, memakai baju hitam, ikat kepala, dan bercelana cancut (celana longgar) berwarna hitam, ia mengaku ditegur.

"Yen ora ana ya ora usah! (kalau tidak ada ya tidak usah). Begitu kata sosok itu. Lalu saya coba ingat kembali. Ternyata saya salah. Saya mengganti sesaji rokok siyong (rokok dengan isian tembakau klembak atau kemenyan) saya ganti dengan rokok biasa, karena waktu itu yang biasa jualan tidak berdagang," kata dia.

Setelah kejadian itu, ia berhati-hati menjalankan tugas sebagai juru kunci.

Dulu pernah ada anak kecil pipis di halaman, persis di depan kamar ini.

JeparaKunci pintu kamar Eyang Suto. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Menurut dia, banyak kejadian janggal jika ada orang yang tidak menaruh hormat ketika melintas ataupun mengunjungi kamar tersebut.

"Dulu pernah ada anak kecil pipis di halaman, persis di depan kamar ini. Malamnya, perut si bocah membesar, kesakitan. Bapaknya yang kebetulan pegawai sini (kabupaten) bilang kepada saya. Lalu saya mintakan maaf. Entah itu kebetulan atau tidak, setelahnya si anak kecil itu bisa bersekolah keesokan harinya," tuturnya.

Sutarno menyebut, sajen untuk Eyang Suto harus lengkap, sesuai pinta dan kegemaran sosok tersebut. Di antaranya rokok siyong, arang kambang (seduhan gula Jawa, ditambah gorengan beras ketan), kopi hitam tanpa gula, dan rujak degan (air kelapa berikut daging buahnya yang diberi gula). Tak lupa kemenyan dan kembang telon (tiga macam) yakni mawar, kamboja dan kenanga.

Sesaji itu harus diganti seminggu sekali, tiap hari Kamis.

Karena kita tak tahu, kapan Eyang Suto mampir.

JeparaAgus Setiyarso, juru kunci kamar Eyang Suto, di dapur mempersiapkan sesaji, Kamis, 26 September 2019. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

***

Kamis malam Jumat Wage (hitungan hari dalam penanggalan Jawa), merupakan hari yang keramat. Lantaran sosok Eyang Suto dipercaya mendatangi kamar petilasan tersebut. Oleh karenanya, dalam ritual lados sesaji juru kunci harus melakukan dengan benar.

Agus Setiyarso mengatakan sosok Eyang Suto tak selalu bertempat di petilasan itu. Terkadang, layaknya manusia sosok gaib tersebut dapat berpindah tempat sekehendak hati. Namun pada Kamis hari pasaran itulah, diyakini sebagai hari berkunjung ke petilasan Pendopo Kabupaten Jepara.

"Karena kita tak tahu, kapan Eyang Suto mampir, maka kita sajikan sajen tiap minggu. Namun yang paling terasa itu pas Kamis malam Jumat Wage," ucapnya.

Bukan hanya ritual pemberian sajen tiap minggu yang masih dilakukan hingga kini, namun ada ritual khusus yang dijalankan oleh setiap penguasa Jepara. Yakni menaruh daftar nama diri dan keluarga di bawah ranjang yang ada di petilasan Eyang Suto.

Meskipun mintanya tetap sama Tuhan.

JeparaAgus Setiyarso mengantarkan sesaji ke dalam kamar Eyang Suto. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

Sebagian percaya, hal itu dapat memberi efek ketenangan dan perlindungan.

"Meskipun, mintanya tetap sama Tuhan. Namun itulah kebiasaan yang dilakukan hingga kini," ujarnya.

Menurutnya adat peletakan daftar nama diri bupati beserta keluarga lazim dilakukan pada setiap pergantian pemimpin. Setiap lima tahun sekali itu pula perlengkapan ranjang milik Eyang Suto juga diganti dengan yang baru.

Baik itu seprai, kelambu, alas ranjang maupun kasur.

Dipercaya pula, barang-barang bekas yang dipakai di ranjang Eyang Suto bisa memberi ketenangan.

"Saya sering pakai kasurnya untuk alas tidur-tiduran di rumah. Rasanya adem saja," kata Agus.

Sampai sekarang makamnya pun tak ada yang tahu.

JeparaRagam sesaji untuk Eyang Suto. (Foto: Tagar/Padhang Pranoto)

***

Meskipun belum ada literatur yang pasti mengenai sosok Eyang Suto, tapi warga Jepara yakin ia adalah seorang bangsawan. Beberapa sumber menunjukkan ia masih trah Kerajaan Mataram.

"Dia konon bersama adiknya namanya Mbah Sutowijoyo ke daerah pesisir selatan. Sementara nama lengkap Eyang Suto adalah Sutojiwo atau ada yang menyebut Suto Bondho. Mereka berpisah, yang satu ke Jepara yang satu ke daerah Pati. Sampai di sini ia kemudian bertapa, lalu diganggu oleh suara burung perkutut, kemudian ia mengejarnya sampai daerah Desa Bondho. Setelah berhasil memegang burung itu, ia dan raganya menghilang atau muksa," tutur Agus.

Hal itu juga dijelaskan dalam situs informasi turis milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jepara. Dikisahkan, burung perkutut yang dikejar oleh Eyang Suto adalah penjelmaan anak Kiai Ireng, bernama Dewi Kukilowati.

Konon, lokasi-lokasi yang pernah didatangi oleh Eyang Suto semasa hidup, kini masih ramai didatangi peziarah. Mereka datang berdoa kepada Tuhan, di tempat yang dipercaya pernah disinggahi oleh tokoh tersebut.

Peziarah tak hanya berasal dari Jepara. Beberapa warga Malaysia dan Papua juga sempat mengunjungi tempat tersebut.

"Sampai sekarang makamnya pun tak ada yang tahu. Karena ia mengalami moksa (hilang bersama raga), jadi yang ada ya tinggal petilasan atau bekas tempat yang pernah disinggahi. Kalau di Jepara ada tiga, di Pendopo kabupaten, di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, dan di Bayuran, Desa Tubanan Kecamatan Kembang," ujarnya.

Terakhir, Agus menginginkan generasi muda mengingat sosok Eyang Suto sebagai orang yang pernah berjasa pada Jepara. Selain itu, ia juga berkeinginan tradisi yang sudah berlangsung bertahun-tahun tetap dihormati dan dijaga. []

Baca cerita misteri lain:

Berita terkait
Kuntilanak Intai Pengendara Motor di Semarang
Pengendara motor di Semarang ditampakkan kuntilanak berambut panjang berwajah hitam. Wanita itu mengenakan daster corak batik yang sudah kumal.
Hantu Aisyah Customer Ojek Online, Siapa Dia?
Kisah hantu Aisyah yang dalam beberapa waktu terakhir viral di media sosial sebagai customer ojek online di Sleman, Yogyakarta.
Cerita Ojek Online Berpenumpang Hantu di Yogyakarta
Banyak ojek online di Yogyakarta yang tertipu dengan orderan fiktif yang ternyata pemesannya adalah hantu. Simak cerita driver ojol berikut.